Beranda Opini Selamat Hari Kartini: Habis Gelap Terbitlah Terang

Selamat Hari Kartini: Habis Gelap Terbitlah Terang

BERBAGI
Ilustrasi. (Nadira Yulia Rahmah/DETaK)

Opini | DETaK

Raden Ajeng Kartini (R.A.Kartini) adalah sosok perempuan Indonesia yang namanya tetap harum hingga saat ini. Sosok Kartini disebut-sebut sebagai sang ‘Ibu kita Kartini’ karena beliau memiliki jasa yang sangat besar bagi kaum perempuan Indonesia, sebagaimana sudah diabadikan dalam lagu ciptaan Wage Rudolf Supratman yang berjudul ‘Ibu Kita Kartini’. Sebab itu pula sosoknya diabadikan dalam sejarah dengan menjadikannya sebagai pahlawan Nasional Indonesia, bahkan kelahirannya dijadikan sebagai salah satu tanggal Nasional yang harus diperingati setiap tahunnya.

Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa setiap tanggal 21 April akan selalu diperingati sebagai Hari Kartini, Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dalam mengenang jasa-jasa beliau yang telah memperjuangkan hak-hak perempuan, dan berkat jasa-jasa sang ibu Kartini pula kaum perempuan bisa menikmati indahnya mengenyam dunia pendidikan.

Iklan Souvenir DETaK

Setelah menyampaikan sedikit penjelasan diatas, mungkin banyak diantara kita yang bertanya-tanya kenapa tanggal 21 April selalu di peringati sebagai hari Kartini, bukankah pahlawan perempuan Indonesia itu banyak? Seperti Cut nyak Dien, Martha Christina Tiahahu, Nyi Ageng Serang, Cut Meutia, Dewi Sartika dan yang lainnya, bukankah mereka sama-sama perempuan pejuang? Lalu kenapa hanya ada hari Kartini?

Pertanyaan itu pasti sering terlintas di benak masing-masing.

Berbicara tentang Cut Nyak Dien, beliau adalah sosok perempuan yang berjuang dalam mempertahankan tanah air yang kala itu ingin dikuasai oleh kolonial Belanda, yaitu Aceh. Sosoknya dikenal sebagai wanita perkasa karena tak gentar dalam memimpin perlawanan di Medan perang. Berbeda dengan Raden Ajeng Kartini, Cut Nyak Dien menjadi wanita pejuang yang andil dalam peperangan sementara Kartini adalah sosok ibu bagi kaum wanita karena telah memperjuangkan hak-hak milik perempuan. Tidak ada maksud membanding-bandingkan, namun dari kedua sosok Perempuan tangguh ini dapat dilihat bagaimana mereka berjuang melalui jalan yang berbeda. Cut Nyak Dien yang mati-matian berjuang untuk mempertahankan tanah Aceh, sementara Kartini yang tak kenal menyerah demi mempertahankan hak-hak perempuan, salah satunya adalah pendidikan.

Sosok Cut Nyak Dien telah menggambarkan pada dunia bahwa tidak semestinya perempuan dianggap lemah, perempuan juga memiliki sisi ketangguhan bahkan dalam memimpin perang sekalipun, namun hal ini sama sekali tidak mengubah pandangan bahwa kaum perempuan memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki.

Jika dilihat kembali ke masa lampau, pendidikan adalah satu hal terpenting dan yang sangat diinginkan oleh masyarakat Indonesia kala itu, hampir semua orang menginginkan pendidikan, menginginkan ilmu dan wawasan untuk membuka cara berpikir, Tapi sayangnya kaum pribumi enggan mendapatkan pendidikan karena masa itu hanya kaum Belanda yang bisa bersekolah, kecuali kaum pribumi yang merupakan anak-anak bangsawan. Tapi lain daripada perempuan itu sendiri, para perempuan tak dikenankan untuk bersekolah sebab adanya ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Lalu hadirlah sosok Kartini yang berusaha untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, beliau memiliki pola pikir yang cemerlang dalam memandang arti pendidikan. Sekarang kita bisa menikmati hasil dari perjuangan sosok ibu Kartini untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Ini lah alasan kenapa harus ada Hari Kartini, karena tanpa beliau belum tentu kita bisa bersekolah seperti sekarang ini, bukankah sekarang juga begitu pentingnya pendidikan? Jika tidak perempuan hanya bagaikan burung dalam sangkar. Terkurung dan terkurung, lantas apa yang engkau dapatkan dalam kurungan itu?

