Beranda Opini Meruaknya Kasus HIV, Kekhawatiran dan Pandangan Dalam Menyikapinya

Meruaknya Kasus HIV, Kekhawatiran dan Pandangan Dalam Menyikapinya

BERBAGI
Ilustrasi. (Rizki Mauliza Yanti/DETaK)

Opini | DETaK

Meningkatnya kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) di Aceh, khususnya di Banda Aceh, menjadi perhatian serius bagi kita sebagai warga yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Data terbaru menunjukkan bahwa hingga November 2024, terdapat 510 kasus HIV/AIDS di Banda Aceh, dengan hanya 268 orang yang menjalani pengobatan, sementara 104 orang dilaporkan meninggal, dan 135 kasus tidak diketahui keberadaannya. Yang tentunya hal ini juga akan terus menyebabkan meningkatnya angka orang-orang yang terindikasi penyakit berbahaya ini.

Pandangan Masyarakat terhadap HIV/AIDS

Iklan Souvenir DETaK

Stigma dan diskriminasi terhadap ‘Orang dengan HIV/AIDS’ (ODHA) masih menjadi tantangan besar di masyarakat kita. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang HIV/AIDS seringkali memicu sikap negatif dan persepsi keliru terhadap ODHA. Stigma ini tidak hanya merugikan ODHA secara psikologis, tetapi juga menghambat upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS secara efektif.

Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas, penting bagi kita untuk mengubah pandangan negatif tersebut, bahwa ini adalah penyakit yang harus cepat ditanggulangi dan bukan waktunya untuk merendahkan mereka yang terinfeksi. ODHA adalah bagian dari komunitas kita yang membutuhkan dukungan, bukan penolakan. Dengan memberikan dukungan moral dan sosial, kita dapat membantu mereka menjalani kehidupan yang lebih baik dan mendorong mereka untuk mendapatkan pengobatan yang diperlukan.

Peran Edukasi dalam Mengubah Persepsi

Edukasi menjadi kunci utama dalam mengubah persepsi masyarakat terhadap HIV/AIDS. Dengan pengetahuan yang benar, kita dapat menghilangkan mitos dan kesalahpahaman yang selama ini berkembang. Misalnya, banyak yang masih beranggapan bahwa HIV dapat menular melalui sentuhan atau berbagi peralatan makan, padahal penularan HIV hanya terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh tertentu seperti darah, air mani, dan cairan vagina.

Pemerintah dan lembaga terkait telah melakukan berbagai upaya edukasi, namun partisipasi aktif dari masyarakat juga sangat diperlukan. Kita dapat berperan serta dalam kegiatan sosialisasi, diskusi, atau seminar yang membahas tentang HIV/AIDS. Selain itu, menyebarkan informasi yang benar melalui media sosial atau forum komunitas juga dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat.

Pentingnya Deteksi Dini dan Pengobatan

Deteksi dini HIV sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut dan memastikan ODHA mendapatkan pengobatan yang tepat waktu. Sayangnya, stigma yang ada seringkali membuat individu enggan untuk melakukan tes HIV. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang mendukung dan bebas dari diskriminasi menjadi hal yang krusial.

Di Banda Aceh, telah tersedia layanan kesehatan yang menyediakan tes HIV dan pengobatan antiretroviral (ARV). Namun, partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan layanan ini masih perlu ditingkatkan. Kita dapat mendorong teman, keluarga, atau rekan kerja untuk melakukan tes HIV secara rutin, terutama bagi mereka yang memiliki risiko tinggi.

Peran Pemerintah dan Lembaga Terkait

Pemerintah Kota Banda Aceh telah mengambil langkah-langkah untuk menangani peningkatan kasus HIV/AIDS. Misalnya, dengan membentuk tim khusus penanggulangan HIV yang melibatkan berbagai instansi dan organisasi masyarakat. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menanggulangi masalah ini secara komprehensif.

Namun, upaya pemerintah tidak akan berhasil tanpa dukungan dari masyarakat. Kita perlu bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga terkait untuk menciptakan program-program yang efektif dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Misalnya, dengan mengadakan kampanye kesadaran, menyediakan layanan konseling, dan mendukung ODHA dalam mendapatkan akses ke layanan kesehatan tanpa adanya rasa takut, malu atas sesuatu yang sudah dideritanya.

