Rossdita Amallya [AM] | DETaK
Sore itu cuacanya mendung. Namun, jajaran kuliner tetap berjejer rapi di pinggir sepanjang Jalan Teuku Panglima Nyak Makam, Lampineung, Banda Aceh. Di antara jajaran kuliner yang beragam itu, sebuah gerobak dengan banner “Apam Aceh Original” terlihat sangat mencolok. Seorang pria paruh baya duduk disana, menyungging senyum ramah ketika melihat saya.
“Lima ribu satu, dek,” jawabnya, saat ditanya berapa harga dagangannya itu. Berawal dari ide sang istri, Pak Kasman mulai berjualan apam sejak 5 tahun yang lalu. Pak Kasman mengungkapkan bahwa sebelumnya ia pernah berjualan yang lain namun tidak pernah bertahan lama. Sampai akhirnya sang istri memberi ide tentang menjual apam, mengingat kuliner khas Aceh satu ini sangat jarang dijual.
Suka duka dilalui oleh Pak Kasman saat ia mulai berjualan apam. Pak Kasman mengaku hanya bisa menghabiskan satu sak tepung beras Rose Brand selama dua minggu pertama ia berjualan.
“Pertama jualan tu, satu sak tepung Rose Brand itu, dari pagi sore pulang,” ujar Pak Kasman.
Namun, tidak berlangsung lama, apam khas Aceh yang ia jual itu mulai dikenal dan di senangi oleh banyak orang. Hingga kini, ia bisa menghabiskan 6-7 kg tepung beras setiap harinya. Bahkan, Pak Kasman mengaku sudah sering diwawancarai tentang dagangannya yang terkesan unik itu.
“Ini sudah keempat kalinya saya di wawancara. Buat berita, video YouTube, saya pernah.” imbuhnya.
Pak Kasman juga mengungkapkan alasan ia memberi nama “Apam Aceh Original” pada banner yang tertempel di sekeliling gerobaknya itu. Ia mengatakan bahwa apam adalah kuliner khas Aceh yang merupakan bagian dari tradisi Aceh.
“Apam ini, di semua kabupaten Aceh ada, dia khas Aceh, memang tradisi Aceh dari dulu. Makanya kita buat bannernya Apam Aceh Original,” jelasnya.
Di masa bulan Rabiul Awal seperti sekarang ini, apam menjadi makanan atau cemilan yang paling sering di jumpai di Kenduri-kenduri Maulid yang di selenggarakan di Aceh. Pak Kasman mengaku penjualan apamnya biasanya meningkat pesat, mengingat banyaknya pesanan apam untuk acara Maulid. Pak Kasman mengungkapkan bahwa biasanya jika ia menerima pesanan untuk maulid, ia tidak akan berjualan dan hanya fokus kepada pesanannya saja. Kadang, ia juga hadir ke acara maulid tersebut dan membuat Apamnya langsung di sana.
Di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, acara maulid tentu dilarang karena bisa menyebabkan kerumunan. Hal tersebut memberi pengaruh besar pada penjualan Pak Kasman. Pak Kasman menjelaskan bahwa penjualannya menurun drastis selama pandemi. Yang biasanya ia kebanjiran pesanan saat bulan Maulid, kini ia tidak mendapat pesanan sama sekali.
“Selama pandemi ini, pesanan kurang, bahkan belum ada. Karena buat acara keramaian dilarang gitu lah faktornya. Pokoknya selama dua tahun ini lah drastis kali menurunnya,” ungkapnya.
Langit sudah semakin gelap dengan rintik hujan mulai jatuh. Pak Kasman sudah bersiap-siap untuk pulang saat itu. “Dagangan saya sudah habis untuk hari ini,” katanya. Saya turut bahagia mendengarnya. Dengan sebungkus apam yang merupakan sisa terakhir jualan Pak Kasman, kemudian saya pamit pulang.[]
Editor: Sahida Purnama