Beranda Artikel Wajib Tahu, Inilah Tiga Jenis Kondisi Mental yang Dialami Milenial

Wajib Tahu, Inilah Tiga Jenis Kondisi Mental yang Dialami Milenial

BERBAGI
Ist. (Sumber: Pinterest)

Artikel | DETaK

Tren mengenai pemahaman pentingnya kesehatan mental kini mengalami perkembangan yang pesat terutama bagi generasi milenial yang semakin memahami bagaimana pentingnya kondisi mental terhadap lingkungan sekitarnya. Bahkan kini, dalam media sosial sering kita jumpai akun-akun yang membahas atau mengangkat isu kesehatan mental ini. Ternyata ada beberapa gangguan-gangguan dari kesehatan mental yang paling banyak dialami oleh generasi milenial.

Apa sih kesehatan mental itu? Menurt WHO (2004), kesehatan mental adalah kondisi sejahtera di mana individu mampu menyadari kemampuan yang ia miliki, mengatasi tekanan dan stres dalam kehidupan sehari-hari, bekerja produktif, dan mampu berkontribusi aktif di lingkungan atau komunitasnya.

Iklan Souvenir DETaK

Lalu, kondisi seperti apa yang masuk dalam kategori mengalami masalah kesehatan mental? Dan, apakah kita sehat mental? Terdapat suatu istilah mental distress, yakni perasaan yang dialami oleh seseorang ketika dihadapkan pada situasi yang menimbulkan ketidaknyamanan, misalnya tidak memiliki pekerjaan tetap, mengalami PHK, beban kerja yang tinggi, banyaknya tugas sekolah, dikhianati teman, dan sebagainya. Berbagai situasi tersebut akan memicu munculnya perasaan seperti sedih, kecewa, merasa bersalah, pesimis, marah, benci, atau lainnya. Kondisi-kondisi ini sangatlah wajar, karena bagaimanapun juga, kita akan selalu dihadapkan pada situasi yang sifatnya dinamis dan tidak terduga. 

Trauma yang tidak teratasi ini terakumulasi dan menyebabkan stres. Sayangnya, tidak banyak orang tua yang menyadari anak mereka mengalami gangguan mental. Padahal, gejalanya mudah dikenali, seperti suasana hati yang cenderung berubah dalam waktu yang terbilang singkat, mudah marah dan emosional, hingga menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan. 

Sebenarnya, apa saja jenis gangguan mental pada anak milenial yang perlu diketahui para orangtua? Berikut beberapa di antaranya:

  1. Gangguan Kecemasan

Kecemasan adalah suatu istilah yang menggambarkan gangguan psikologis yang dapat memiliki karakteristik yaitu berupa rasa takut, keprihatinan terhadap masa depan, kekhawatiran yang berkepanjangan, dan rasa gugup. Rasa cemas memang biasa dihadapi semua orang. Namun, rasa cemas disebut gangguan psikologis ketika rasa cemas menghalangi seseorang untuk menjalani kehidupan sehari-hari dan menjalani kegiatan produktif.

Penyebab pasti rasa cemas tidak diketahui. Namun, sudah terbukti bahwa rasa cemas disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor tertentu. Faktor lingkungan seperti trauma masa kecil (contohnya kekerasan rumah tangga, kehilangan orang tua, dll) atau masalah besar dalam hidup (contohnya krisis finansial dan gagalnya hubungan asmara) dapat memicu kecemasan. Kecemasan atau mudah cemas bukan disebabkan oleh lemahnya kepribadian seseorang atau pendidikan yang buruk.

Adapun gejala-gejala yang dialami yakni:

  • Perasaan mudah marah, tersinggung, sedih, atau khawatir
  • Tidak dapat fokus dan tenang
  • Susah tidur
  • Ketakutan dan panik
  • Jantung berdebar-debar tanpa alasan jelas
  • Tangan dan kaki berkeringat dingin
  • Rasa kesemutan di tangan atau kaki
  • Otot-otot menegang
  • Pusing dan mual
  • Mulut kering

2. Gangguan Makan

Gejala yang dirasakan penderita gangguan makan bervariasi, tergantung dari jenis gangguannya. Gejala gangguan makan berlebihan biasanya berupa:

a. Bulimia nervosa

Bulimia nervosa merupakan gangguan makan yang membuat penderitanya ingin segera membuang makanan yang dikonsumsinya dengan cara yang tidak sehat, antara lain dengan:

  • Memuntahkan kembali makanan yang telah dimakan.
  • Menggunakan obat pencahar atau obat yang membuang cairan tubuh.
  • Tindakan tersebut dilakukan karena penderita merasa bersalah telah makan banyak dan takut berat badannya berlebih.

b. Anoreksia nervosa

Gangguan ini membuat penderitanya membatasi asupan makannya karena merasa berat badannya berlebihan, meskipun pada kenyataannya, tubuhnya sudah ramping atau justru terlalu kurus. Penderita anoreksia nervosa juga akan menimbang berat badannya secara berulang-ulang.

