Cahya Refiana [AM], Annisa Azzahra [AM] | DETaK
Darussalam-Massa Aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Agraria melakukan aksi unjuk rasa hari tani di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada jumat, 4 Oktober 2024.
Massa aksi sampai di lokasi pada pukul 16:40 wib dan berhasil masuk ke halaman gedung DPRA pada pukul 17.11 WIB. M. Thoriq Achyar, selaku Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian mengatakan, Aksi ini menindaklanjuti investigasi pada sektor pertanian di Aceh yang terjadi konflik reforma agraria dan kriminalitas terhadap petani.
“Sejauh ini kami telah melakukan investigasi ke lapangan menanyakan kepada para petani bahwasanya yang terjadi pada saat ini disektor pertanian Aceh sedang terjadi konflik-konflik reforma agraria dan ada juga kriminalitas terhadap petani,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ia juga mengungkapkan banyak peraturan atau regulasi yang tidak menguntungkan bagi para petani yang ada di Aceh.
“Banyak peraturan-peraturan atau regulasi-regulasi yang tidak menguntungkan petani-petani konvensional lebih tepatnya petani-petani kalangan ke bawah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, M Thoriq Achyar berharap regulasi regulasi kedepan dapat mensejahterakan petani di Aceh.
“Kami memiliki harapan besar untuk meningkatkan kesejahteraan para petani di Aceh. Saat kami investigasi ke lapangan menanyakan keadaan para petani, jujur keadaan petani di Aceh sedikit miris. Banyak kebijakan dan regulasi yang tidak pro terhadap petani-petani kecil dan banyak juga lahan-lahan yang dialih fungsikan untuk menjadi lahan pertambangan,” tambahnya.
Adapun 10 poin tuntutan yang dilayangkan massa pada aksi hari tani sebagai berikut:
- Menjalankan Reforma Agraria sejati sesuai dengan UUD 1945 dan UUPA 1960 dengan melakukan redistribusi tanah kepada petani gurem, buruh tani, dan perempuan petani, serta menyelesaikan seluruh konflik agraria struktural agar pemulihan hak-hak korban perampasan dan penggusuran dapat terwujud. Negara harus menjamin ketersediaan modal, teknologi tepat guna, benih, pupuk, infrastruktur pertanian, pendidikan, dan pasar yang berkeadilan.
- Melakukan reformasi pertanahan untuk mendukung Reforma Agraria perlu menyatukan fungsi planologi, tata ruang, geospasial, dan pengadministrasian hak atas tanah baik di daratan maupun pesisir dan pulau pulau kecil, dalam satu kementerian yang mengurus Agraria. Sebagai pelaksana reforma agraria, Presiden harus membentuk Dewan Pertimbangan Reforma Agraria Nasional yang dipimpin langsung oleh Presiden, dengan pelibatan Organisasi Rakyat. Lembaga ini penting untuk memastikan bahwa Reforma Agraria benar-benar dijalankan sesuai tujuannya.
- Mencabut regulasi anti petani dan rakyat, yakni UU Cipta Kerja, dan produk hukum turunannya yang terkait dengan Bank Tanah, Food Estate, PSN, IKN, KEK, KSPN, HPL, forest amnesty, KHDPK, dll, serta menghentikan segala jenis kejahatan agraria yang telah berlangsung, sehingga ke depan konstitusi dapat diselamatkan, demokrasi ditegakkan, dan reforma agraria sejati dapat diwujudkan.
- Menyusun dan mengesahkan RUU Reforma Agraria serta RUU Masyarakat Adat sebagai penguat cita-cita UUPA, sekaligus landasan hukum bagi pelaksanaan redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, pengakuan wilayah adat, perombakan monopoli tanah, dan pembangunan pertanian, pangan serta pedesaan dalam kerangka Reforma Agraria.
- Mengusut tuntas penyalahgunaan wewenang, korupsi agraria dan mafia tanah perumusan yang koruptif dan manipulatif yang berorientasi pada kepentingan bisnis dan PSN, yang telah merampas demokrasi, kebebasan, hak hidup dan hak atas tanah rakyat.
- Menghentikan dan menghukum berat praktik para mafia impor pangan yang telah menghancurkan sendi-sendi produksi petani, nelayan, peternak dan petambak garam, serta melemahkan pemenuhan hak atas pangan bahkan kedaulatan pangan.
- Membubarkan Badan Bank Tanah yang telah merampas tanah-tanah petani dan masyarakat adat dan telah membajak objek reforma agraria bagi rakyat menjadi objek pengadaan tanah bagi pengusaha.
- Membebaskan Petani, Masyarakat Adat, Nelayan, Perempuan, Kaum Miskin Perkotaan dan Aktivis Agraria yang dipenjara serta dikriminalisasi karena memperjuangkan hak atas tanah, sekaligus menghentikan cara-cara kekerasan dan otoriter dalam penanganan konflik agraria.
- Melindungi wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan wilayah tangkap nelayan dari ancaman investasi yang merampas dan merusak lingkungan, demi keberlangsungan hidup kaum nelayan sebagai penghasil pangan khususnya ikan bagi segenap rakyat.
- Menghentikan food estate dan mengedepankan pembangunan pedesaan, pertanian pangan yang ekologis, peternakan dan perikanan yang berpusat pada kepentingan rakyat, dimana pusat-pusat produksi dan industri milik petani dan nelayan dapat dengan proses industrialisasi nasional yang berkembang, saling terhubung mensejahterakan kaum buruh, sehingga hubungan desa-kota saling memperkuat.
Editor: Pramudiyanti Saragih