Menghilangkan Stigma melalui Empati dan Dukungan

Stigma terhadap ODHA seringkali berasal dari ketakutan dan ketidaktahuan. Dengan meningkatkan empati dan memberikan dukungan, kita dapat membantu menghilangkan stigma tersebut. Menyadari bahwa ODHA adalah individu yang memiliki hak yang sama dalam masyarakat, termasuk hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan, adalah langkah awal yang penting.

Kita juga dapat terlibat dalam kelompok-kelompok pendukung yang bekerja untuk mendukung ODHA. Dengan terlibat aktif, kita tidak hanya membantu mereka yang terinfeksi, tetapi juga berkontribusi dalam upaya pencegahan penularan HIV di masyarakat

Saya benar-benar merasa khawatir dengan semakin meruaknya kasus HIV di Banda Aceh. Sebagai warga yang tinggal di sini, saya tidak bisa mengabaikan fakta bahwa angka kasus terus meningkat dan semakin banyak orang yang terinfeksi. Ini bukan hanya sekadar angka di laporan kesehatan, tetapi kenyataan yang terjadi di sekitar kita.

Banyak orang masih menganggap HIV sebagai sesuatu yang jauh dari kehidupan mereka, padahal kenyataannya virus ini bisa menyerang siapa saja. Yang lebih mengkhawatirkan, stigma terhadap ODHA masih sangat tinggi di masyarakat kita. Alih-alih mendapatkan dukungan, mereka justru sering dijauhi, dikucilkan, bahkan kehilangan hak-hak dasar seperti akses kesehatan dan pekerjaan. Stigma inilah yang membuat banyak orang takut untuk melakukan tes atau mendapatkan pengobatan yang seharusnya mereka butuhkan.

Saya juga menyadari bahwa kurangnya edukasi tentang HIV/AIDS menjadi salah satu penyebab utama penyebaran virus ini. Masih banyak masyarakat yang percaya pada mitos bahwa HIV menular melalui sentuhan, berbagi makanan, atau bahkan berada di dekat ODHA. Padahal, HIV hanya menular melalui cairan tubuh tertentu seperti darah, air mani, cairan vagina, dan ASI. Kesalahpahaman ini membuat ketakutan yang tidak berdasar dan semakin memperburuk diskriminasi terhadap ODHA.

Pemerintah dan lembaga kesehatan memang sudah berusaha melakukan berbagai upaya untuk menekan angka kasus, tetapi usaha ini tidak akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat. Kita semua memiliki peran dalam mencegah penyebaran HIV. Mulai dari mendukung program edukasi, mendorong tes HIV secara sukarela, hingga memastikan bahwa ODHA mendapatkan perlakuan yang layak dan manusiawi. Yang paling penting adalah menghilangkan stigma yang ada dan membangun lingkungan yang lebih inklusif.

Belum lagi kekhawatiran ODHA ketika dia mulai menyuarakan tentang penyakit yang dideritanya, karena orang-orang akan berfokus pada ’apa yang sudah dilakukan’ sehingga bisa terjangkit suatu penyakit yang mematikan tersebut. Alih-alih menanyakan keadaan si penderita mereka akan lebih cenderung untuk mengucilkannya karena kekhawatiran akan penyakit yang menular tersebut.

Saya berharap kita sebagai masyarakat Banda Aceh bisa lebih terbuka dalam membicarakan HIV/AIDS tanpa rasa takut dan malu. Dan memberikan dukungan bukan celaan agar dilingkungan kita lebih banyak yang bersuara akan penyakit yang diderita dan terus menekan angka kasus penyebaran HIV/AIDS. Dengan begitu, kita bisa lebih efektif dalam mencegah penyebaran virus ini dan membantu mereka yang sudah terinfeksi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Jangan sampai ketidaktahuan dan stigma malah membuat situasi semakin memburuk. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan peduli satu sama lain.

Sayangi diri, lindungi sesama. Mari bersama cegah HIV dengan edukasi dan kesadaran.

Penulis bernama Amanda Tasya, mahasiswi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.

Editor : Sara Salsabila