Opini | DETaK
Pendidikan tinggi bagi anak sudah menjadi gengsi di kalangan orang tua pada saat ini. Sehingga banyak orang tua bersusah payah menyekolahkan anaknya agar mendapat pekerjaan dengan gaji tinggi. Bersekolah di sekolah negeri hingga perguruan tinggi disanggupi oleh orang tua dengan harapan anaknya mendapat masa depan yang layak. Akan tetapi, ada masalah yang kurang diperhatikan oleh orang tua yaitu mental anak.
Budaya membanding-bandingkan anak dengan anak tetangga bahkan lumrah kita temui. Tuntutan juara kelas juga sering kita dengar, padahal anak sudah berusaha memberikan apa yang dia bisa. Maka tatkala mendapat nilai rendah, mencontek menjadi pilihan karena jika mereka jujur nilai rendah yang didapat akan menerima teguran dari orang tuanya. Miris sembari menangis itulah yang bisa kita ungkapkan budaya jujur sudah tidak ditanamkan sembari kecil, kebanyakan orang tua lebih senang anaknya mendapat nilai bagus hasil mencontek ketimbang nilai rendah penuh usaha dan kejujuran.
Sampai kapan kita mengakhiri budaya menipu di Negara kita? Jikalau kebanyakan mindset orang tua lebih mengutamakan nilai yang tinggi ketimbang kejujuran, negeri ini bukan hanya sumber daya manusia tetapi budaya menipu yang tanpa sadar ditanamkan pada anak.
“Kok kamu gak kayak anak tetangga?” ucapan yang hampir seluruh anak dengar, tidak terlihat akan tetapi cukup mempengaruhi mental anak pada dasarnya. Berasa tidak berguna bahkan hingga terpuruk. Harusnya orang tua memberikan support bukan menambah beban bagi anak.
Banyak orang tua menghabiskan banyak uang hanya untuk mengikuti ego mereka agar anaknya bisa lulus di sekolah-sekolah kedinasan dan favorit. Ada yang memang anaknya memilih sendiri pada sekolah atau jurusan tersebut tapi tidak sedikit yang dipaksa orang tua agar bersekolah di sekolah atau jurusan pilihan orang tuanya.
Pada tahun 2017 survei mengatakan bahwa hampir 85 persen mahasiswa di seluruh Indonesia salah jurusan. aktor coba-coba bahkan desakan orang tua menjadi sebab akan hal ini. Peran orang tua cukup penting pada hal pemilihan minat atau jurusan bagi anak. Akan tetapi pilihan tetap berapa pada anak karena yang menjalani adalah anak tersebut.
Harusnya orang tua lebih aktif dalam mendukung anaknya agar anak mendapat sokongan motivasi atau semangat. Peran orang tua sangat penting bagi anak, selain sebagai peran ayah dan ibu, orang tua juga memerani peran guru bagi anaknya. Bukan ranking 1 yang harus ditanamkan, akan tetapi kejujuran dan usaha yang harus ada sejak kecil pada anak. Terkadang tatkala ia jujur melakukan kesalahan maka orang tuanya memarahinya, harusnya diberi peringatan tidak harus dengan marah.
Pada jenjang sekolah mungkin masalah hanya timbul pada prestasi saja, akan tetapi setelah lulus kuliah masalah baru muncul yaitu mendapatkan pekerjaan. Orang tua sibuk memarahi anaknya sembari membandingkan anaknya sendiri dengan anak orang lain, “Kapan kerjanya?lihat si A udah kerja loh.” Beginilah sekiranya keluhan beberapa orang tua bagi anaknya yang baru lulus kuliah.
Dari kecil sudah diajari berbohong, ketika mengaku salah dimarahi, bahkan ketika dewasa masih dibanding-bandingkan dengan anak orang lain. Maka akibatnya adalah meningkatnya pengangguran dan para pengganguran ini bisa saja melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri bahkan orang lain. Mencuri, merampok,dan berjudi menjadi pekerjaan sehari-hari. Lihat betapa pentingnya menanamkan moral sejak dini dan bagaimana efeknya bagi anak.
Malahan kebanyakan orang tua menyalahkan pergaulan anak-anak sekarang. “Alah anak zaman sekarang. Satu kata yang paling saya tidak suka keluar dari mulut orang tua yang jarang memberikan kasih sayang kepada anaknya. Pada dasarnya anak itu ibarat besi yang indah nan kuat, peran orang tualah yang membentuk karakter diri anak. Karena jika karakternya sudah dibentuk walaupun pergaulannya bebas maka anak tersebut akan menangkal pengaruh buruk dari lingkungannya. Lingkungan yang baik akan menentukan masa depan yang baik.
Kekerasan pada anak juga terbilang tinggi. Menurut WHO, ada sekitar 1 miliar anak di seluruh dunia yang mengalami kekerasan setiap tahunnya. Efeknya apa? Sudah jelas mental anak yang ikut terpengaruh. Jikalau perempuan ia akan trauma berat sehingga akan takut pada lelaki, jikalau anak laki-laki maka kemungkinan besar dia akan mengikuti apa yang dilakukan orang tuanya hingga tumbuh menjadi pribadi yang bengis. Karena anak pada dasarnya mengikuti apa yang diajarkan oleh orang tuanya, seperti merekam dan akan terus diikuti oleh anak tersebut.
Melawan orang tua tidak pernah dibenarkan oleh apapun, baik agama maupun kehidupan sosial. Karena pada sejatinya orang tua adalah orang yang terdekat dengan kita dan selalu mendukung kita dalam kondisi apapun. Akan tetapi bila orang tua mendidik anaknya menjadi anak yang memiliki tingkah laku baik, maka bisa dipastikan ia akan tumbuh menjadi pribadi yang baik.
Penulis bernama Fitra Mahendra, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala.
Editor: Della Novia Sandra