Beranda Cerpen Meet You Again in SOTR

[DETaR] Meet You Again in SOTR

BERBAGI
Ilustrasi. (Badriatul Istiqamah/DETaK)

Nihayatul Afifah Husna | DETaK

Namaku Syifa, aku memiliki sahabat bernama Oliv, kami berteman sejak kecil. Sebenarnya ada satu lagi sahabatku, yaitu Alan, namun sejak usianya 7 tahun ia dan keluarganya pindah ke luar kota. Sejak saat itu kami tidak pernah berkomunikasi lagi sampai saat ini.

Aku dan Oliv memiliki sedikit kesamaan yaitu sama-sama tidak bisa diam, selalu berisik di manapun kami berada. Mungkin hal ini yang membuat kami berteman sampai saat ini, hanya Alanlah yang selalu menjadi penengah saat kami bertengkar dan berisik.

Tahun ini aku dan Oliv masuk ke dunia perkuliahan, tentu saja ini pertama kalinya bagi kami melangsungkan bulan suci Ramadhan di tanah perantauan, sedikit merasa kesulitan dalam mengontrol makanan terutama saat sahur. Namun dengan adanya Oliv di sampingku, ia bisa membantuku. Perbedaan jurusan yang kami ambil membuat jadwal kuliah kami berbeda sehingga mengharuskan Oliv untuk pulang kampung terlebih dahulu.

Akhirnya setelah melewati segala macam drama perkuliahan yang menyita hampir seluruh waktuku, kini tiba saatnya aku untuk mudik.

Malam ini juga aku akan melakukan perjalanan yang sedikit jauh. Senang sekali rasanya, bagaimana tidak, sebentar lagi aku akan berkumpul dengan keluargaku dan juga pastinya aku akan bertemu dengan sahabatku tercinta, Oliv.

“Ah, ternyata begini rasanya ingin pulang kampung,” kataku sambil cekikikan.

Selepas melangsungkan salat isya, aku dijemput oleh mobil sewa yang akan membawaku menuju kampung halaman.

“Akhirnya aku pulang juga, rasanya tidak sabar ingin kumpul bersama keluarga menceritakan segala pengalaman yang aku dapatkan selama berkuliah,” bisikku dalam hati sambil tersenyum membayangkan bagaimana bahagianya ayah dan ibu akan menyambutku.

Mobil sewa yang membawaku tiba-tiba mogok begitu saja di tengah jalan yang sunyi. Aku sangat panik, bagaimana jika saat sahur tiba aku belum sampai rumah. Bodohnya lagi aku tidak membawa bekal sama sekali karena terlalu bersemangat untuk pulang.

“Aduh bagaimana ini, semoga saja mobilnya segera bisa diperbaiki.”

Dua jam berlalu namun mobil belum juga bisa diperbaiki, alarm di handphone-ku berbunyi menandakan waktu sahur telah tiba. Dengan sangat terpaksa aku hanya meminum air mineral saja tanpa memakan apapun.

Tempat yang tadinya sunyi kini telah ramai terisi oleh mobil yang sedang berhenti untuk sahur dan juga membantu mobil kami yang sedang mogok tersebut.

Saat aku sedang meminum air tiba-tiba saja seorang pria menghampiriku dan menyodorkan sebungkus roti selai. “Ambillah,” ujar pria tersebut dengan wajah dinginnya.

Aku hanya terdiam tanpa menerima roti tersebut. Tanpa diduga pria tersebut menarik tanganku dan meletakkan roti tersebut di telapak tanganku.

“Makanlah,” ucap pria tersebut sambil berlalu pergi masuk kembali ke dalam mobil sewa yang lainnya.

Tanpa sadar setetes air mataku jatuh begitu saja, pria berperawakan tinggi dengan tubuh yang tegap, kumis tipis membingkai di atas bibirnya, kulit kuning langsat serta mata sipit, si pemilik mata sipit itu telah kembali. Baru saja aku ingin mengejar pria tersebut, supir mobil sewa yang ia naiki sudah memanggil para penumpangnya untuk melanjutkan perjalanan.

Sesampainya di kampung halaman, aku disambut hangat oleh kedua orang tuaku dan tentunya sahabatku tercinta, Oliv. Lelah yang menerpaku mengharuskanku untuk beristirahat.

“Apakah dia telah kembali?” Pikiranku berkecamuk mengingat pria yang memberikanku roti saat sahur di jalan tadi.

Keesokan harinya, takbir telah berkumandang. Aku bersama Oliv sedang berjalan menuju masjid untuk melangsungkan sholat Idul Fitri berjamaah. Di tengah jalan aku terkejut melihat sosok pria bermata sipit yang kemarin pagi telah memberiku roti, ternyata bukan hanya aku yang terkejut tapi Oliv juga mengalami hal yang sama.

“Syifa apakah aku tidak salah lihat?” tanya Oliv.

“Entahlah, Oliv. Kemarin pagi aku berjumpa dengannya, saat itu mobil sewa yang aku naiki tengah mogok dan dia datang menghampiriku memberikan sebungkus roti selai,” kataku lesu.

Selepas sholat Idul Fitri, lagi-lagi aku dan Oliv berpapasan dengan pria bermata sipit tersebut. Tanpa diduga pria bermata sipit tersebut menghampiri kami seraya berkata, “Hai, Syifa! Hai, Oliv! Bagaimana kabarnya apakah kalian melupakanku?” tutur pria bermata sipit tersebut.

“Bagaimana mungkin kami melupakanmu, ke mana saja kamu Alan selama ini tidak pernah mengabari kami sebagai sahabatmu?” teriakku sedangkan Oliv sudah menangis di sampingku.

“Maafkan aku Syifa dan Oliv, saat aku baru pindah nomor handphone kalian hilang entah ke mana. Maka dari itu aku tidak pernah menghubungi kalian,” ucap Alan seraya tersenyum hangat kepada kami berdua, sahabat kecilnya dulu.

“Lalu mengapa kemarin pagi saat kau memberikanku sebungkus roti kau tidak menyapaku, Alan?” tanyaku dengan mata berlinang.

“Maafkan aku Syifa, aku hanya terlalu kaget melihatmu kembali. Aku pikir kau dan Oliv telah melupakan aku, maka dari itu aku tidak berani menyapamu kemarin pagi, Syifa,” ujarnya seraya tersenyum hangat kepadaku dan Oliv.

Akhirnya kami melanjutkan perjalanan pulang ke rumahku untuk melepas rindu. Ya, sosok pria yang kujumpai saat sahur di jalan kemarin pagi adalah Alan, pria pemilik mata sipit yang telah 11 tahun lamanya tidak kami lihat dan kami dengar kabarnya. Ternyata sahur di jalan membawa berkah tersendiri bagiku, aku bisa melihat sahabat kecilku kembali lagi.[]

#30HariBercerita