Teuku Muhammad Ridha | DETaK
Tun Sri Lanang memiliki nama asli Tun Muhammad, lahir di Selayut Batu Sawar, pada tahun 1565, adalah Uleebalang pertama Samalanga yang juga merupakan seorang sastrawan Melayu yang namanya begitu terkenal di negeri jiran. Di negeri asalnya Johor, beliau merupakan Datok Bendahara (setara Perdana Menteri) pada masa pemerintahan Sutan Aalauddin Riayat Syah II. Tun Sri Lanang merupakam bangswan keturunan bendahara Malaka, yaitu cucu Bendahara Sri Maharaja Tun Mutahir sekaligus cicit Tun Kudu, yaitu mantan permaisuri dari sultan Malaka ke-5, yaitu Sultan Muzafa Syah.
Meskipun namaya sangat terkenal di Malaysia, ternyata masih banyak masyarakat Aceh yang tidak mengetahui sosok beliau. Padahal di negeri jiran namanya diabadikan sebagai nama jalan dan bangunan-bangunan serta instansi penting. Lalu apa saja kaitan Tun Sri Lanang dalam mengukir sejarah di Melayu khususnya Malaysia dan Aceh?
- Dari Malaka ke Johor
Pada tahun 1511 Kerajaan Melayu Malaka runtuh karena serangan dari Portugis. Sultan yang berkuasa saat itu, Sultan Mahmud Syah akhirnya mundur ke Batu Sawar, begitu juga dengan ayah Tun Sri Lanang, yaitu Bendahara Paduka Raja Tun Ahmad. Setelah mangkatnya sultan pada 1528, kesultanan Johor muncul, mewarisi kesultanan Melayu Malaka yang berpusat di Batu Sawar. Tun Sri Lanang dilantik menjadi bendahara paduka raja pada 1590. Beliau telah mengabdi kepada dua sultan Johor yaitu Sultan Ali Jalil Abdul Jalil Syah II dan Sultan Alauddin Riayat Syah III. Selain menjabat sebagai Bendahara Paduka Raja, Tun Sri Lanang juga dititahkan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah III untuk mengumpulkan dan menulis sebuah kitab sejarah Melayu yang kemudian dikenal sebagai Sulalatus Salatain.
2. Peristiwa Perang Tiga Segi
Perang Tiga Segi adalah perang antara tiga kekuatan besar di Melayu saat itu yaitu Aceh, Johor, dan Portugis. berlangsung selama 130 tahun. Faktor utama terjadinya perang ini adalah persaigan sengit terhadap penguasaan perdagangan di Selat Malaka, karena jalur tersebut merupakan penentu kekuatan ekonomi wilayah semenanjung Melayu. Selat Malaka merupakann jalur perdangan penting yang menghubungkan semenanjung Arab, Asia Selatan dan Dataran Tiongkok di kawasan Asia. Setelah Malaka kalah dari Portugis, Sultan Mahmud Syah mundur untuk membangun kembali kekuatan untuk menaklukan Portugis. Aceh juga saat itu bergandengan bersama Johor lama untuk mendapatkan kembali wilayah Malaka, namun tidak berhasil. Kedua kerajaan tersebut memiliki daulah Utsmaniyah, begitu juga dengan kesultanan-kesultanan Melayu lainnya.
Pada 1539, Aceh dan Johor akhirnya saling berperang. Pada 1540, Johor mendapatkan kemenangan besar. Namun, pada 1564, Aceh menyerang Aru, kemudian menyasarkan serangannya ke Johor lama. Sultan Johor pertama, Sultan Alauddin Riayat Syah II ditawan ke Aceh dan dihukum mati. Sementara itu di Malaka, Portugis membangun kekuatannya. Johor dan Aceh pun diserang bertubi-tubi higga menimbulkan banyak korban. Pada 1610, sultan Johor menandatangani perjanjian damai dengan Portugis setelah memaahami ketidakmampuanJohor dalam melawan balik Portugis. Hal ini membuat Aceh marah, sehingga Sultan Iskandar Muda mengumpulkan kekuatan besar untuk menyerang Johor.
Pada tahun 1613, Johor kalah dari Aceh dalam serangan tersebut sehingga Sultan Alauddin Riayat Syah, dan para bangsawan dari Johor termasuk Tun Sri Lanang, dibawa ke Aceh sebagai tawanan perang. Kedua petinggi kerajaan Johor tersebut akhirnya diberi ampunan oleh Sultan Iskandar Muda karena terbukti tidak berpihak pada Portugis. Perang Tiga Segi sendiri baru berakhir pada 1641 setelah Portugis berhasil dipukul mundur oleh Johor dengan bantuan Belanda, sekitar 28 tahun semenjak Johor takluk oleh kerajaan Aceh. Selama peperangan berlangsung, banyak korban yang jatuh dari pihak Aceh, sehingga Sultan Iskandar Muda memerintahkan 22 ribu penduduk dari wilayah taklukannya di semenanjung Melayu untuk pindah ke wilayah Aceh inti, terutama di Samalangan da Seulimum.
