Beranda Feature Mengenal Kembali Alat Transaksi di Aceh pada Masa Kerajaan

[Kilasan] Mengenal Kembali Alat Transaksi di Aceh pada Masa Kerajaan

BERBAGI
Keuh (mata uang timah) periode Sultan Mu'izuddin. 29/05/2021. (Nurul Hasanah | DETaK)

Nurul Hasanah | DETaK

Banda Aceh- Beberapa waktu yang lalu, saya dan seorang rekan mengunjungi Museum Pedir yang berlokasi di Punge Blang Cut, Kota Banda Aceh, letaknya tidak jauh dari PLTD Apung. Awalnya, saya masih asing dengan museum ini. Pun, baru terdengar oleh saya karena terlibat suatu proyek yang mengharuskan saya untuk mengambil beberapa gambar koleksi museum serta mewawancarai pemilik museum. Di hari itu, saya mengetahui bahwa pendiri museum ini adalah Masykur Syarifuddin.

Dari meseum ini serta wawancara rekan saya dengan Masykur, saya mengetahui banyak informasi terbaru terkait sejarah Aceh. Salah satunya tentang numismatika Aceh. Numismatika merupakan kajian yang mempelajari tentang cara pembuatan, kepalsuan, ciri-ciri dan varian mata uang. Karena pada waktu itu saya dan rekan hanya berkunjung sebentar, kami hanya mendapat informasi tentang beberapa jenis mata uang yang dicetak dan ditemukan di Aceh.

Iklan Souvenir DETaK

Selama ini, masyarakat umum mengenal deureuham sebagai uang yang dipergunakan sebagai alat transaksi dulu. Namun, saya mendapat ada beragam mata uang lain yang dipergunakan sebagai alat transaksi pada masa kerajaan di Aceh tempo dulu.

Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi beberapa pengalaman yang saya dapat. Tentunya, informasi ini masih kurang. Untuk itu, teman-teman pembaca bisa berkunjung langsung ke Museum Pedir jika ada kesempatan.

Pada masa zaman Kerajaan Samudra Pasai sekitar abad 13-16 Masehi dan zaman Kerajaan Aceh Darussalam abad 15-20 Masehi, mata uang yang dipergunakan sebagai alat transaksi lazimnya disebut dirham. Mata uang ini berbentuk keping dan terbuat dari emas dan perak. Meskipun begitu, peninggalan mata uang yang paling banyak ditemui di situs Kesultanan Sumatera dan Aceh Darussalam adalah dirham yang terbuat dari emas. Ada pula yang menyebutnya dengan kupang mas. Hal ini mungkin yang menjadikan deureuham lebih familiar terdengar di generasi sekarang.

Orang Aceh menyebut dirham untuk mata uang yang berbahan baku emas, sementara orang Arab menyebutnya dinar dan dirham untuk perak. Berdasarkan informasi yang saya dapat dari Masykur, hal ini dipengaruhi oleh kebudayaan dari orang Persia.

Selain dirham, ada juga alat tukar kuno lain yang oleh masyarakat Aceh kerap disebut keuh (uang yang berbentuk kepingan yang terbuat dari timah hitam). Tidak hanya itu, beberapa kepingan uang lainnya yang ditemukan di antaranya ada ringget meuriyam (koin spanyol), koin Bizantine, dirham Utsmaniyah dan Mughal, dan dirham Al-Ma’mun.

#30HariKilasanSejarah

Editor: Della Novia Sandra