Jika sosok Kartini adalah pejuang pendidikan bagi kaum perempuan bagaimana dengan Dewi Sartika? Bukankah beliau juga merupakan seorang pahlawan pendidikan bagi kaum wanita?

Dewi Sartika, sosoknya juga sudah tidak asing bagi kaum perempuan Indonesia, beliau juga memiliki jasa yang sama besarnya terhadap pendidikan kaum perempuan di Indonesia. Namun pertanyaan-pertanyaan kritis tentang ‘kenapa harus Kartini, kenapa bukan Dewi Sartika?’ sering sekali menjadi bahan perbincangan kalangan umum.

Jika dilihat dari usia, Raden Ajeng Kartini lima tahun lebih tua dari Ajeng Dewi Sartika. Keduanya memiliki kesamaan yaitu sama-sama berasal dari kalangan priyayi. Di ceritakan bahwa sosok Dewi Sartika sejak kecilnya sudah mengajar anak-anak, beberapa kalangan juga menyebutnya sebagai ibu pendidikan Indonesia karena beliau telah mendirikan sekolah khusus perempuan pada tahun 1904 di Bandung, Jawa Barat. Sekolah ini dikenal dengan Sakola Istri, pada masa awal berdirinya hanya ada 20 orang murid namun seiring berjalannya waktu murid di Sakola Istri itu kian bertambah, hingga pada akhirnya sekolah itu semakin berkembang dan berganti nama menjadi Sekolah Keutamaan Isteri.

Lalu apa yang lebih menarik dari sosok Raden Ajeng Kartini?

Kartini memiliki pola pikiran kritis yang sering ia cantumkan dalam tulisan. Seperti yang sudah dikisahkan dalam sejarah bahwa Kartini sangat terampil dalam menulis, Salah satu buku miliknya yang paling terkenal adalah ‘Habis gelap terbitlah terang’. Kartini tak hanya memperjuangkan hak-hak perempuan dalam pendidikan namun beliau juga memperjuangkan kedudukan dan kesetaraan perempuan, tak segan-segan beliau melakukan perlawanan terhadap tradisi yang dapat merugikan harkat dan martabat perempuan, kala itu. Sebagai contohnya adalah Poligami, perjodohan, dan beberapa hal lainnya yang mengekang kaum perempuan. Hal ini sebagaimana dituliskan dalam surat-suratnya. Kartini meskipun memiliki usia yang tidak panjang namun goresan tangan dan pemikiran-pemikiranya tidak akan hilang meski di telan waktu.

Mungkin hal ini salah satu alasan kenapa Harus ada ‘Hari Kartini’ tiap tahunnya, sama seperti tulisan dan pemikirannya yang abadi. Sosoknya juga harus dikenang selama tulisan dan pemikiran-pemikirannya itu masih berlaku hingga saat ini.

Terlepas dari apapun yang tertulis dalam opini ini, jangan menjadikan ini sebagai bahan perbandingan, karena setiap perjuangan yang mereka lakukan memiliki keistimewaan masing-masing. Selamat Hari Kartini 21 April 20204, Jadilah wanita yang kuat, berpendidikan, dan Rangkul Keadilan di negeri tercinta ini.

Penulis bernama Alya Anjadelisya Hasibuan, mahasiswi Ilmu Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Syiah Kuala

Editor: Aisya Syahira