Beranda Headline Setujukah Mahasiswa Jika Harus Cetak Skripsi di Kampus?

Setujukah Mahasiswa Jika Harus Cetak Skripsi di Kampus?

BERBAGI
Tanggapan pro dan kontra mahasiswa Unsyiah terhadap kebijakan wajib cetak skripsi. (Tim Riset dan Data/DETaK)

Tim Riset dan Data | DETaK

Darussalam– Pergantian status Universitas Syiah Kuala sebagai Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN-Satker) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) memberi dampak pada kebijakan-kebijakan yang akan dan telah dikeluarkan. Per 2018 ramai dibicarakan pergantian status Universitas Syiah Kuala menjadi PTN-BLU yang menuai sejumlah pro dan kontra.

Di awal tahun 2020, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) mengeluarkan kebijakan baru pada tanggal 13 Januari 2020. Kebijakan yang dikeluarkan melalui surat pemberitahuan Nomor B/200/UN11/PK.03.08/2020 atas nama Rektor Unsyiah merupakan kebijakan perihal wajib mencetak skripsi melalui Electronic Thesis and Dissertation (ETD), proyek itu bekerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Percetakan dan UPT Perpustakaan Unsyiah. Kebijakan yang telah diberlakukan sejak tanggal 20 Januari 2020 ini ditujukan kepada mahasiswa akhir yang hendak mencetak skripsi atau tugas akhirnya. Menanggapi polemik yang terjadi di kalangan mahasiswa perihal kebijakan ini, Tim Riset dan Data UKM Pers DETaK melakukan survei untuk menampung pendapat mahasiswa Unsyiah terkait kebijakan baru yang dikeluarkan.

Iklan Souvenir DETaK

Survei ini ditujukan bagi seluruh mahasiswa Unsyiah angkatan 2015 hingga 2017. Target sasaran responden ditujukan bagi mahasiswa semester 6 hingga semester 10 yang sekiranya paling merasakan dampak dari dikeluarkannya kebijakan ini. Survei dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara daring berupa Google Form. Penyebaran kuesioner dilakukan sejak 13 Februari 2020 hingga 19 Februari 2020. Dalam rentang waktu itu diperoleh 330 responden.

Dari total 330 responden yang mengisi kuesioner, 279 mahasiswa atau 84,55% dari total responden mengaku sudah mengetahui hal ini, maka dari itu Tim Riset dan Data yakin sudah banyak mahasiswa yang mengetahui mengenai kebijakan tersebut. Kendati kebijakan ini telah berjalan sejak Januari lalu, kenyataannya tidak sedikit mahasiswa yang mengaku belum mengetahui secara rinci mengenai kebijakan baru tersebut. Mahasiswa hanya mengetahui kebijakan tersebut dikeluarkan namun tidak dengan informasi rinci lainnya yang berhak mereka dapat.

Hal ini dapat dilihat melalui tabel diatas, di mana dari 330 responden, mayoritas responden atau sebesar 91,21% responden mengaku  tidak mendapatkan sosialisasi terhadap hal ini, namun 8,78% lainnya mengaku pernah mendapatkan sosialisasi. Dan 84,64% atau 278 orang dari total responden berpendapat bahwa harga yang ditawarkan dirasa jauh dari harga percetakan pada umumnya. Sehingga 259 atau 78,48%  dari 330 responden yang mengikuti survei mengaku tidak setuju terhadap kebijakan ini, sedangkan 15,45% responden merasa biasa saja dan sisanya sebesar 6,06% setuju dengan kebijakan ini.

Walau aplikasi ETD Unsyiah sendiri telah ada sejak 6 tahun yang lalu, namun masih sangat sedikit mahasiswa yang memahami bagaimana langkah-langkah mencetak menggunakan aplikasi ETD. Kurangnya sosialisasi terhadap kebijakan yang diterapkan kepada mahasiswa lah yang membuat mahasiswa tidak setuju apabila harus diwajibkan mencetak tugas akhir mereka di UPT Percetakan dan Penerbitan Unsyiah.

Kebijakan ini tentunya mendapat perhatian dari mahasiswa, ada yang menyetujui, biasa saja dan yang tidak menyetujui sama sekali. Berikut ini pendapat mahasiswa yang telah dirangkum oleh Tim Riset dan Data.

Editor: Missanur Refasesa