Beranda Feature Alue Demam, Permata Wisata yang Mengandung Nilai Sejarah

[DETouR] Alue Demam, Permata Wisata yang Mengandung Nilai Sejarah

BERBAGI
Keadaan Krueng Pinang. (Nadiatun Mutmainnah/DETaK)

Nadiatun Mutmainnah | DETaK

“Sejarah akan selalu dikenang ketika kejadian demi kejadian diceritakan dan tak dihentikan. Begitulah orang zaman dahulu melestarikan sejarah yang ada, dengan menggoreskan aksara pada batu, menyampaikan secara lisan pada anak dan cucu atau menuliskan sejarah indah yang mereka lalui pada selembar dedaunan, yang jelas bukan pada buku.”

Cuaca sangatlah terik, bulan Ramadhan memang selalu begitu bukan? Tetapi tidak membuat sang Nenek lelah untuk melanjutkan cerita kepada cucunya. Dengan dalih agar mereka tidak meminta buka puasa, jadilah diceritakan sebuah sejarah yang membuat mereka terpaku dengan indah mendengar rentetan kisah yang diceritakan Nenek. Ya, Nenek memang suka bercerita kisah zaman dahulu kepada cucu-cucunya ketika kami berkumpul. Mulai dari asal mula dinamakan sebuah tempat, dongeng fabel zaman dahulu bahkan Nenek juga kadang bercerita tentang dasyatnya perang ketika masa penjajahan dahulu. Kali ini, Nenek menceritakan sebuah cerita asal mula terjadinya tempat yang bernama “Alue Demam”.

Iklan Souvenir DETaK

Alue Demam, Namamu Selalu Dikenang

Alue Demam merupakan salah satu tempat bersejarah yang ada di Gampong Lampoh Lada, Kemukiman Beuracan, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya. Alue Demam merupakan destinasi wisata alami yang sangat khas dengan adanya sungai dan air terjun mini di pinggirannya. Disana juga banyak terdapat aliran air atau kali yang dikenal dengan nama Alue. Dengan air yang begitu bersih dan terlihat jernih sehingga tampak berkilau terkena cahaya matahari. Segar sekali. Air sungai di Alue Demam kadang juga bisa diminum begitu saja tanpa dimasak terlebih dahulu. Keadaan disana sangatlah terik di siang hari namun tetap sejuk di waktu yang bersamaan karena hembusan angin yang begitu damai. Nenek bilang dari situlah Alue Demam diberi nama sebagai nama tempat. Alue merupakan aliran

Watee malam inan lupie that, ban ta beudoh singeh ji hie eumbon manteng na bak naleung,” begitulah salah satu penggalan kalimat yang nenek ucapkan. (Malam hari, cuaca disitu dingin sekali, ketika kita bangun keesokan harinya, air embun masih ada di atas rumput-rumputan).

Alue Demam yang masih alami dan belum terjamah aset wisatanya itu sekarang sudah bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Namun jalannya belum sepenuhnya diaspal, masih ada beberapa bagian yang belum terkena aspal sehingga kadangkala menyulitkan orang yang datang ke Alue Demam. Sekarang, disana tidak hanya terdapat perkebunan dan persawahan tetapi sudah banyak dibangun rumah bantuan untuk penduduk. Dulunya, petani daerah tersebut hanya memiliki balee kecil yang digunakan sebagai tempat berteduh namun sekarang mereka sudah banyak yang memiliki rumah bantuan.

Jameun watee masa awak mak rokeuh manteng ubeut, kamoe jak ekk u glee ngen tapak, kadang wate woe dari glee kamoe gulam padee saboh eumpang sapoe, hana becak jameun. Pajoeh bu dari hasee keumukoh di blang, gulee poet bak lampoh dan ungkot jak jeuu bak krueng. Nyan lagee nyan kamoe jameun,” cerita Nenek tentang kehidupan zaman mereka dahulu di Alue Demam (Zaman dulu ketika Ibu kalian masih kecil, kami naik gunung dengan berjalan kaki, kadangkala ketika kembali ke rumah, kami memikul padi satu karung, tidak ada becak zaman dahulu. Nasi didapatkan dari hasil panen di sawah, sayuran kami petik di kebun dan ikan kami pancing di sungai. Begitulah kehidupan kami dulu).

