Beranda Artikel Do’s and Don’ts Saat Teman Mengalami Mental Breakdown

Do’s and Don’ts Saat Teman Mengalami Mental Breakdown

BERBAGI
Ilustrasi. (Muhammad Hafizh Aderian Lubis [AM]/DETaK)

Artikel | DETaK

Mental breakdown merupakan kondisi stress berat hingga menyebabkan seseorang yang menderitanya sulit untuk menjalani kegiatan sehari-hari. Seorang yang mengalami mental breakdown biasanya memiliki beberapa ciri-ciri yang bisa kita amati seperti; mengalami mati rasa akan lingkungan sekitarnya, merasa lelah yang signifikan, sering marah berlebihan, merasa putus asa dan tak berdaya. Mental breakdown sendiri dapat terjadi karena banyak hal, mulai dari masalah keluarga, pekerjaan, dan lainnya. Seiring maraknya kasus mental breakdown yang terjadi saat ini, sudah seharusnya kita lebih aware terhadap lingkungan sekitar kita, contohnya di lingkungan pertemanan.

Seseorang yang mengalami mental breakdown sudah sepatutnya kita perlakukan dengan baik sebagai mana semestinya. Menurut psikolog di Klinik Pratama Universitas Syiah Kuala (USK) dan dosen program studi Psikologi (USK), Zahrani, berikut hal-hal yang harus kita lakukan dan hindari ketika berhadapan dengan seorang teman yang mengalami mental breakdown:

Iklan Souvenir DETaK

Hal yang harus dilakukan:

1. Dekati

Teman atau individu yang sedang mengalami mental breakdown umumnya berperilaku lebih tertutup. Kita dapat mengamati ini dari perubahan perilaku teman tersebut, dari yang mulanya ceria, kini menjadi lebih pendiam dan tertutup. Jangan menunggu teman tersebut untuk bercerita, namun dekati apabila sudah merasa ada perubahan perilaku yang drastis. Agar dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Jika teman tersebut sudah merasa nyaman, maka lanjutkanlah ke tahap selanjutnya, yaitu bertanya.

2. Tanya 

Tanyakan apa yang dia rasakan saat ini, bagimana perasaannya atau apa yang sedang dia keluhkan. Apabila dia bersedia untuk bercerita, maka dengarkanlah ceritanya secara menyeluruh, tidak perlu untuk memotong pembicaraannya atau memberi pendapat jika tidak diminta. Saat bercerita adalah waktu di mana teman meluapkan segala amarah, kekesalan, kesedihan dan apapun yang sedang dia rasakan, maka utamakan saja untuk mendengarkan segala keluhannya.

3. Pahami

Setelah mendengarkan cerita yang disampaikan, selanjutnya adalah untuk memahami masalah yang dia hadapi. Berusaha untuk mengerti mengapa dia merasakan apa yang dia rasakan dan mencoba membayangkan diri sendiri diposisi yang sama. Ini dapat membantu dalam memahami kondisi yang sedang teman alami. Mengetahui perasaan orang yang sedang merasakan mental breakdown adalah salah satu cara terbaik untuk membantu orang tersebut, karena dapat mengurangi rasa kesepian dan rasa berat yang dia alami selama berhadapan dengan masalah-masalah yang dia temui dan rasakan.

4. Validasi

Selanjutnya adalah validasi. Ketika sudah paham akan masalah yang sedang dialami oleh teman, maka cobalah untuk memvalidasi perspektifnya dan apa yang dia rasakan. Terkadang kita belum tentu setuju akan apa yang disampaikan oleh teman, namun di saat seperti ini perdebatan bukanlah sebuah solusi, melainkan hanya memperburuk keadaan. Terima saja sudut pandangnya terlebih dahulu dan coba untuk membenarkan apa yang dia rasakan saat ini, jika teman sudah lebih tenang, maka barulah beri opini terkait masalah yang dia alami. Orang yang sedang merasakan mental breakdown umumnya lebih mengedapankan perasaan dibandingkan logika, oleh karena itu memvalidasi perasaannya adalah hal yang penting untuk dilakukan agar dapat membantunya.

Hal-hal yang harus dihindari

1. Dihakimi

Teman yang sedang mengalami mental breakdown sudah seharusnya dipahami, bukan dihakimi. Menghakimi seseorang akan masalah yang dia hadapi hanya akan memperburuk keadaannya. Ini dapat membuat dia merasa bersalah atas apa yang terjadi pada dirinya. Merasa seolah-olah apa yang menimpanya adalah kesalahan dirinya sendiri, dan membuatnya berpikir bahwa dia pantas untuk merasakan semua penderitaan yang dia alami. Ini bukanlah perbuatan yang tepat jika ingin menolong teman. Menghakimi seseorang yang mengalami mental breakdown adalah cara salah dan harus dihindari.

2. Adu nasib

Banyak di antara kita yang mengadu nasib saat teman sedang bercerita tentang masalah hidupnya. Mengira bahwa hal tersebut dapat membantunya dalam menghadapi masalah yang dia alami. Ini tidaklah benar dan harus dihindari. Adu nasib dapat membuat seolah-olah masalah yang dihadapi oleh teman adalah suatu hal yang remeh dan tidak harus dipikirkan. Tentu hal yang demikian tidak membantu sepersen pun, tetapi hanya membuat teman merasa semakin lemah karena tidak dapat menyelesaikan masalah yang dianggap ‘sepele’.

3. “Sabar”

Kata “sabar” sangat sering didengar saat seseorang sedang dilanda masalah. Kata sabar juga sangat umum digunakan untuk menenangkan teman yang mengalami mental breakdown. Memang, kata ini diucapkan dengan maksud baik, yaitu untuk menyemangati atau menenangkan seorang yang dilanda mental breakdown. Hanya saja, ini sebenarnya terdengar merendahkan atau menyepelekan masalah yang dialami seseorang. Sabar adalah kunci menyelesaikan masalah, namun ketika seorang sedang berada di puncak masalah dan hanya disuruh untuk bersabar, itu bukanlah hal yang tepat. Karena kata sabar yang dilontarkan tanpa memahami apa yang dirasakan oleh seseorang yang mengalami mental breakdown hanya akan dicap sebagai kata kosong olehnya. Justru yang sebaiknya kita lakukan adalah memvalidasi pendapat dan memahami keadaannya.

Itulah hal-hal yang harus kita lakukan dan hindari saat berhadapan dengan teman yang sedang mengalami mental breakdown. Informasi yang tertera diharapkan dapat membantu pembaca agar lebih memahami apa yang dirasakan oleh penderita mental breakdown dan bagaimana cara menolong mereka.

Penulis bernama Muhammad Iqmal Pasha, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala. Ia juga merupakan anggota magang UKM Pers DETaK.