Dela Gihara Fitri [AM] | DETaK
“Apa begitu penting dianggap waras oleh manusia?“.
Kata ‘waras’ di sini memiliki makna normal atau sama dengan khalayak umum. Kalimat tersebut mungkin akan dianggap naif oleh sebagian orang, akan tetapi tidak dipungkiri bahwa tidak sedikit juga yang memikirkan hal tersebut secara mendalam.
Manusia adalah makhluk sosial yang tentunya tidak bisa lepas dari manusia lainnya. Manusia dalam lingkup eksternal memiliki pengaruh penting dalam membentuk pribadi manusia lainnya. Sekalipun seseorang berpikir untuk melakukan suatu hal, namun tak lantas membuat nya merealisasikan keinginannya tersebut secepat yang dia pikirkan, sebelum dari itu akan banyak pertimbangan baik atau buruknya. Bagaimana jika begini? Bagaimana jika begitu? dan lain sebagainya.
Ungkapan ‘Don’t judge a book by its cover’ tak jarang diagung-agungkan sebagai simbol toleransi, kalimat tersebut sering kali dikatakan apabila ada seseorang yang dinilai berbeda dari orang-orang normal. Namun yang terjadi saat ini terasa kontradiktif dengan realita yang ada, kategori normal seolah dibentuk oleh standarisasi masyarakat mayoritas. Hal ini malah membuat orang-orang yang ‘tidak memenuhi standar’ merasa minder untuk menjadi dirinya sendiri, seolah kata-kata ‘just be yourself’ hanya angin lalu yang tak sejalan maknanya. Apakah menjadi berbeda adalah sebuah dosa? Apakah tidak sama lantas dikatakan aneh atau justru menjadi aib bagi dirinya? Seseorang seolah kehilangan ranah pribadinya, terusik dengan dengungan-dengungan yang mengalun membawa kepada titik rendah bagi dirinya setelah dikritik tanpa berpikir dampak dari hal tersebut.
Tidak salah rasanya jika ada yang menilai seseorang dari penampilannya dan lebih tidak salah lagi jika seseorang ingin menjadi dirinya sendiri, Merasa bebas dengan pilihannya. Tanpa perlu merasa didikte maupun merasa ditekan oleh orang lain yang termasuk dalam kategori asing. Tentu saja hal itu tidak luput dari norma yang berlaku, setiap tindakan kita sudah diatur oleh norma dan undang-undang yang ada. Terlepas dari itu, seharusnya hak berekspresi merata bagi semua kalangan.
Tidak banyak yang mengerti bahwa manusia memiliki kehidupannya masing-masing, masalah yang dihadapi tentu berbeda-beda dan bagaimana seseorang menyikapi permasalahan akan membawa dampak pada pembentukan karakternya, baik itu dengan atau tanpa kesengajaan.
Beberapa dari orang yang dikomentari tentu merasa menjadi pihak yang dirugikan, karena selama apa yang dia lakukan tidak merugikan orang lain orang tersebut akan merasa benar dengan tindakannya. Namun kita tidak bisa menebak jalan pikiran seseorang, dimana ada dampak negatif, selalu diiringi dengan kontradiksinya. Ada juga yang menjadikan komentar tersebut masukan dan introspeksi bagi dirinya untuk lebih baik kedepannya.
Terlepas dari bagaimana penampilan fisik seseorang, pola pikir, dan bagaimana karakternya, kita sebagai ‘orang luar’ tidak bisa menilai seseorang secara subjektif sedang kita melihat dari frame yang berbeda. Setidaknya kita mengetahui terlebih dahulu mengapa seseorang bertindak demikian sebelum menghakimi tanpa alasan yang jelas. Hal ini mungkin sepele, tetapi hal sepele sekalipun bisa berdampak besar jika tidak ditangani dengan bijak.
Editor : Missanur Refasesa