3. Memimpin Samalanga
Pada tahun yang sama setelah ditawan, Tun Sri Lanang akhirnya mendapat kepercayaan Sultan Iskandar Muda. Beliau kemudian diangkat sebagai Uleebalang (hulubalang) di negeri taklukan kerajaan Aceh yaitu Samalanga. Samalanga sendiri secara administratif saat ini merupakan sebuah kecamatan di kabupaten Bireun. Sultan Iskandar Muda memberikan wilayah kekuasaannya tersbut yang dibatasi Krueng Ulin dan Krueng Jeumpa. Beliau kemudian diberi gelar Oranga Kaya Datuk Bendahara Sri Paduka Tun Seberang, memimpin kerajaan Samalanga sebagai wilayah otonomi, selain menjadi penasehat bagi tiga sultan kerajaan Aceh Darussalam.
Tun Sri Lanang selmaa menjabat sebagai kepala pemerintahan di Samalanga memberikan kemajuan yang pesat pada daerah tersebut. Beliau adalah orang yang membangun Masjid Raya Samalanga yang mana peletakan batu pertamanya dilakaukan lansgung oleh Sultan Iskandar Muda. Saat ini masjid tersebut dikelola oleh lembaga MUDI MESRA (Ma’had ‘Ulumul Diniyah Masjid Raya).
Selama tak kurang dari 44 tahun memimpin Samalanga, Tun Sri Lanang juga mampu memajukan daerah tersebut sebagai pusat pendidikan dengan membangun berbagai madrasah-madrasah tempat orang-orang dari penjuru negeri menuntut ilmu agama dan sastra. Bahkan madrasah-madrasah yang beliau bangun masih ada sampai hari ini. Karena jasanya tersebut, hingga sampai hari ini, Samalanga masih dikenal sebagi kota santri.
Beliau juga memjukan ekonomi masyarakat dengan menggalakan aktivitas pertanian dan membuat perahu-perahu untuk para nelayan. Tun Sri Lanang menghabiskan masa hidupnya di Aceh dan memimpin Samalanga sampai beliau akhirnya wafat pada tahun 1659 pada usia 94 tahun. Kini makam beliau Gampong Meunasah Lueng, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireun, sedangkan istana beliau yang dinamai rumah Rumoh Krueng terletak di Mukim Kuta Blang, Samalanga.
4. Sulalatus Salatin
Sulalatus Salatin adalah kitab berbahasa Melayu yang naskah aslinya ditulis tangan dengan abjad jawi. Sulalatus Salatin secara harfiah berarti Penurunan Raja-Raja. Sulalatus Salatin diyakini sudah ditulis lebih dulu oleh sastrawan pada masa kerajaan Malaka dulu, meskipun tidak pernah diketahui siapa nama penulisnya. Barulah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah III, Tun Sri Lanang diperintahkan untuk mengumpulkan dan merampungkan kitab tersebut. Dalam penelitian terbaru, juga muncul teori bahwa Tun Sri Lanang hanya berperan sebagai pengumpul dan penyunting naskah-naskah yang sudah ditulis oleh satrawan-sastrawan pada masa lampau. Tun Sri lanang diyakini menyelesaikan kitab tersbut selama dia memimpin Samalanga.
Kitab Sulaltus Salatin setidaknya memiliki 29 manuskrip yaitu 10 berada di London, 1 di Manchester, 11 di Leiden, 1 di Aamsterdam, 5 di Jakarta, dan dan 1 di Leningrad. Dari semua versi naskah yang ada, isinya bervariasi, baik pada panjang fragmen ceritanya, tata letak, transliterasi, bahkan ada versi salinan dari versi sebelumnya.
Sulalatus Salatin bergaya penulisan seperti babad, terdapat penggambaran hiperbolik untuk membesarkan raja dan keluarganya. Namun begitu, naskah ini dianggap penting karena menggambarkan adat-istiadat kerajaan, silsilah raja dan sejarah Kerajaan Melayu dan hampir menyerupai konsep Sejarah Sahih (Veritable History) Tiongkok, yang mencatat sejarah dinasti sebelumnya. Karena kekayaan nilai historisnya, Sulalatus Salatain dinnilai menjadi kitab yang sangat penting dan dijadikan rujukan utama dalam penulisan ulang serta penelitian sejarah-sejarah Melayu.
5. Penghargaan
Nama Tun Sri Lanang begitu dikenal di semennanjung Melayu sebagai seorang pujangga agung dan sejarawan. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Johor Baru dan kota Malaka, serta perpustakaan Universitas Kebangsaan Malaysia, dan sekolah di Singapura. Di Samalanga sendiri, telah dibangun monumen penghormatan untuk Tun Sri Lanang di Matang Wakeuh.
Itulah sedikit kisah mengenai Tun Sri Lanang, permata Melayu, Bendahara negeri Johor yang berakhir sebagai seorang Uleebalang Kerajaan Samalanga, sososk yang juga berjaya membawa karya sastra Melayu sehingga dikenal oleh dunia dan menjadi manuskrip utama dalam mempeajari sejarah raja-raja Melayu pada masa lampau. Berkat jasanya pula, terjalin hubungan erat antardua kekuasaan di mana keturunannya sama-sama menjadi petinggi baik di Johor maupun Aceh Darussalam.[]
Sumber:
#30HariKilasanSejarah
Editor: Cut Siti Raihan