Asupan kalori yang terlalu sedikit pada penderita anoreksi nervosa dapat menyebabkan gangguan berupa:

  • Tumbuhnya rambut atau bulu halus di seluruh tubuh (lanugo).
  • Kulit kering.
  • Otot menjadi lemah.
  • Sering merasa kedinginan akibat suhu tubuh yang rendah.
  • Menstruasi menjadi tidak teratur, bahkan tidak mengalami haid.
  • Hipotensi atau darah rendah.
  • Anemia atau kurang darah.
  • Tulang keropos.
  • Beberapa organ tidak berfungsi (kegagalan multiorgan).

c. Gangguan makan berlebihan

Pada akan makan dengan cepat dan dalam porsi sangat banyak. Meski tidak lapar, makan berlebihan, penderita sering kehilangan kendali diri saat makan. Akibatnya, penderita gangguan ini akan memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Gejala gangguan makan berlebihan biasanya berupa:

  • Mengonsumi makanan dalam jumlah banyak.
  • Makan dengan sangat cepat.
  • Tetap makan saat perut sudah kenyang.
  • Bersembunyi saat makan karena malu bila terlihat orang.

3. Depresi

Depresi adalah kelainan suasana hati yang menyebabkan perasaan sedih dan kehilangan minat terus-menerus. Depresi biasanya akan memengaruhi seseorang dalam berpikir dan berperilaku, serta dapat memicu berbagai masalah fisik maupun emosional.

Seseorang yang mengalami depresi, dapat mengalami masalah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Bahkan tak jarang mereka merasa bahwa hidup sudah tidak ada gunanya lagi. Meski demikian, seseorang yang mengalami depresi bukan berarti sosok yang lemah. Sebab depresi merupakan suatu penyakit yang dapat disembuhkan.

Penyebab Depresi

Hingga saat ini, belum diketahui dengan pasti apa penyebab depresi. Namun, penyakit ini dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, seperti:

  • Perubahan biologis. Orang-orang dengan depresi mengalami perubahan fisik di dalam otak mereka. Perubahan yang dimaksud belum dapat dijelaskan secara pasti.
  • Ketidakstabilan reaksi kimiawi dalam otak. Dalam suatu penelitian ditemukan jika zat-zat kimia yang terdapat dalam otak mungkin berperan dalam terjadinya depresi. Perubahan dalam zat kimia otak tersebut akan mengakibatkan perubahan kestabilan mood dalam seseorang.
  • Perubahan hormon. Perubahan dalam keseimbangan hormon di dalam tubuh dapat memicu terjadinya depresi. Perubahan hormon dapat terjadi saat kehamilan, selama beberapa minggu atau bulan setelah persalinan, akibat masalah tiroid, menopause, atau kondisi-kondisi yang lain.
  • Keturunan keluarga. Depresi lebih sering terjadi pada orang-orang yang dalam keluarga sedarahnya juga memiliki kondisi ini. Para peneliti saat ini masih berupaya untuk menemukan gen yang mungkin terlibat dalam menyebabkan depresi.

Selain faktor-faktor di atas, beberapa faktor ini juga berpotensi meningkatkan resiko munculnya depresi pada seseorang.

  • Mempunyai kepercayaan diri yang rendah dan terlalu bergantung pada orang lain, sering menyalahkan diri sendiri, dan pesimis.
  • Mengalami kejadian yang traumatik atau menegangkan. Misalnya pelecehan seksual atau penyiksaan secara fisik, kematian atau kehilangan orang yang dicintai, hubungan yang sulit dengan seseorang, atau masalah keuangan.
  • Mengalami trauma masa kecil atau depresi yang mulai terjadi saat remaja atau anak-anak.
  • Mempunyai identitas seksualitas berbeda seperti lesbi, homo, biseksual, atau transgender di dalam situasi yang tidak mendukung.
  • Mempunyai gangguan mental lain, seperti gangguan cemas, gangguan makan, atau stres pasca trauma.
  • Ketergantungan terhadap alkohol atau obat-obatan terlarang.
  • Penyakit kronik atau penyakit serius, termasuk kanker, stroke, nyeri kronik, atau penyakit jantung.
  • Sedang dalam pengobatan tertentu, seperti mengonsumsi beberapa obat hipertensi atau obat tidur. Beberapa ahli menemukan hubungan depresi dengan konsumsi obat-obatan kimiawi tertentu. Sebaiknnya bicarakan dengan dokter sebelum menghentikan pengobatan apapun.

Gejala Depresi

Gejala-gejala depresi terjadi minimal selama dua minggu. Beberapa penderita bisa menderita depresi yang cukup parah sehingga menganggu aktivitas sehari-harinya. Misalnya dalam pekerjaan, di sekolah, aktivitas sosial, atau dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagian penderita lainnya juga dapat merasa tidak bahagia tanpa tahu alasannya.

The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke-5 (DSM-5) adalah panduan yang banyak digunakan dalam mendiagnosis kelainan mental. Menurut panduan tersebut, penyakit depresi dapat diderita seseorang jika ia minimal mengalami 5 dari gejala-gejala berikut ini:

  • Perasaan murung / tertekan hampir sepanjang hari, terutama di pagi hari
  • Rasa lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
  • Perasaan tidak berguna atau bersalah hampir setiap hari
  • Gangguan konsentrasi, ketidakyakinan
  • Mengalami susah tidur atau bahkan tidur berlebihan
  • Berkurangnya minat dan ketertarikan pada semua aktivitas
  • Pikiran akan kematian atau keinginan bunuh diri yang muncul berulang kali
  • Rasa gelisah atau menjadi lamban
  • Penurunan atau kenaikan berat badan yang signifikan

Penulis bernama Maisara Naila Al-Masry, mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala (USK) angkatan 2020. Ia juga merupakan salah satu anggota di UKM Pers DETaK USK.

Editor: Della Novia Sandra