Beranda Artikel Cara Menyikapi Perubahan Anak di Masa Pubertas

Cara Menyikapi Perubahan Anak di Masa Pubertas

BERBAGI
 Ilustrasi. (Nisa Makhrufa/DETaK) 

Artikel | DETaK

Masa pubertas adalah masa dimana terjadi banyak perubahan pada anak. Perubahan-perubahan tersebut terjadi secara alami pada setiap anak sebagai tanda kedewasaan. Beberapa dari mereka akan bergulat dengan perubahan, sedangkan lainnya akan melewati masa ini tanpa merasakan apa pun hingga momen ini terlewati. Hanya sebagian kecil dari anak yang mengalami gejolak ekstrem selama menjalani fase ini. Selain itu, tidak semua orang tua paham cara terbaik dalam mendukung anaknya yang sedang mengalami perubahan fisik, psikologis, dan emosional.

Emosi seorang anak pada masa puber cenderung tidak stabil. Perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada saat pubertas sering kali membuat banyak anak tidak nyaman dan bingung dengan dirinya sendiri. Hal tersebut terjadi karena mereka sedang berusaha mengatasi semua perubahan yang terjadi pada tubuh dan lingkungannya. Mereka akan menuntut ruang untuk privasi dan meminta dihormati batasannya. Hal inilah yang kadang kala membuat orang tua kebingungan dalam memberikan pendampingan yang tepat untuk anaknya.

Iklan Souvenir DETaK

Nah, berikut adalah 5 hal yang bisa dilakukan orangtua saat mendekati anak yang mulai memasuki masa pubertas:

1. Komunikasi

Orangtua dan anak memiliki nilai dan sikap yang cenderung lebih mirip dibandingkan mereka dengan teman-temannya. Walaupun anak banyak berdiskusi dengan teman sebaya mereka mengenai “kultur remaja” (seperti bagaimana cara berpakaian, musik apa yang didengarkan, dan sebagainya). Namun, anak masih terus meminta nasihat orang tua tentang masalah-masalah yang penting. Oleh karena itu, sediakan waktu untuk berkomunikasi dan berdiskusi secara terbuka, jujur, dan informatif kepada mereka.

2. Menenangkan mereka 

Seorang anak yang sedang berada dalam masa transisi dari kecil menuju dewasa, cenderung kebingungan dengan hal-hal baru yang mereka alami dan merasa khawatir. Penting untuk meyakinkan anak bahwa perbedaan itu normal dan tidak perlu dikhawatirkan maupun dibandingkan. Seorang anak akan cenderung membandingkan dirinya dengan temannya ketika pubertas.

3. Dengarkan keluhan mereka 

Orang tua yang menanggapi keluh-kesah anak akan membangun kepercayaan dan kenyamanan yang akan membuat anak merasa dihargai. Coba untuk menjadi orang tua yang terbuka dan menerima cerita anak dan bagaimana perasaan mereka soal itu. Jadikan hal ini sebagai kesempatan untuk menjawab pertanyaan dari anak mengenai berbagai hal baru yang terjadi di hidupnya.

4. Memberikan edukasi dan saran yang bermanfaat

Anak mengalami banyak hal yang mungkin asing bagi mereka di masa pubertasnya, seperti perubahan fisik, soal jerawat, kumis, keluhan menstruasi, dan bahkan percintaan. Walaupun hal ini akan mereka bicarakan lebih banyak dengan teman sebayanya, tetapi seorang anak perlu memiliki pengetahuan dasar yang benar, sehingga mereka tidak melakukan kesalahan yang fatal. Maka dari itu, orangtua perlu memberikan edukasi dan saran yang sekiranya diperlukan saat masa pubertas. Apabila orang tua merasa kesulitan untuk menjelaskan hal yang ditanyakan anak, bisa mengarahkan sumber lain untuk memberikan informasi spesifik tentang pubertas atau jawaban atas pertanyaan anak.

5. Menjadi demokratis

Pada masa pubertas, anak sedang melatih tanggung jawab mereka, maka berilah kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang menurut mereka baik, tetapi juga mengajarkan mereka untuk bertanggung jawab atas pilihannya. Tetapkan standar dan batasan yang jelas pada anak, serta tidak lupa mengawasinya. Orang tua yang memberikan penjelasan atas keputusan mereka, melonggarkan pengendalian parental selama masa pubertas, dan yang menerapkan struktur demokratis dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga kepada anak-anak mereka akan menurunkan konflik dan mempermudah transisi masa pubertas ini.

Jadi, itulah cara-cara yang dapat dilakukan orang tua untuk tetap dekat dengan anak di masa pubertas mereka. Semoga bermanfaat.

Penulis adalah Galuh Putri Sabikha, Mahasiswi jurusan Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala.

Editor: Fayza Ramulan