Pungutan liar hingga kini masih kerap terjadi. Parahnya, tidak sedikit pungli dilakukan oleh oknum-oknum pejabat. Sayangnya, pungli selalu terjadi terhadap kaum lemah seperti para pedagang.
Pungutan liar atau pungli memang menjadi momok yang menakutkan bagi kaum lemah. Hal ini kerap terjadi dimana saja dan terjadi dalam setiap waktu.
Hal ini pun dialami oleh para pedagang kecil di seputaran lapangan tugu Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh. lihat saja apa yang diungkapkan Hendra (17), salah seorang pedagang minuman es cendol. Hendra mengaku bahwa dirinya kerap didatangi seseorang dan memintanya untuk menyetor sejumlah uang. “Hal ini menjadi syarat untuk kami gara tetap bisa berjualan disini,” ujarnya kepada DETaK, Minggu, 2 Mei 2010.
Diakui Hendra, walaupun tidak ada surat izin dirinya tetap nekat untuk berjualan disekitar kawasan terlarang tersebut. Bahkan Ia sendiri pernah ditangkap oleh patroli satpam kampus yang pada waktu itu gencar membersihkan para pedagang kami lima (PKL) liar.
Namun, setelah bernegoisasi dengan pihak terkait, sebenarnya para pedagang diperbolehkan berjualan diseputaran areal kampus dengan berbagai persyaratan yang tidak memberatkan pedagang, salah satunya para pedagang tidak dibenarkan memasang tenda dilokasi terlarang tersebut.
Sayangnya, sambung Hendra, setelah kesepakatan tersebut disetujui, masih ada saja oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan. Mereka meminta sejumlah dana kepada para pedagang. Jika ditanya uang untuk apa, oknum-oknum tersebut hanya mengatakan bahwa uang itu digunakan untuk biaya administrasi, kebersihan dan keamanan. “Bahkan mereka secara terus terang mengatakan bahwa mereka adalah matan kelompok tertentu dan ada juga yang mengatakan mereka adalah utusan dari Pemda,” ungkap Hendra dengan nada kesal.
Pendapat senada dibenarkan salah seorang pedagang lainnya. Pedagang yang tidak ingin disebutkan namanya ini mengaku beberapa kali didatangi seseorang yang mengaku dari kelompok tertentu dan meminta sejumlah uang kepadanya. Alasannya sama seperti yang dikatakan Hendra, uang tersebut akan digunakan untuk keamanan dan kebersihan. Akan tetati, permintaan tersebut tidak pernah ia kabulkan walau sempat diancam.
Pungli memang menjadi permasalahan serius bagi pedagang-pedagang kecil. Padahal tindakan pungli merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum. Seperti yang kita ketahui, bahwa biaya administrasi adalah biaya yang dikenakan terhadap masyarakat (pedagang) dengan jumlah dan jenis yang telah ditetapkan oleh Penjabat yang berwenang dalam suatu aturan/keputusan. Jika tidak ada penetapan dari pejabat yang berwenang maka setiap biaya yang dikenakan jatuh pada ranah pungutan liar (Pungli).
Padahal jelas rumusan tindak pidana korupsi ditegaskan dalam UU No. 31 tahun 1999 yang dirubah dengan UU No. 20 tahun 2001 apabila perbuatan itu (1) merugikan keuangan negara, (2) adanya suap menyuap, (3) adanya penggelapan dalam jabatan, (4) adanya pemerasan, (5) adanya perbuatan curang, (6) adanya benturan kepentingan dalam pengadaan, dan/atau (7) Gratifikasi adalah tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi pun tidak pernah memandang jabatan, ras, agama, kepentingan, golongan atau suku, ketika setiap orang tersebut diduga melakukan setidaknya salah satu dari 7 (tujuh) poin diatas, maka dapat diduga mereka telah melakukan Korupsi dan harus di tindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tidak dipungkiri, keberadaan para pedagang kaki lima disekitarani lapangan tugu Darussalam sangatlah kontroversial.
Berbagai pendapat pun muncul. Dari sebagian kalangan mahasiswa sendiri terjadi perbedaan pendapat terkait kehadiran para pedagang liar disekitar kampus tersebut. Salah seorang mahasiswi, Ayu, yang sempat DETaK mintai pendapatnya mengaku serba salah terhadap para pedagang tersebut. “Dari sisi positifnya kita mahasiswa tidak perlu jauh-jauh mencari makanan dan minuman karena lokasi pedagang kaki lima sangat strategis, apalagi mahasiswa yang tinggal di seputaran Darussalam sangat terbantu. Nah, jika dilihat dari sisi negatifnya, terus terang pemandangan ditepi jalan tersebut sangat tidak bagus apa lagi lahan tersebut lokasinya di kampus ternama di Aceh,” kata mahasiswi Fakultas Keguruan ini.
Kehidupan para pedagang kaki lima memang sangat dilematis. Satu sisi mereka mencoba berusaha bertahan hidup dengan cara halal, satu sisi lagi, mereka juga mengakui kampus merupakan tempat yang strategis untuk berjualan. Permasalahan pun semakin rumit saat pungli kerap menimpa mereka!***
DETaK | Reja Hidayat