Tim Riset & Data DETaK
Darussalam– Manusia merupakan makhluk individu yang sekaligus berperan sebagai makhluk sosial. Tentunya di dalam hak individu seorang manusia terdapat hak-hak sosial yang perlu ia pertimbangkan. Hak-hak tersebut salah satunya yaitu hak memeluk agama dan mempercayai suatu kepercayaan tertentu. Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia terdapat pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang isinya:
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Sebagai perguruan tinggi negeri, tentunya Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh memiliki jaringan mahasiswa yang luas dari seluruh penjuru tanah air. Meskipun, Unsyiah dikenal dengan sebutan “jantong hatee rakyat Aceh” dan berada di daerah yang dijuluki sebagai Serambi Mekkah, namun hal tersebut tidak membatasi keberagaman agama yang dianut oleh mahasiswanya. Hal ini tentu membutuhkan tingkat toleransi yang tinggi untuk dapat menciptakan lingkungan kampus yang aman dan nyaman bagi seluruh mahasiswa.
Untuk mengetahui tingkat toleransi yang dimiliki mahasiswa Unsyiah, tim riset dan data UKM Pers DETaK melakukan riset pandangan mahasiswa non-muslim Universitas Syiah Kuala terhadap toleransi antar umat beragama di lingkungan kampus. Riset ini dimulai sejak tanggal 10 Mei 2018 hingga 28 Mei 2018. Riset ini mengambil contoh secara acak yaitu 5 mahasiswa non-muslim yang diwawancarai secara langsung maupun melalui media sosial.
Dari sejumlah pertanyaan yang diajukan, Tim Riset dan Data mengambil dan mengolah beberapa jawaban yang kemudian disajikan dalam bentuk infografik.
Salah satu hasil wawancara menunjukkan bahwa toleransi beragama yang ada di lingkungan kampus Unsyiah sudah bisa saling menghargai adanya perbedaan. Kemudian untuk perlakuan diskriminatif antar mahasiswa memang kerap terjadi pada awal perkuliahan namun tidak berlangsung lama dan tidak terlalu fatal.
Sedangkan untuk keadilan yang diperoleh mahasiswa non-muslim dari tenaga pengajar, masih ada yang mengeluhkan tindakan tenaga pengajar yang dirasa kurang adil dalam menentukan jadwal perkuliahan, seperti penuturan salah satu responden.
“Pernah beberapa kali itu, hari Minggu ada praktikum lapangan, padahal saya sudah pernah bilang bahwa hari Minggu itu saya ibadah, mungkin bapaknya lupa,” ungkap salah satu responden kepada tim riset.
Riset ini dilanjutkan pada tanggal 20 Mei 2018 dikarenakan isu terorisme yang terjadi pada Tragedi Bom Surabaya pada 13-14 Mei 2018. Dilansir dalam liputan6.com pada 14 Mei 2018, dalang di balik aksi pengeboman ini adalah para teroris yang dianggap mengatasnamakan agama. Padahal, pada kenyataannya, aksi itu dinilai sebagai kejahatan kemanusiaan yang tidak mungkin bersendikan nilai agama yang benar. Aksi ini banyak menyorot perhatian masyarakat di Indonesia.
Tim Riset dan Data kembali menjumpai dan menghubungi responden untuk dilakukan wawancara. Kepada kelima responden ditanyakan mengenai dampak sosial terkait kasus terorisme di Indonesia. Rata-rata responden mengaku tidak merasa terganggu, masih merasa aman dan nyaman meskipun tinggal di daerah yang mayoritasnya Islam yang menjadikan mereka sebagai kaum minoritas.
“Kami merasa aman, karena masyarakat Aceh tergolong peduli terkait kasus kejahatan dan kriminal,” papar salah satu responden.[]
Editor: Herry Anugerah