Beranda Buku Laut Bercerita: Kisah Tak Terlupakan dari Tragedi 1998

Laut Bercerita: Kisah Tak Terlupakan dari Tragedi 1998

BERBAGI
Buku Laut Bercerita (Rafiqah Meidina Syakira/DETaK)

Resensi | DETaK

Penulis: Leila S. Chudori

Tahun Terbit: 2017 

Iklan Souvenir DETaK

Tebal Buku: 379 Halaman

ISBN: 978-602-424-694-5            

Harga: Rp. 100.000,-

Tentang Penulis

Laut Bercerita adalah Novel ke empat karya Leila S. Chudori. Salah satu penulis yang mengangkat tentang sejarah Indonesia. Seorang penulis yang lahir pada 12 Desember 1962 ini tidak hanya membuat karya pada genre novel saja, melainkan cerpen dan skenario.  Bakat menulis nya sudah terlihat sejak ia berumur 11 tahun saat duduk di kelas 5 SD. Pada saat itu Leila sudah menerbitkan cerpen yang berjudul “Sebatang Pohon Pisang” yang dimuat di majalah Anak-Anak Si Kuncung pada tahun 1973. Sejak saat itu, kiprah Leila S. Chudori dalam dunia sastra semakin berkembang, menghasilkan berbagai karya yang memperkaya dunia literatur. Bakat menulis dari sang ayah turun pada Leila S. Chudori, dan beberapa kata-kata bijak dari sang ayah juga dijadikan panduan hidup oleh penulis “Laut Bercerita.” Pada tahun 1982, Leila S. Chudori meraih beasiswa dan meneruskan pendidikan di Lester B. Pearson College of The Pacific (United World Colleges) di Victoria, Kanada. Selanjutnya, ia melanjutkan studi di bidang Political Science dan Comparative Development Studies di Universitas Trent, yang juga terletak di Victoria, Kanada. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Leila kembali ke Indonesia sekitar tahun 1989. Setelah kembali ke tanah air, Leila S. Chudori memulai karirnya sebagai wartawan di majalah Tempo, di mana ia aktif melakukan wawancara, menulis berita, dan membuat resensi.

Sinopsis

Jakarta, Maret 1998

Di sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.

Jakarta, Juni 1998

Keluarga Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu Sore memasak bersama, menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.

Jakarta, 2000

Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.

Tentang Buku

Buku novel fiksi berlatar belakang pada tahun 1998 pada era Orde Baru dan mengangkat tema tentang persahabatan, percintaan, kekeluargaan dan rasa kehilangan yang mendalam.  Novel ini mampu membius para pembaca nya untuk masuk ke dalam menerobos masa lalu dan kembali melihat peristiwa era reformasi di tahun 1998 yang kejam dan pahit bagi para pembela rakyat. Buku Laut Bercerita juga menceritakan kebengisan, kekejaman, dan kebrutalan yang dirasakan aktivis mahasiswa pada Masa Orde Baru. Novel ini menggambarkan kelamnya politik pada masa–masa 1998 dan merenungkan kembali akan hilangnya 13 aktivis yang hingga kini belum juga ditemukan petunjuk nya. Dalam novel ini menggambarkan suasana realistis suasana politik Orde Baru yang penuh ketegangan. Buku ini menceritakan suasana politik dan sosial yang sangat tidak stabil, di mana pemerintah akan menekan suara atau pendapat kritis mahasiswa yang berpotensi mengancam dengan segala cara. Novel ini menggambarkan betapa ketatnya pemantauan terhadap aktivis mahasiswa yang dianggap memiliki pandangan kritis. Setiap tindakan mereka selalu dipantau dan mahasiswa yang berani bersuara dihadapkan pada risiko ditangkap dan mengalami penyiksaan. Melalui novel ini, Leila berhasil menggambarkan dengan sangat nyata kehidupan di bawah pemerintahan otoriter Orde Baru. Pembaca diajak merasakan setiap nuansa ketegangan, ketakutan, dan perlawanan yang dirasakan oleh para aktivis mahasiswa pada masa itu. Novel Historical Fiction ini juga memberikan pelajaran berharga dan sangat menyentuh seluruh hati pembaca nya dengan kata kata indah di dalam nya. Penulis mahir membuat pembaca nya menggunakan seluruh emosi untuk buku ini. Novel ini mencerminkan betapa pentingnya hak berpendapat dan hak keadilan bagi seluruh rakyat.

Cerita dalam buku Laut Bercerita dibagi menjadi dua bagian yang di mana Bagian Satu dengan sudut pandang tokoh utama dari novel ini bersama para teman – teman aktivis nya menjalani perjalanan untuk mencapai tujuan dari misi mereka. Sementara itu, bagian kedua mengambil sudut pandang Asmara Jati, adik Laut, yang memiliki visi dan tujuan yang agak berbeda dengan kakaknya. Tokoh utama dalam buku ini bernama Biru Laut. Seorang Mahasiswa Program Studi Sastra Inggris di Universitas Gadjah Mada,  Yogyakarta. Ia menggeluti dunia sastra dan tentu tidak sedikit buku sastra yang ia punya, baik Sastra Inggris ataupun Indonesia. Laut suka membaca beragam karya Pramoedya Ananta Toer yang saat itu dilarang di Indonesia. Mendorongnya untuk secara rahasia melakukan fotokopi buku-buku tersebut di lokasi yang dikenal sebagai tempat “fotokopi terlarang”. Karena kecintaan nya terhadap membaca, ia kemudian bergabung kedalam organisasi Winantra dan aktif berdiskusi buku bersama teman–teman organisasi nya. Mereka tidak hanya membahas buku, tetapi juga merencanakan beberapa ide untuk menentang pandangan pemerintah di negara ini yang telah dipimpin oleh satu presiden selama lebih dari 30 tahun. Selain berpartisipasi dalam diskusi di organisasinya, Laut juga senang menulis. Dia sering mengekspresikan ide-idenya melalui tulisan, yang kemudian dikirimnya untuk dimuat oleh media cetak harian. Laut juga beberapa kali menjalani pekerjaan sebagai penerjemah, contohnya menerjemahkan novel dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

Kelebihan Buku

Buku ini mengandung kata kata indah dan sangat mudah untuk dipahami dan mudah untuk masuk ke dalam cerita nya. Memiliki banyak penggalan kata yang beberapa nya menjadi favorit saya. Seperti “Matilah engkau mati, kau akan lahir berkali – kali” dan “Kamu harus bisa membedakan mereka yang bermulut besar, omong besar, dengan mereka yang memang serius ingin memperbaiki negeri ini”. Selain itu, buku ini juga memiliki tokoh yang sangat kuat karakter nya sehingga pembaca dapat merasakan emosi pada tokoh yang diceritakan. Karena buku ini dibuat penulis berdasarkan riset – riset terlebih dahulu maka, tempat, keadaan, dan elemen lain dalam cerita mengungkapkan realitas sesuai dengan fakta yang ada.

Kekurangan Buku

Masih terdapat beberapa kata dengan penulisan yang salah seperti “menganalisa” yang seharusnya “menganalisis”, kata “praktek” yang seharusnya “praktik. Ada juga beberapa kata yang salah ketik. Dan juga penggunaan dialog jawa yang tidak semua orang paham.

Peresensi adalah Rafiqah Meidina Syakira, mahasiswi Program Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala. Ia juga merupakan salah satu anggota di UKM Pers DETaK USK.

Editor: Putri Izziah