Muhammad Abdul Hidayat & Shella Agustia Putri [AM] | DETaK
Aceh Selatan- Di tengah terik matahari di kawasan tempat pelelangan ikan (TPI) Tapaktuan, terlihat seorang pria paruh baya sedang menimba air laut dan menyiramkannya ke badan perahu milik nelayan yang siap untuk dibersihkan. Wajahnya tampak begitu fokus membersihkan dan sesekali tertawa mendengar candaan para nelayan yang sedang beristirahat.
Namanya Zamzami, seorang pria berusia 45 tahun yang sudah bekeluarga dan sekaligus menjadi tulang punggung di keluarganya. Ia bertempat tinggal di Desa Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, sebuah desa yang bersanding langsung dengan samudera Hindia di sebelah barat dan pegunungan di sebelah timur. Sebagai figur suami dan juga ayah dari dua orang anaknya, ia bekerja keras menafkahi keluarganya melalui kesehariannya sebagai tukang jengek di daerah tersebut.
Tukang jengek merupakan sebutan umum di daerah Tapaktuan bagi mereka yang berprofesi sebagai perawat perahu nelayan. Nelayan beserta perahunya yang baru saja tiba dari aktivitas menangkap ikan di laut segera disambut dengan kehadiran seorang tukang jengek. Sebagai bagian dari tugasnya, tukang jengek kemudian membantu nelayan dengan memindahkan ikan-ikan hasil tangkapan ke darat. Setelah itu mereka membersihkan perahu yang baru selesai beroperasi tersebut.
Tukang jengek juga bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan perahu dengan melakukan perawatan secara optimal. Sebagai salah seorang tukang jengek di daerah itu, Zamzami mengungkapkan bahwa untuk seorang tukang jengek bisa memegang 3-5 perahu untuk dibersihkan. Waktu kepulangan nelayan yang ia nanti biasanya berkisar dalam waktu seminggu. Terkadang, satu hari dalam seminggu ada dua buah perahu yang pulang, dan seketika itu pula ia bekerja.
“Sudah diatur memang berapa perahu yang dipegang sama masing-masing tukang jengek, misalnya lima perahu, lima perahu itulah yang kita bersihkan. Kadang juga kita bantu angkat barang seperi es batu, minyak, air,” ujar Zamzami.
Zamzami berangkat kerja dari rumah untuk menunggu perahu yang pulang dari pukul enam pagi dan melakukan pekerjaannya hingga sore. Terkadang malam pun ia bekerja jika ada perahu yang baru tiba dan membutuhkan bantuan untuk membongkar hasil tangkapan.
Sebagai pencari nafkah yang memiliki pekerjaan utama sebagai tukang jengek, Zamzami mampu menghidupi istri dan kedua anaknya. Upah yang didapat untuk membersihkan satu perahu berkisar antara 150-200 ribu. Di samping upah tersebut, Zamzami juga terkadang mendapat rezeki lebih dari membantu nelayan membongkar hasil tangkapan, yaitu berupa uang atau ikan hasil tangkapan tersebut. Untuk menambah penghasilan, terkadang Zamzami membantu menjual ikan dari nelayan di TPI Tapaktuan.
“Kadang-kadang ada 200 atau 150 ribu. Menurut rezekinya, kalo lebih rezekinya, lebih juga didapat. Kalo lagi gak ada perahu, kadang-kadang kita jual ikan,” ucapnya.
Tak mudah membersihkan perahu yang berukuran hingga 10 meter. Zamzami mengaku terkadang mengajak temannya untuk membantunya membersihkan perahu nelayan yang pulang, apalagi jika ada lebih dari satu perahu yang pulang sekaligus. Perihal upah, Zamzami dan temannya membagi dua dari hasil yang diberikan oleh pemilik perahu.
Dalam situasi pandemi Covid-19, mengingat pekerjaan tukang jengek ini sangat bergantung pada jumlah nelayan yang melaut, Zamzami mengungkapkan tak ada hambatan yang dirasakan olehnya dan juga dengan tukang jengek yang lain. “Di laut kan kerumunan tidak ada, jadi gak ada masalah,” katanya.
Zamzami dengan kesehariannya mengajarkan kita untuk terus berjuang menafkahi hidup dan keluarga. Nyatanya, profesi tukang jengek memang dapat membantu kebutuhan sehari-hari, namun itu tak terlepaskan dari pekerjaan yang menguras tenaga berlebih dan bermandikan keringat setiap harinya.
Teriknya panas matahari di tepi pantai yang menyengat kulit tentunya telah menjadi teman akrabnya. Tidak pernah terlintas di kepalanya untuk mengeluh akan tugas-tugas yang ia jalani selama ini. Ia adalah potret manusia tegar yang mampu menerjal aral kehidupan melalui sifat pantang menyerah yang ia punya.[]
Editor: Indah Latifa