Beranda Editorial Polemik Paskibraka Lepas Jilbab. Hijab Itu Hak, Harus Dihormati

[Editorial] Polemik Paskibraka Lepas Jilbab. Hijab Itu Hak, Harus Dihormati

BERBAGI
(Ilustrasi. Rahil Alya Fadhilah/DETaK)

Redaksi | DETaK

Isu terkait hijab para Pasukan Pengibar Bendera Pustaka (Pakibraka) Nasional yang dilepas akhir-akhir ini memicu polemik di tengah masyarakat. Menjelang momen peringatan kemerdekaan, masyarakat justru dihadapkan dengan wujud terkungkungnya kebebasan dengan alasan “keseragaman”.

Dalam kasus ini 18 anggota putri Paskibraka Nasional dilaporkan melepaskan hijab saat pengukuhan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Selasa, 13 Agustus 2024 sebab peraturan yang dibuat oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Sontak, keputusan ini menuai kritik keras dari masyarakat yang berpendapat BPIP telah melanggar hak individu anggota dalam menjalankan ibadah.

Iklan Souvenir DETaK

Sejak awal, Paskibraka menjadi lambang nasional dan simbol kedisiplinan. Setiap tahun, anak-anak bangsa dipilih menjadi perwakilan dalam menjalankan tugas mulia di hari kemerdekaan. Namun ketika standar acara kenegaraan ini bertentangan dengan keyakianan agama para anggota, kita harus bertanya di mana letak keseimbangan antara keseragaman atau kebebasan dalam beragama?

Isu ini bukan hanya seputar masalah seragam, namun lebih dari itu. Isu ini menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mempertahankan keseimbangan antara disiplin dan kebebasan dalam beragama. Bagi seorang muslimah, hijab menjadi identitas dan ketaatannya dalam beragama. Memintanya untuk melepaskan hijab dapat dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yakni haknya untuk menjalankan ibadah.

Sudah seharusnya setiap aturan atau kebijakan menghormati keberagaman keyakinan yang ada dalam masyarakat, pun hal ini sudah tertuang dalam sila pertama Panca sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” di mana Indonesia mengakui dan menghormati keyakinan setiap warganya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Meskipun dalam kasus ini, pihak penyeleggara beragumen bahwa seragam adalah simbol kedisiplinan dalam persatuan bangsa. Namun sudah sepatutnya ditanyakan apakah aturan ini masih relevan dan tidak melanggar kebebasan individu? Terutama di Negara Indonesia yang memiliki keberagaman dalam menganut keyakinan?

Perlu adanya solusi yang lebih bijaksana. Paskibraka akan tetap bisa menjadi simbol kesatuan dan kebanggaan nasional tanpa harus mengorbankan Hak Asasi para anggota dalam beragama. Sudah seharusnya Indonesia memberikan contoh dalam menghargai keberagaman.

Isu ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah dan institusi untuk kembali mengevaluasi kebijakan yang ada. Apakah peraturan ini benar-benar mencerminkan semangat Pancasila? Menjaga semangat dan membangun persatuan tidak berarti harus mengesampingkan kebebasan beragama.

Sebagai bangsa, kita perlu terus berdialog dan mencari jalan tengah yang menghormati semua pihak. Menjaga semangat kebangsaan tidak harus berarti mengesampingkan kebebasan beragama. Dengan menyesuaikan aturan seragam Paskibraka yang lebih inklusif, kita dapat memastikan bahwa setiap anggota merasa dihargai, tanpa harus memilih antara patriotisme dan keyakinan mereka, sesuai dengan semangat sila pertama Pancasila. Karena pada dasarnya bangsa Indonesia telah diseragamkan oleh keberagaman.