Artikel | DETaK
Gangguan mental yang dulunya terasa asing dan terdengar menyeramkan sehingga sering diabaikan, menjadi hal yang sudah mulai disadari oleh setiap manusia di bumi ini. Terlebih pada mahasiswa yang memang selalu terpapar dengan term-term atau istilah baru di media sosial hingga saat ini. Ada banyak gangguan mental yang awalnya mungkin terlihat biasa saja tanpa diketahui bahwa itu adalah gejala untuk permasalahan yang lebih buruk nantinya. Salah satunya adalah Hoarding Disorder.
Kita mungkin tidak asing dengan gangguan kecemasan, depresi, atau gangguan hubungan sosial lain. Tapi tahukah kamu terkait gangguan penimbunan?
Biasanya individu menyimpan atau menimbun barang yang dianggapnya penting. Bagi penderita Hoarding Disorder, yang biasanya dilakukan adalah dengan cara menimbun ataupun menyimpan, baik barang yang masih layak hingga barang yang sudah kotor dan rusak. Mulai dari barang penting sampai barang yang sebenarnya pun tidak penting. Namun, individu tersebut merasa berat jika harus membuang barang-barangnya, merasa seperti ada keterikatan. Tak jarang hal ini menjadi penyebab penuhnya tempat tinggal dengan barang-barang tersebut sehingga menjadi lebih sempit bahkan sulit untuk ditinggali.
Salah satu dampak yang langsung terlihat dari perilaku ini adalah volume sampah yang meningkat. Sampah yang seharusnya diolah menjadi menumpuk banyak. Pengelolaan limbah pun tidak dapat dipungkiri menjadi lebih tidak efektif. Individu yang menumpuk barang menyimpan berbagai jenis barang, tak jarang bahan-bahan kimia pun akan tersimpan sehingga mampu mencemarkan lingkungan jika tidak terolah dengan baik. Air, tanah, bahkan udara di lingkungan akan berdampak dari perilaku ini. Menumpuk barang bisa menyebabkan barang-barang dengan tingkat mudah terbakar tinggi, menjadi penyebab kebakaran dan menyebar sehingga merusak udara lingkungan.
Perilaku menimbun barang ini juga menandakan bahwa individu menggunakan barang dengan berlebihan dan mengartikan bahwa akan banyak sumber daya alam yang tinggi pula untuk memproduksi barang-barang tersebut, tanpa diadakannya pengolahan sampah menjadi barang bermanfaat lain lagi dalam waktu yang lama.
Perilaku Hoarding Disorder ini, biasanya tidak disadari dan cenderung diabaikan karena menumpuk barang secara tidak terkendali terkadang masih dilihat sebagai bentuk antisipasi karena kemungkinan kebutuhan. Namun, jika situasi dan kondisinya sudah mengarah kepada situasi ingin menyimpan dan menumpuk tanpa mengetahui fungsi barang tersebut ke depannya bisa digunakan atau tidak, harus segera berkonsultasi dengan bantuan profesional. Perilaku menyimpan barang tak selamanya Hoarding Disorder. Namun, perlu dilihat kembali lingkungan sekitar kita, individu-individu dengan gejala-gejala yang menunjukkan kemungkinan kondisi tersebut. Hoarding Disorder ini bisa diatasi dengan pengobatan atau dengan pendekatan terapi perilaku kognitif (CBT). Dukungan dari keluarga juga dibutuhkan agar individu bisa terhindar dan menjadi lebih baik ke depannya.
Lingkungan yang turut berdampak dan mengalami masalah baru karena penimbunan barang lama ini pun, harus menjadi perhatian segala lapisan masyarakat agar kerusakan lingkungan bisa dihindari atau minimal dikurangi. Dengan pendekatan yang tepat, misalnya dengan program pengelolaan sampah yang lebih baik juga kampanye kesadaran lingkungan, diharapkan dapat membantu kesejahteraan lingkungan yang nantinya akan bermanfaat juga bagi manusia. Sehingga kesehatan mental yang sejalan dengan kesehatan lingkungan akan menghadirkan dan menggambarkan kesejahteraan manusia yang akan semakin baik di masa depan kelak.
Penulis bernama Fayza Ramulan, mahasiswi jurusan Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala.
Editor: Putri Izziah