Opini | DETaK
Kekerasan terhadap anak di bawah umur adalah segala bentuk perlakuan yang menyakiti, merugikan, atau mengeksploitasi anak, baik secara fisik, emosional maupun seksual, sebagaimana isu ini kerap terjadi di berbagai negara baik itu negara berkembang maupun negara maju. Bahkan kita mungkin pernah melihat kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar kita, atau kita sendiri juga mungkin pernah mengalami hal serupa. Data global telah menunjukan bahwa setiap tahunnya anak mengalami kekerasan di lingkungan seperti rumah, sekolah maupun komunitas. Hal ini sering kali terjadi, di anggap sepele dan tidak di laporkan kepada pihak yang berwajib dalam menanganinya.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kekerasan di bawah umur, seperti kurangnya perhatian orang tua. Dampak kurangnya perhatian orang tua kepada anak bukanlah hal yang bisa dianggap sepele. Jika hal ini terus di biarkan, ini dapat memengaruhi pembentukan karakter dan perkembangan pada anak, karena sejatinya anak perlu rumah untuk berlindung, mengadu dan butuh kasih sayang orang tua.
Kurangnya edukasi dan kesadaran sehingga individu atau masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup tentang isu-isu penting serta kurangnya kesadaran juga dapat menyebabkan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap kelompok tertentu, karena masyarakat tidak memahami pentingnya inklusi dan keberagaman. Selain itu faktor ekonomi ikut berpengaruh, dimana miskin atau kaya tidak menutup kemungkinan terjadinya kekerasan terhadap anak, perselisihan keluarga, norma budaya yang membenarkan kekerasan, serta kurangnya pendidikan mengenai hak anak. Jika hal ini terus dibiarkan pada korban, dapat menyebabkan efek jangka panjang seperti dampak psikologis yang mendalam, trauma, depresi, tidak percaya diri serta gangguan kecemasan lainnya. Selain itu, anak yang mengalami kekerasan cenderung memiliki masalah kesehatan mental dan fisik dan masalah perkembangan sosial di masa yang akan datang.
Penegakan hukum yang lemah pun bisa menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan terhadap anak, karena penegakan hukum yang lemah dapat menjadikan orang-orang semakin tak peduli dengan tindakan yang dilakukannya, tidak menimbulkan efek jera dan dan menganggap remeh. Penegasan hukum dalam melindungi anak sangat penting untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi dan terlindungi.
Di banyak negara, termasuk Indonesia, terdapat berbagai peraturan dan undang-undang yang dirancang untuk melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Menurut saya, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran tentang perlindungan anak dan menyediakan layanan yang mendukung. Dengan penegasan hukum yang kuat dan dukungan masyarakat, diharapkan anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan mereka. Adapun solusi agar tidak terjadinya kekerasan terhadap anak di bawah umur, orang tua harus menyayangi, melindungi dan memahami anak. Kita juga harus mempertajam pengetahuan, menumbuhkan kesadaran diri rasa kemanusiaan, serta pemerintah harus menegakkan hukum yang kuat.
Kekerasan yang terjadi terhadap anak di bawah umur merupakan pelanggaran hak asasi dan tanggung jawab moral kita sebagai masyarakat. Anak masih sosok yang polos dan perlu diberitahu hal-hal yang baik sehingga dia bisa menerapkan dalam kehidupannya sehari-hari sampai dewasa nanti. Anak-anak merupakan harapan yang akan melanjutkan masa depan bangsa, yang harus dilindungi dan di bimbing dengan kasih sayang. Bukan malah dijadikan sasaran kekerasan dan pelampiasan. Penting bagi kita semua, baik berupa orang tua, pendidik, maupun kita selaku masyarakat, untuk berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang bagi mereka. Dengan melindungi anak yang sedang membangun fondasi bagi generasi yang kuat dan berdaya di masa depan. Sudah sepantasnya kita bisa memahami, bahwa anak perlu dikasihi dan dilindungi, bukan untuk disakiti.
Penulis bernama Selvi Dianingsih, mahasiswi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.
Editor: Fathimah Az Zahra