Artikel | DETaK
Tradisi yang paling ditunggu saat upacara pernikahan khas Melayu adalah makan nasi hadap-hadapan. Bagaimana tidak? Tradisi ini dilaksakan dengan menghidangkan berbagai macam makanan khas Melayu, di antaranya pahar yang diisi dengan nasi lemak disertai dengan bunga yang terbuat dari manisan buah-buahan yang tertancap di atasnya, beraneka macam jajanan, lauk-pauk, serta manisan khas Melayu.
Tradisi makan nasi hadap-hadapan ini dilaksanakan bersamaan dengan proses upacara pernikahan yang merupakan suatu proses awal makan bersama antara pasangan yang baru menikah. Makan nasi hadap-hadapan bertujuan untuk menjalin komunikasi atau hubungan pasangan suami istri agar menghilangkan rasa kekakuan. Selain itu, tradisi yang dilakukan dengan mengumpulkan anggota keluarga ini, merupakan media bagi kedua pihak keluarga pengantin agar terjalinnya hubungan silaturahmi yang lebih erat.
Di dalam pelaksaannya, tradisi ini diiringi oleh pantun-pantun khusus mengandung makna dan dipimpin oleh seorang yang ditetuakan atau yang memiliki keahlian berpantun (tengkalai). Tanda dimulainya tradisi ini adalah saat pembuka acara melakukan perkenalan, kemudian dilanjutkan dengan memetik bunga, makan bersama dan merebut ayam panggang.
Puncaknya adalah saat kedua pengantin merebutkan ayam panggang. Nasi yang di dalamnya terdapat ayam panggang ditempatkan di hadapan pengantin, kemudian dengan aba-aba yang diberikan oleh pembawa acara (mak inang) kedua pengantin mulai berebutan mengambil ayam yang disembunyikan didalam nasi tersebut. Konon baik pengantin perempuan atau laki-laki yang duluan mendapatkan ayam tersebut, maka yang bersangkutan akan lebih berkuasa dalam memerintah rumah tangga. Namun, jika yang terpegang adalah sayap atau kaki ayam, dipercaya suami akan selalu merantau.[]
Penulis adalah Raisyah Siti Hafifah, mahasiswi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala. Ia juga merupakan anggota aktif di UKM Pers DETaK.
Editor: Aisya Syahira