Ahlul Aqdi [AM] | DETaK
Darussalam- Hingga 21 November 2021, dana yang dijanjikan kepada para mahasiswa yang mengikuti Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) belum juga cair sesuai janji. Padahal, berdasarkan sosialisasi Pencairan Keuangan Pertukaran Mahasiswa Merdeka pada 23 Agustus 2021 lalu, dijelaskan bahwa para mahasiswa akan mendapatkan tunjangan hidup salah satunya adalah uang saku sebesar Rp700.000 perbulan jika dilakukan secara daring, dan Rp1.200.000 perbulan jika dilakukan secara luring. Namun, dari awal semester hingga sekarang, mahasiswa belum menerima sekali pun uang saku tersebut.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sabrina Mahfuzah, mahasiswi prodi Tataboga yang diterima di Universitas Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, “Dari info awalnya itu bakal cair setiap bulan, tapi ternyata diundur-undur terus. Katanya belum cair dari pihak LPDP-nya,” ungkapnya.
Sabrina juga mengungkapkan bahwa sampai saat ini, dari banyak janji-janji biaya yang akan diberikan kepada Mahassiswa PMM, hanya uang kedatangan yang baru mereka terima.
“Sampe sekarang kampus penerima UNM belum ada yang cair, uang saku 3 bulan 2,1 juta (Uang saku untuk perkualiahan yang dilakukan secara daring). Yang baru kami dapat uang kedatangan 600 ribu,” jelasnya.
Belum cairnya dana tersebut memaksa para mahasiswa PMM melakukan patungan dengan menggunakan uang pribadi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Islahul Fuadi, mahasiswa Teknik Pertambangan yang lulus di Universitas Atma Jaya, Yokyakarta, hanya ada satu kekurangan dari Progam PMM yaitu masalah uang yang belum cair.
“Semester depan coba ikut (PMM) kalau ada. Tapi resiko ya biaya tanggung sendiri dulu. Kami dah 3 bulan ni pake uang sendiri. Gak ada kendala (selama berkuliah di Universitas Atma Jaya. Kendala satu cuman. Belum cair. Biayanya diundur-undur,” kata Islahul.
Islahul mengungkapkan bahwa alasan tertundanya pencairan dana PMM adalah karena adanya permasalahan di data. Selain itu, Islahul juga mengungkapkan bahwa salah satu temannya, yang juga mahasiswa PMM, harus menanggung biaya pesawat sendiri. Padahal dari sosialisasi 23 Agustus lalu, tiket pesawat dan kereta ditanggung oleh pihak Kampus Merdeka.
“Dari awal gak dikasih tau cairnya. Karna banyak data yang salah makanya tertunda gini. Kadang sebagian gak dapat tiket pesawat. Tapi dari kami ada satu orang yang bayar tiket sendiri karena masalah data,” ungkap Islahul.
Sabrina mengatakan bahwa mahasiswa PMM USKyang ada di Makassar sampai berjualan kecil-kecilan untuk menutupi biaya transportasi ke kampus dan biaya makan.
“Inilah yang bikin mahasiswa rusunawa putar otak jualan. Sebenarnya juga karena daerah rusun rada susah beli-beli (harus jalan jauh). Jadinya pada jualan. Awalnya bercanda, lama semakin banyak peminat. Karena 600 ribu untuk di rantau, dimana posisi nggak ada kendaraan terus susah kalau mau masak. Ya hitung aja uang gojek bolak balek kampus sama uang makan tiap hari. Apa lagi ni, kampusnya Itu letaknya 3 kilo dari asrama ini,” kata Sabrina.
Masalah biaya PMM yang belum cair ini sudah coba ditanya oleh Sabrina dan kawan-kawan ke panitia, namun panitia tidak memberi kejelasan yang pasti.
“Nah, masalahnya itu yang cair itu tu random, dari ditanya ke panitia kok bisa mereka cair gitukan. Gak ada yang jawab. Jadi betul betul random. Katanya karna ada dokumen yang salah. Justru diperbaiki dokumen tetap aja uang tu juga belum cair sampe sekarang. Alasan pasti kenapa belum cair itu simpang siur. Yang jelas panitianya nggak ngasih klarifikasi resmi.” Ungkap Sabrina.
Sabrina mengakui bahwa program PMM merupakan program yang bagus. Tapi ia berharap pihak Kampus Merdeka dapat menyiapkan programnya secara matang dahulu sebelum menerapkannya.
“Dari pihak Kampus Merdeka seharusnya nyiapin program secara matang dulu. Terlalu banyak program jadi pendanaan tidak siap. Kesannya programnya seperti dipaksakan. Padahal programnya bagus. Cuma sistem pendanaan amburadul dan pihak kampus juga banyak yang belum siap dengan program ini. Apalagi program ini rekrut peserta banyak kali sampe puluhan ribu. Yang jadi korban mahasiswa. Panitia juga kurang transparan. Jadi peserta tiap harinya digantung karena info yang simpang siur,” pungkasnya.[]
Editor: Cut Siti Raihan