Beberapa minggu yang lalu, saya menemukan postingan dari beberapa orang rekan-rekan mahasiswa soal penggalangan dana untuk korban banjir di Aceh Barat. Semalam juga saya melihat kembali postingan tentang pengumpulan barang maupun uang yang akan disalurkan untuk saudara-saudara Rohingya kita yang keadaannya masih bergejolak hingga saat ini. Di satu sisi saya sangat bangga dan apresiasi setinggi-tingginya kepada rekan mahasiswa yang memiliki kepedulian tinggi, terhadap masalah sosial yang masih ada di dunia ini. Di sisi yang lain saya juga merasa agak sedikit miris ketika saya temukan sebuah pernyataan, sebuah klaim atas sebuah lembaga yang ada hari ini, yaitu Pemerintahan Mahasiswa (Pema) Unsyiah.
Mungkin sebahagian kita bertanya-tanya, kenapa saya malah miris melihat fenomena ini? Tak ada yang salah atau yang aneh dengan pengumpulan sumbangan bukan?
Saya hanya ingin mengingatkan kembali kepada kita semua bahwa ada hal-hal yang harus diperhatikan, bahwa hingga hari ini belum ada pemerintahan mahasiswa yang baru pasca kerusuhan Pemilihan Raya (Pemira) 5 desember 2012 lalu. Tidak ada pelantikan pengurus PEMA yang baru maupun Surat Keputusan (SK) yang menyatakan bahwa Pema hari ini dipegang oleh pengurus yang lama.
Saya sedikit terusik ketika ada beberapa oknum yang berkumpul lalu membuat gerakan kepedulian sosial dan akhirnya mencatut nama lembaga yang notaben adalah lembaga yang sedang vakum. Lalu dengan bangganya memposting telah berkumpul sekian rupiah yang akan disumbangkan untuk korban banjir di daerah ini atas nama lembaga ini. Dan kejadian itu dengan jelas saya menyikapinya bahwa Pema Unsyiah yang mana yang mereka (oknum yang berkumpul) maksud kan? Karena seperti penjelasan saya tadi, bahwa Pema Unsyiah hari ini dalam keadaan vakum dan tidak ada pelantikan pengurus baru maupun SK yang menyatakan bahwa Pema kembali dipegang oleh pengurus yang lama.
Semalam, saya menemukan postingan yang sama, dengan pengumpulan sumbangan untuk saudara muslim Rohingya. Lagi-lagi beberapa oknum kembali mengatasnamakan Pema Unsyiah. Nampaknya isu-isu sosial seperti ini kembali menjadi tameng untuk beberapa oknum. Saya pribadi tak tahu pasti soal motif dan juga tendensi yang terjadi di belakang semua ini. Namun satu hal yang perlu kita ketahui, ada semacam pembenaran atas kejadian klaim bahwa Pema masih ada dan masih bergerak sampai saat ini.
Ayolah kawan semua, kita membuka mata, bahwa Pema dalam keadaan vakum dan tidak seharusnya beberapa oknum kembali memanaskan suasana dengan cara-cara yang tidak elegan, mengklaim lembaga dengan tameng bertajuk sosial. Saya pribadi bukan tak senang dengan kegiatan sosial yang beberapa oknum ini lakukan, namun ada poin yang menjadi kegelisahan bagi pribadi saya, yaitu sebuah pembenaran kalau hingga saat ini Pema masih bergerak dan digerakkan oleh beberapa oknum. Saya tak masalah ketika beberapa oknum ini ingin membuat gerakan sosial dan membantu sesama, namun juga harus dengan cara-cara yang baik dan tak ilegal semacam ini.
Sekedar ingin membagi pengalaman, soal Rohingya saya dan beberapa teman di Universitas Sumatra Utara (USU), sudah beberapa kali menyambangi Rudenim di Belawan untuk sekedar bertegur sapa dan sedikit memberikan bantuan untuk pengungsi Rohingya yang ada disana. Saya juga mengambil kesimpulan bahwa meraka memang pantas dan layak untuk dibantu, dan saya juga akan turut dalam barisan gerakan untuk pengumpulan sumbangan ketika cara dan juga sistem yang diberlakukan adalah baik, dan tidak ilegal dengan mengklaim suatu lembaga seperti ini.
Mungkin beberapa orang geram dengan kebawelan saya, namun teringat sebuah kata “Membiarkan kebodohan, membiarkan pembohongan adalah sebuah kejahatan, dan setiap kejahatan haruslah dilawan”
Semoga niat baik dan tulus rekan-rekan mahasiswa semua mendapat balasan yang setimpal oleh Allah SWT, sekian, Wasalam
Banda Aceh, 16 April 2013
Arif Zailani Siregar/Mahasiswa Keperawatan Unsyiah