Beranda Opini Menelaah Obyektivitas Nilai Wawancara Dibandingkan Nilai Baca Al-Qur’an dalam Suatu Tes Lembaga

Menelaah Obyektivitas Nilai Wawancara Dibandingkan Nilai Baca Al-Qur’an dalam Suatu Tes Lembaga

BERBAGI
(Ist.)

Opini | DETaK

Membaca Al-Qur’an adalah hal yang diwajibkan bagi seorang Muslim yang taat, yang mana salah satu hal yang membedakan dengan agama lain. Kita yang berada dalam lingkup serambi Mekkah membaca Al-Qur’an menjadi hal sangat penting. Mulai dari nikah sampai mau menjadi kepala daerah yang paling utama adalah tes membaca Al-Qur’an.

Namun, kita lihat realita saat ini masih ada beberapa lembaga yang mengesampingkan tes membaca Al-Qu’ran ini, lebih mementingkan nilai wawancara yang penilaiannya itu sangat subjektif. Bahkan beberapa lembaga yang di luar Aceh saja, nilai wawancara hanya sebagai formalitas dan hanya sekadar menguji komitmen tidak sebagai patokan lulus.

Iklan Souvenir DETaK

Jika berkaca 5 tahun ke belakang, tidak ditemukan bahwa nilai wawancara itu menjadi patokan, bahkan nilai kelulusan itu murni dari berkas dan kemampuan dalam membaca Al-Qur’an, karena orang pada zaman itu juga paham kalau nilai wawancara itu adalah nilai yang subjektif. Sebenarnya apa yang mau diperjuangkan? Apakah ego kepentingan pribadi? Atau kepentingan masyarakat khususnya mahasiswa?

Bukanlah berarti nilai wawancara itu tidak penting, sangat disayangkan jika nilai wawancara itu lebih dominan dibandingkan dengan membaca Al-Qur’an.

Jika nilai wawancara lebih utama dibandingkan dengan membaca Al-Qur’an ini terjadi, maka besar kemungkinan orang yang terseleksi adalah orang yang sudah dikenal oleh penyeleksi atau orang-orang yang dekat dengan tim penyeleksi. Bukan orang-orang yang memiliki kemampuan religi yang baik dengan dibuktikan dengan membaca Al-Qur’an terutama lembaga tersebut merupakan lembaga yang mengatasnamakan independen.

Semestinya jika memang nilai wawancara itu penting, maka jangan sampai nilai wawancara itu di atas nilai membaca Al-Qur’an, setidaknya persentase penilaian membaca Al-Qur’an lebih tinggi dibandingkan dengan nilai wawancara sehingga orang-orang yang lulus nantinya bisa dipertanggungjawabkan. []

Penulis bernama Sri Wahyuni. Ia merupakan mahasiswi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala.