Cut Siti Raihan | DETaK
Banda Aceh- Beberapa perwakilan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) keluar dari gedung DPRA sekitar pukul 14.15 WIB untuk menemui massa. Tetapi, hal tersebut tidak berlangsung lancar karena para demonstran mendesak anggota perwakilan DPRA tersebut untuk turun dari “panggung”.
Dengan arahan koordinator lapangan (korlap), Rezka Kurniawan, keadaan dapat terkendali kembali sehingga pembacaan poin-poin tuntutan dapat berlangsung lancar.
Poin tuntutan yang diajukan oleh mahasiswa yang menamai diri mereka dengan gerakan Koetaradja Memanggil yaitu:
1. Mendesak presiden untuk mengeluarkan Perppu pembatalan/pencabutan terhadap pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja.
2. Mendesak DPRA dan DPR RI untuk menyatakan sikap penolakan dengan menandatangani petisi penolakan serta mendukung presiden untuk mengeluarkan Perppu pembatalan/pencabutan terhadap pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja sebagai representasi dari masyarakat Aceh.
3. Mendesak DPRA untuk menjaga kedudukan Aceh sebagai daerah keistimewaan atau daerah yang memiliki otonomi khusus yang berlandaskan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
4. Mendesak permintaan maaf dari anggota dewan Dapil Aceh yang merupakan bagian dari fraksi-fraksi partai yang mendukung UU Omnibus Law Cipta Kerja.
5. Mendesak pemerintah dalam hal ini DPRI untuk meminta maaf kepada masyarakat Indonesia terhadap pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan.
6. Mendengar dan meminta DPR RI untuk mengindahkan aspek transparasi, aspirasi, dan partisipasi publik terhadap proses pembentukan peraturan perundang-undangan Omnimbus Law Cipta Kerja ini.
Poin tuntutan ini disetujui oleh empat perwakilan DPRA yaitu H. T. Ibrahim, Bardan Sahidi, Fuadri, dan Noraidahaifi. “Ya, kami setuju,” jawab keempatnya.
Keempat perwakilan DPRA tersebut mengatakan akan memenuhi poin-poin tuntutan di atas dalam waktu 24 jam.
“Kalau misal pihak DPRA tidak memenuhi janjinya dalam 24 jam, kita akan adakan aksi lanjutan,” ujar Rezka Kurniawan. [*]
Editor: Indah Latifa