Persawahan di Alue Demam
Irigasi Alue Demam

Krueng Pinang, Air Sungai Sejuk yang Tak Terbantahkan

Menaiki puncak bukit yang lumayan menguras tenaga karena jalannya yang masih bebatuan, kita akan menemukan pemandangan alam yang tak kalah menariknya. Nenek mengatakan bahwa tempat tersebut bernama Krueng Pinang. Nenek bilang, kami tidak boleh berbuat ria ketika sampai disana karena konon katanya Alue Demam ini adalah tempat persinggahan para aulia Allah dan tempat ini juga keramat. Orang yang bukan mahram dilarang keras untuk berduaan disini karena pernah ada kejadian air sungai mendadak berubah warna menjadi cokelat pertanda banjir akan datang. Usut punya usut, ternyata ada yang datang dengan yang bukan mahram dan bercanda ria di air terjun mini tersebut. Jadi, untuk mencegah hal tersebut terulang kembali maka mukim daerah tersebut melarang orang yang bukan mahram untuk berduaan di daerah Alue Demam.

Air terjuan mini di Alue Demam
Suasana Krueng Pinang dari Kejauhan

Alue Demam, Krueng Pinang dan Mesjid Teungku di Pucok Krueng

Masjid Teungku di Pucok Krueng atau yang lebih dikenal dengan Masjid Beuracan merupakan salah satu masjid yang bersejarah di Pidie Jaya. Masjid yang terletak di Kemukiman Beuracan, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya ini sangat mudah diakses karena lokasinya tepat di samping jalan raya lintas Banda Aceh-Medan. Berada di bantaran Krueng Beuracan, terdapat dua masjid dalam satu komplek yang terlihat kokoh dengan ciri khas arsitektur klasik sangat elok dipandang mata dan hingga kini masih tetap terjaga. Masjid yang dibangun ratusan tahun silam ini masih digunakan masyarakat disana untuk menunaikan ibadah, baik shalat lima waktu maupun shalat Jumat serta salat tarawih di bulan Ramadan.

Jejak rekam sejarah masjid tua ini, dibangun oleh Teungku Abdussalam (Ada yang menyebutkan Abdussalim) yang kerap dikenal dengan Teungku Chik Di Pucok Krueng. Nama Teungku Chik Di Pucok Krueng inilah yang kemudian ditabalkan pada masjid tertua di Meureudu ibukota kabupaten yang masih berusia 13 tahun. Pucok Krueng itu tersendiri terletak di ujung Krueng Pinang dan konon katanya disana terdapat makam Teungku Dipucok Krueng tetapi masih belum dipastikan kebenarannya. Hal ini dikarenakan beliau pada saat itu menghilang kea rah barat.

Harapan Kepada Pihak Terkait untuk Menjaga dan Melestarikan Alue Demam

Alue Demam merupakan permata wisata yang belum disepuh sehingga masih terlihat alami dan jauh dari kata jajahan tangan manusia. Sebagai salah satu penduduk tetap daerah Beuracan, saya berharap kepada pihak yang berwenang agar tetap menjaga kelestarian keindahan Alue Demam, apalagi Krueng Pinang yang menjadi puncaknya aliran air ke daerah perkampungan. Menjaga permata wisata memang susah jika hanya sebagian pihak yang berkecimpung namun jika semua sadar akan kelestarian alam maka semua pasti tergerak hatinya untuk menjaga dan melestarikan permata ala mini.

Kamoe jameun bak krueng pinang nyan meumanoe dan meukawe ungkot. Ie angkot mandum inan, leupi hana payah ta je pie eh,” ujar Nenek menutup cerita. (Kami dulu di Krueng Pinang mandi dan mencari ikan. Air kami angkut dari sungai tersebut, dinginnya tiada tara, tidak harus kita tambahkan es batu lagi). []

Editor: Della Novia Sandra