Beranda Artikel Sejarah Didong Gayo

[Kilasan] Sejarah Didong Gayo

BERBAGI
Ist. (Sumber: Google)

Putri Delvina | DETaK

Gayo adalah salah satu suku bangsa yang mendiami dataran tinggi Gayo yang terletak di Provinsi Aceh bagian tengah. Suku Gayo menjadi penduduk mayoritas di dua kabupaten yakni Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Gayo memiliki banyak kesenian mulai dari seni tari, musik, pembuatan kerajinan dan masih banyak lagi. Berikut beberapa tarian yang terkenal atau sering digunakan untuk acara-acara penting seperti tari saman, tari guel, tari munalu dan masih banyak lagi.

Didong merupakan salah satu kesenian yang memadukan unsur tari, vokal dan sastra. Di mana di dalam didong terdapat sa’er (syair/puisi islami), kekitiken (teka-teki), kekeberen (prosa lisan), melengkan (pidato adat), dan sebuku (puisi bertema sedih). Didong pada zaman dahulu dipahami sebagai media dakwah di mana syair yang didendangkan berisi tentang keindahan, keteladanan, keimanan, rasa syukur dan ajakan untuk berbuat kebaikan.

Iklan Souvenir DETaK

Sejarah didong memiliki banyak versi, ada yang berpendapat bahwa umur kesenian ini sama tuanya dengan adanya orang Gayo itu sendiri. Sehingga menjadi sebuah teka-teki yang tidak memecahkan sejarah asal usul didong itu sendiri. Dalam versi lain didong dikatakan berhubungan dengan legenda Gajah Putih dikatakan bahwa untuk membangkitkan seekor gajah dari pembaringannya dilakukan dengan cara berdendang yaitu dengan didong. Sejak saat itulah adanya didong dan didong menjadi sarana untuk menyalurkan perasaan, pemikiran, dari seseorang kepada orang lain.

Didong ditampilkan pada hari-hari besar Islam, upacara-upacara adat seperti perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, panen raya, penyambutan tamu dan sebagainya. Pada periode masa lalu masyarakat Gayo diikat secara ketat oleh norma adat, masyarakat Gayo masih terkotak-kotak dalam klen-klen (belah). Belah adalah kesatuan sosial yang berasal dari satu nenek moyang yang masih kenal-mengenal dan selalu ada kotak di antara para anggotanya.

Pada waktu tertentu diadakan pertandingan didong antara 2 kelop yang berasal dari belah yang berbeda. Pertandingan didong berlangsung dengan nyanyian teka-teki. Dalam pertandingan itu satu kelop mendendangkan soal teka-teki, kemudian kelop lawan harus mencari jawabannya dengan cara berdendang pula dan begitu seterusnya.

Dalam didong ada sebutan ceh, yakni orang yang memiliki bakat yang komplit, dan memiliki kreativitas yang tinggi. Seorang ceh harus mampu menciptakan lagu sendiri barulah dapat disebut komponis, ceh juga harus mampu menciptakan puisi-puisi sendiri barulah dapat disebut penyair, ceh juga harus pandai bernyanyi atau seorang biduan yang tentunya berkaitan dengan suaranya yang merdu. Sedangkan sebutan Penunung adalah ditujukan untuk para anggotanya atau para pedidong.

Penampilan didong dimulai dengan gerakan tubuh yang seragam diiringi dengan tepukan tangan yang serentak. Ada juga yang menggunakan bantal kecil yang berukuran kurang lebih 15 cm x 15 cm. Penggunaan bantal kecil ini dimulai sejak tahun 1940-an. Tepukan tangan itu berfungsi sebagai ritme pengiring lagu. Salah satu anggota didong biasanya bertugas sebagai tukang tingkah yakni bertugas sebagai pemberi arahan untuk mengawal keseragaman tepukan tangan dari tukang tingkah ini tepukan tangan para pengiring bisa berubah-ubah sesuai dengan irama yang ada pada lagu. Dan di sela-sela irama tepukan itu terdengar suara nyanyian ceh yang membawakan syair-syair ciptaannya sendiri.

Hingga saat ini didong masih banyak kita temui khususnya di daerah Gayo. Pada saat ini sebagian sekolah telah menjadikan didong sebagai salah satu ekstrakurikuler. Nah itulah sejarah singkat tentang didong Gayo. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita semua. []

#30HariKilasanSejarah

Editor: Hijratun Hasanah