Beranda Artikel Tanggapan Mahasiswa Terhadap Organisasi Kampus, Antara Kesibukan Dan Ketakutan

Tanggapan Mahasiswa Terhadap Organisasi Kampus, Antara Kesibukan Dan Ketakutan

BERBAGI
Ilustrasi. (Raisa Amanda/DETaK

Raisa Amanda | DETaK

Organisasi kampus yang selama ini dianggap sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan jiwa kepimpinan dan memperluas jaringan, kini justru menghadapi tantangan besar. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak mahasiswa yang memilih untuk tidak terlibat dalam organisasi kampus. Fenomena yang sedang terjadi ini pun memicu keresahan bagi beberapa organisasi yang mulai kewalahan dalam mencari anggota baru. Berbagai alasan dikemukakan oleh mahasiswa, mulai dari padatnya jadwal perkuliahan hingga kekhawatiran akan proses seleksi dan orientasi yang dianggap cukup sulit.

Salah satu mahasiswa jurusan Sendratasik yang berinisial NF, menceritakan bahwa kesibukannya dalam dunia akademis dan kegiatan lainnya membuat dirinya tidak sempat untuk ikut dalam organisasi kampus.

Iklan Souvenir DETaK

“Dalam seminggu, saya disibukkan dengan tugas kuliah, praktik, dan kegiatan di sanggar, sehingga jadwal saya terlalu padat untuk menambah kegiatan dengan mengikuti organisasi kampus,” tuturnya.

NF mengakui bahwa mengikuti organisasi akan memberikan banyak manfaat, terutama dalam hal pengembangan jiwa kepemimpinan dan memperluas relasi. Namun, ia merasa mendapatkan pengalaman yang serupa melalui keterlibatannya dalam kegiatan lain, seperti di sanggar seni tempatnya beraktivitas.

“Alternatifnya, saya lebih fokus untuk menambah teman dan mengikuti kegiatan lain, baik di kampus maupun di sanggar,” ujarnya

Fenomena ini tidak hanya dialami oleh NF saja. Banyak mahasiswa lain yang juga merasa terbebani dengan jadwal kuliah dan tugas-tugas lainnya, sehingga memilih untuk tidak ikut organisasi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi organisasi kampus yang biasanya mengandalkan partisipasi aktif mahasiswa baru. Banyak organisasi, seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang kesulitan merekrut anggota baru karena banyak mahasiswa yang merasa tidak punya waktu atau takut dengan proses yang harus mereka lalui untuk bergabung.

Mahasiswa berinisial M yang berasal dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan juga menceritakan pengalamannya terkait dirinya yang tidak ikut berorganisasi di kampus. Ia menjelaskan selain karena tidak berani, pengalaman yang didengarnya tentang kegiatan orientasi dibeberapa UKM juga menjadi salah satu alasan dirinya enggan untuk bergabung.

“Saya ingin mendaftar dibeberapa UKM, tetapi saya takut dengan kegiatan orientasinya. Saya dengar orientasinya cukup berat, bahkan ada yang mengharuskan menginap. Saya juga pernah mendengar cerita bahwa beberapa organisasi mengharuskan anggota barunya melakukan kegiatan yang tidak mengenakkan, seperti berbagi makanan dan memakannya dalam kondisi yang tidak layak,” ungkapnya.

Selain itu, sebagian mahasiswa juga merasa kurang memiliki keterampilan di bidang minat dan bakat yang ditawarkan UKM sehingga enggan untuk mendaftar.

“Saya tertarik dengan UKM yang berbasis minat dan bakat, seperti UKM bulu tangkis, tapi saya merasa kurang berbakat di bidang tersebut sehingga tidak berminat untuk bergabung,” lanjutnya

Meskipun organisasi kampus memiliki banyak manfaat, seperti pengembangan diri di bidang kepemimpinan dan mendapatkan banyak relasi, kini banyak mahasiswa yang lebih memilih jalur lain untuk mengembangkan dirinya. Mereka mencari alternatif yang dinilai lebih fleksibel dan tidak membutuhkan komitmen yang berat. Salah satu alternatif yang kerap ditempuh mahasiswa adalah dengan mengikuti program di luar kampus itu sendiri, seperti pertukaran mahasiswa merdeka (PMM), Magang, dan Kampus Mengajar. Program tersebut memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar dan berkontribusi tanpa harus terlibat langsung dalam organisasi Kampus. []

Editor: Pramudiyanti Saragih