Beranda Artikel Ngabuburit Sambil Ngilmu: Sejarah Masjid Raya Baiturrahman

[DETaR] Ngabuburit Sambil Ngilmu: Sejarah Masjid Raya Baiturrahman

BERBAGI
Ilustrasi. (Wendi Amiria | DETaK)

Monita Julistalia | DETaK

Memasuki bulan Ramadan, kegiatan menunggu berbuka adalah kegiatan paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam yang menjalankan ibadah puasa. Ngabuburit, begitu orang-orang menyebutnya. Ngabuburit bisa dilakukan dengan beberapa kegiatan santai seperti misalnya dengan tidur, hingga berburu takjil sambil jalan-jalan sore.

Memang di penghujung hari, energi sudah tidak penuh lagi. Kalau sudah begini, memang yang paling enak bermalas-malasan sambil menunggu waktu berbuka puasa. Nah, biar bermalas-malasan kamu berfaedah, gimana kalau sambil ngilmu?

DETaR kali ini akan membahas sejarah singkat Masjid Raya Baiturrahman. Masjid kebanggaan rakyat Aceh ini tentu sudah tidak asing lagi bagi kita mahasiswa Universitas Syiah Kuala (USK). Mesjid Raya yang terletak di jalan Moh. Jam No. 1. Kampung Baru, Kota Banda Aceh ini telah lama menjadi situs bersejarah yang telah ada sejak era kejayaan Kesultanan Aceh dan bertahan hingga saat ini. Masjid ini telah melalui berbagai hal, mulai dari tragedi pembakaran oleh kolonial Belanda tahun 1873 hingga hantaman tsunami di akhir 2004.

Masjid Raya Baiturrahman pertama kali dibangun di era Kesultanan Aceh. Dengan bentuk atap limas bertingkat empat, hal ini selayaknya ciri khas dari masjid-masjid di Indonesia pada saat itu. Ada banyak versi terkait sejarah awal pembangunan masjid ini, ada yang mengatakan bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1292 M namun ada juga yang menyatakan bahwa masjid ini dibangun pada 1612 M.

Dalam sejarahnya, pada masjid ini pernah terjadi pembakaran oleh pihak Belanda saat sedang melakukan penyerangan pada Koetaradja (Banda Aceh) pada 10 April 1873. Keruntuhan bangunan masjid lantas membuat rakyat Aceh mulai melakukan perlawanan terhadap pihak Belanda hingga titik darah penghabisan.

Dengan ditewaskannya panglima Belanda, Major General Johan Harmen Rudolf Köhler di halaman Masjid Raya, rakyat Aceh memperoleh kemenangan mereka atas Belanda. Bangunan masjid lalu dibangun ulang oleh pihak Belanda atas perintah Jenderal Van Der Heijden. Proses pembangunan ulang Majid Raya Baiturrahman berlangsung pada 1879-1881 M. Arsitektur bangunan yang baru dibuat oleh de Bruchi yang mengadaptasi gaya Mughal (India).

Setelah beberapa kali Masjid Raya mendapatkan perluasan dan penambahan kubah serta menara, Masjid Raya kini memiliki 5 kubah dan 2 menara. 5 kubah ini melambangkan kelima elemen pancasila.

Pada saat peristiwa tsunami 2004 terjadi, Masjid Raya merupakan salah satu bangunan yang selamat dari peristiwa tersebut, walau beberapa bagian mengalami kerusakan. Hal ini membuat Masjid Raya kembali menjalani renovasi.

Hingga pada Juli 2015, Gubernur Aceh mulai melakukan renovasi pada Masjid Raya Baiturrahman untuk menampilkan landscape baru dari masjid bersejarah rakyat Aceh ini. Masjid Raya kemudian dibangun dengan 12 unit payung raksasa yang menghiasi halamannya, pembangunan basement untuk lahan parkir mobil dan motor, serta dilengkapi tempat wudhu dan toilet laki-laki dan perempuan.

Pada bagian pinggir halamannya ditanami 33 pohon kurma dan bagian tengah halaman tersebut terdapat kawasan hijau yang dihiasi rumput hijau dan bunga warna warni yang dimaksudkan memberi kesejukan. Mega proyek pada Masjid Raya Baiturrahman ini pun selesai pada Juni 2017. Hingga kini keindahan Masjid Raya dapat kita nikmati bersama.

Sejarah panjang inilah yang menjadikan Masjid Raya sebagai monumen kebanggaan bagi rakyat Aceh. Dengan mengetahui sejarah ini, semoga ketika kamu mengunjungi Masjid Raya kamu dapat merasakan rasa kebanggaan yang sama seperti yang dirasakan kebanyakan rakyat Aceh lainnya ya.[]

#30 Hari Bercerita