Judul : Orang Maiyah
Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : Penerbit Bentang
Tebal : 95 Halaman
Cetakan : 1 November 2015
Buku ini merangkum dialog penulis dan tujuh orang Maiyah lainnya dalam menginternalisasi peran forum Maiyah dalam hidup mereka. Buku ini ditulis karena rasa kagum penulis terhadap orang Maiyah. Ia memposisikan diri sebagai media pengantar cinta dan ilmu dari orang-orang Maiyah. Orang Maiyah membuat penulis kagum sebab ketulusan mereka dalam menulis bukan dengan alasan yang dibuat-buat untuk menjadi penulis.
Dengan membaca buku ini saja kita mendapat banyak sekali hal-hal yang dianggap remeh namun tenyata bermakna sangat luas. Ketika melintas di sebuah jalan misalnya, sambil merasakan hembusan angin. Pandanglah ke langit sesaat. Atau perhatikan apa saja yang seakan-akan tak bermakna: daun yang jatuh dari pohon, buah yang dibiarkan membusuk, binatang-binatang melata, tetesan air hujan. Bisakah kita menemukan pintu rahasia cinta Allah padanya?
Orang Maiyah menemukan ilmu, kesetiaan, cinta dan kebahagiaan. cukup dengan memandang gigi mereka sambil berkaca yang membuat mereka bersyukur bahwa Allah mengambil keputusan untuk tidak membiarkan gigi terus bertumbuh. Ini artinya orang Mahiyah selalu mensyukuri setiap keputusan Allah terhadap hidupnya sebab mereka memahami ada makna tersirat di balik itu.
Tidak cukup dengan membahas mengenai rasa syukur, buku ini juga mengimplementasikan definisi ikhlas dengan kiasan kehidupan induk ayam. Saat si ayam mulai bertelur, si jago masih dengan kesetiaan menemaninya merajut hari. Namun, tatkala ia mulai mengeram demi melahirkan anak mereka, si jago menjadi “penghianat”. Dengan menyambangi ayam-ayam betina milik tetangga. Tetapi, si induk tidak merasakan sakit hati.
Barangkali si induk berkata dalam hatinya bahwa ia harus menerima karena memang sudah takdirnya si jantan ditakdirkan melakukan poligami. Sementara si induk betina sudah ditakdirkan harus mengerami telur-telur itu sendirian sebagai bentuk pelaksanaan amanat yang diberikan Allah kepadanya.
Setelah menetas, si induk pun mengasuh dan mengurus anak-anaknya sendirian. Mencari makan dan melindungi sekuat tenaga. Bahkan hingga titik darah penghabisan. Namun, ketika anaknya ditakdirkan harus mati satu per satu, tidak ada derai air mata yang mengalir. Dia ridha. Bahkan ketika anaknya tak bersisa sama sekali, ia pun malah mulai berkokok dan mencari jago kembali. Dan proses itu akan berulang hingga akhir hayatnya. Tidak ada protes apalagi sampai terjadi demonstrasi massal para betina untuk menuntut emansipasi. Bahwa kalau kita berbuat baik maka alasan satu-satunya adalah karena kita ingin berbuat baik karena Allah. Titik. Tiada koma apalagi titik dua. Namun, ini sangat rawan. Tidak dapat diterapkan jika hanya berandai-andai tanpa ada aksi nyata. Jika tidak bisa memahami apa arti ikhlas itu sendiri.
Buku ini menjadi bukti bahwa penulis tidak hanya menyusun kata yang kemudian berhenti sebagai teks belaka. Namun tulisan yang akan hidup dan tak lekang oleh zaman. Seorang pembaca bahkan menuturkan bahwa ”Orang Maiyah” menghabiskan gagasan Emha tidak hanya berhenti sebagai buku yang dibaca, dipikirkan dan dijadikan referensi hidup oleh para pembacanya. Namun, dalam tubuh orang-orang Maiyah itulah buku karya Emha yang sebenarnya. Tulisan Emha disusun oleh huruf-huruf yang berwujud manusia.
Untuk menambah ilmu dan memahami lebih ajaran agama Islam, buku ini sangat dianjurkan untuk dibaca dan dijadikan acuan dalam memaknai kehidupan. Namun, akan ada sedikit kesulitan dalam mengartikan kata-kata karena penggunaan kata yang jarang digunakan secara umum. Dan makna yang hanya akan didapat jika direnungkan dan diperdalam.
Penulis bernama Raisyah Siti Hafifah. Dia adalah salah satu anggota magang di UKM Pers DETaK Unsyiah.
Editor: Feti Mulia Sukma