Missanur Refasesa | DETaK
Banda Aceh – Diskusi dengan tema “Mengurangi Sengkarut Kekerasan Seksual” digelar di Kamikita Community Center pada Rabu, 8 Desember 2021. Diskusi ini dihadiri oleh puluhan pemuda Aceh dan empat narasumber utama.
Mifta Sugesti, Co-Founder The Leader dan kandidat psikolog anak mengatakan bahwa penting bagi siapa pun yang cenderung berisiko menjadi korban kekerasan seksual untuk memperbanyak faktor protektif agar dapat memperkecil faktor risiko.
“Penting bagi kalian untuk mengedukasi diri sendiri, perkuat pertemanan dan sistem dukung kalian, tau celah-celah bantuan apa yang bisa kalian dapatkan,” ujar Mifta.
Menurutnya, dalam praktik budaya patriarki justru korban laki-laki mengalami kesulitan dua kali lebih banyak dibanding perempuan.
“Akan lebih sulit mereka untuk speak up, saya pernah mengenal beberapa orang laki-laki yang dilecehkan dan saya tawari bantuan untuk diproses tapi mereka enggak mau. Karna itu tadi, mereka dituntut untuk tegar, dituntut untuk kuat,” ungkap Mifta.
Dia melanjutkan, dampak merusak pada korban kekerasan seksual baik pada laki-laki maupun perempuan sebenarnya sama. Namun kata Mifta, gejala yang muncul setelah kasus itu terjadi kemungkinan berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Mifta mengatakan, pada kejadian-kejadian yang menimbulkan efek trauma biasanya muncul dua reaksi, yaitu hyper dan hypo. Ia menjelaskan bahwa reaksi hyper biasanya terjadi pada korban laki-laki sedangkan pada perempuan umumnya terjadi reaksi hypo.
“Hypo itu lebih ke arah efek datar, depresi. Kalau hyper itu jadinya marah, sulit untuk meregulasi emosi. Makanya kemudian banyak korban yang melanjutkan siklus kekerasan seksual,” ujar Mifta.
Siti Maisarah, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Banda Aceh menyebutkan, dari data kasus kekerasan seksual yang dihimpun P2TP2A, angka tertinggi ada di tahun 2016 dan 2017. Masing-masing 176 kasus dan 156 kasus. Di tahun 2020 angka tersebut turun menjadi 116 kasus. Data terakhir di tahun 2021, tercatat sebanyak 148 kasus kekerasan seksual terjadi di Banda Aceh.
“Artinya apa, kasus kekerasan seksual ini, kekerasan terhadap perempuan dan anak itu belum bisa sesuai dengan harapan kita bersama,” tutur Siti Maisarah.
Ia mengatakan, dalam kasus ini fokus pemerintah terbagi menjadi tiga yaitu pencegahan sebanyak 80%, penanganan 10%, dan pemberdayaan terhadap korban10%. []
Editor: Indah Latifa