Artikel | DETaK
Aceh merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Salah satu tradisi masyarakat Aceh yang selalu dinanti-nantikan adalah menyambut bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang ditandai dengan tradisi Maulid. Perayaan tersebut jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal setiap tahunnya. Kelahiran Nabi
Muhammad SAW menunjukkan awal dari sebuah era baru dalam sejarah manusia, di mana Islam mulai diperkenalkan sebagai risalah kebenaran dan pedoman hidup yang membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan.
Tradisi maulid atau Kenduri Molod di Aceh tidak hanya dilakukan pada hari yang ditentukan saja (12 Rabiul Awal) tetapi dilaksanakan selama 3 bulan berturut-turut yang terbagi ke dalam 3 bagian yaitu maulid awal (Molod Awai), maulid pertengahan (Molod Teungoh) dan maulid akhir (Molod Akhee). Maulid Awal (Molod Awai) dimulai dari tanggal
12 Rabiul Awal dan berakhir pada bulan Rabiul Awal. Maulid awal ini dilaksanakan di kampung atau meunasah, yang merupakan bangunan pusat desa yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan aktivitas masyarakat. Maulid pertengahan di mulai pada tanggal 1 bulan Rabiul Akhir hingga akhir bulan Rabiul Akhir. Maulid pertengahan ini dilaksanakan di
pemukiman atau masjid-masjid besar. Sedangkan Maulid akhir dilaksanakan selama bulan Jumadil Awal. Biasanya maulid akhir ini diadakan oleh para raja-raja dan ulee balang yang mengundang masyarakat secara besar-besaran.
Saat hari maulid, masyarakat Aceh menyiapkan makanan untuk dibagikan ke Meunasah atau Masjid. Biasanya makanan yang dimasak saat maulid adalah “bu kulah” (nasi yang dibungkus daun pisang) dan kuah beulanggong (kuah belanga) yang dimasak di meunasah atau di pekarangan masjid. Dalam tradisi maulid, anak-anak yatim dan fakir miskin
mendapatkan pelayanan khusus dari masyarakat sebagai wujud kecintaan mereka kepada golongan tersebut.
Keistimewaan maulid 3 bulan di Aceh yaitu adanya acara “Meudike Molod” dengan lantunan shalawat-shalawat Nabi. “Meudike molod” ini terdiri dari beberapa kelompok, diantaranya kelompok anak-anak, remaja, hingga orang dewasa di kampung tersebut. Setelah acara “Meudike Molod” selesai, para tamu yang hadir dibagikan hidangan. Tamu yang
diundang biasanya hanyalah kaum laki-laki saja mulai dari kanak-kanak sampai usia senja.
Perayaan maulid yang dilaksanakan selama tiga bulan ini dianggap sebagai berkah yang dilatarbelakangi oleh keadaan dan kondisi masyarakat dahulu yang lebih banyak berprofesi sebagai petani. Saat musim panen tiba, keadaan ekonomi masyarakat sudah membaik. Masyarakat juga berkemampuan untuk merayakan maulid karena ketersediaan beras yang melimpah dan uang yang cukup untuk menyiapkan banyak hal. Bagi masyarakat Aceh, “khenduri Molod” ini dilakukan sebagai sebuah kesempatan untuk meningkatkan keimanan kepada Allah SWT, menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah serta memperkokoh ukhwah islamiyah. Tradisi “Khenduri Molod” yang diadakan selama 3 bulan di Aceh ini merupakan momen yang bisa di manfaatkan untuk mencari keberkahan, seperti bershalawat, bersedekah, dan melakukan amal kebaikan lain. Itulah alasan mengapa maulid di Aceh diadakan selama 3 bulan.
Penulis bernama Cut Irene Nabilah, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.
Editor: Putri Izziah