
Zikni Anggela | DETaK
Darussalam-Bambang Lesmana Dwi Putra, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Syiah Kuala (USK), mencatat prestasi membanggakan setelah terpilih sebagai satu dari 30 delegasi terbaik nasional dalam program Ambassador’s Youth Diplomacy Academy (AYDA) yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Ia menjadi satu-satunya peserta yang mewakili USK dan Provinsi Aceh.
Program tersebut berlangsung sejak 16 Januari hingga 12 Juni 2025, diikuti oleh lebih dari 1.100 pelamar dari seluruh Indonesia. Ia menyampaikan bahwa keberaniannya mengangkat isu lokal yang dekat dengan realitas sosial menjadi kunci utama dalam proses seleksi.

“Saya meyakini bahwa keberanian untuk mengangkat isu kekerasan seksual di ruang pendidikan menjadi alasan utama saya terpilih,” ujarnya.
Dalam esai seleksi, ia menyoroti tingginya angka kekerasan seksual di lembaga pendidikan, termasuk yang berbasis agama sebagai bukti kompleksitas tantangan hak asasi manusia di tingkat lokal. Isu ini dikaitkann dengan pandangan bahwa diplomasi harus dimulai dari advokasi kemanusiaan di komunitas sendiri.
Bambang mengikuti program ini selama 6 bulan dengan rangkaian kegiatan yang mencakup pelatihan diplomasi, masterclass bersama diplomat dan akademisi, simulasi sidang diplomatik, kunjungan ke lembaga-lembaga seperti Kementerian Luar Negeri dan Sekretariat ASEAN, hingga penyusunan policy brief yang berfokus pada isu perdagangan manusia lintas negara.
Salah satu momen paling berkesan baginya adalah ketika berdiskusi langsung dengan para diplomat senior di Kedutaan Besar Amerika Serikat, serta saat ia mengangkat perdamaian Aceh sebagai model diplomasi berbasis dialog. Bambang menyebut MoU Helsinki sebagai contoh nyata keberhasilan diplomasi damai yang bisa diperkenalkan ke forum-forum global.
“Saya ingin menunjukkan bahwa Aceh bukan hanya memiliki sejarah besar, tapi juga pemuda yang siap terlibat dalam percaturan global,” ujarnya.
Setelah mengikuti program ini, Bambang berkomitmen untuk memperkuat literasi diplomasi budaya di kalangan mahasiswa, khususnya di USK. Ia berencana menginisiasi forum diskusi, pelatihan, dan mentoring seputar diplomasi publik, komunikasi lintas budaya, dan kerja sama internasional.
“Saya berharap USK dan Aceh tidak hanya jadi penonton dalam percakapan global, tetapi hadir sebagai aktor aktif yang diperhitungkan,” tutupnya.[]
Editor: Sara Salsabila