Beranda Opini Tugas Akhir dan Skripsi di Tengah Pandemi, Haruskah?

Tugas Akhir dan Skripsi di Tengah Pandemi, Haruskah?

BERBAGI
Shiddiq Mubarak, Ketua DPM Unsyiah tahun 2020. (Dok.Pribadi)

Opini | DETaK

Sehubungan dengan Surat Edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 36962/MPK.A/HK/2020 tertanggal 17 Maret 2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) berkaitan dengan Surat Dirjen Dikti Nomor: 302/E.E2/KR/2020 tertanggal 31 Maret 2020 tentang Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan yang memuat tentang Penyelenggaraan Program Pendidikan di tengah mewabahnya pandemi COVID-19, dan surat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang ditujukan ke setiap universitas Nomor: 331/E.E2/KM/2020 tertanggal 6 April, 2020 tentang Bantuan Sarana Pembelajaran Daring kepada Mahasiswa, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberikan kewenangan kepada Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan Protokol Pencegahan COVID-19. 

Di tengah mewabahnya pandemi COVID-19, mahasiswa yang saat ini sedang menjalani serangkaian proses menuju akhir kelulusan menjadi salah satu pihak yang terdampak dengan resiko tinggi terhadap kondisi ekonomi dan status sosial. Keadaan inilah yang mengharuskan mahasiswa untuk memperpanjang masa studi yang idealnya dapat diselesaikan di semester ini. Keadaan ini diperparah dengan kondisi finansial keluarga dari beberapa mahasiswa yang merasa keberatan untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai prasyarat melanjutkan statusnya sebagai mahasiswa aktif di semester yang akan datang.

Iklan Souvenir DETaK

Di sisi lain, secara psikologis mahasiswa yang seharusnya dapat menyelesaikan masa studi di semester ini dan menjalani perpanjangan masa studi, akan mengalami kondisi mental yang sangat tertekan terkait status sosial akademis di lingkungan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang, selama masih dalam kondisi darurat pandemi COVID-19. Sejumlah mahasiswa juga merasakan kesulitan dalam proses pengambilan data untuk menunjang penelitian skripsi, dan lain-lain. Dalam aspek Perguruan Tinggi pun, terdapat lonjakan mahasiswa di semester mendatang yang juga bersamaan dengan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) 2020. Untuk itu, usulan alternatif perubahan kewajiban menyelesaikan tugas akhir, skripsi, maupun kewajiban sejenis lainnya dengan bentuk karya ilmiah lain yang sejenis baik dalam bentuk artikel ilmiah, ataupun gerakan-gerakan sosial yang diharapkan dapat membantu mempersempit mata rantai penyebaran pandemi COVID-19 agar dapat segera ditindaklanjuti. Solusi tersebut juga dapat dipergunakan sebagai akselerasi kuantitas publikasi jurnal yang sekaligus dapat mendorong akreditasi.

Jika narapidana kasus perjudian, perampokan bahkan pembunuhan saja bisa dibebaskan, mengapa sekadar mengganti skripsi menjadi karya tulis ilmiah atau  pengabdian masyarakat bagi mahasiswa kedokteran susah diterapkan? Mengingat narapidana yang dibebaskan sudah menjalani 2/3 dari masa tahanan, seharusnya kebijakan tersebut juga bisa diterapkan pada mahasiswa yang sudah menjalani 2/3 masa studinya di kampus. Kata almarhum Gusdur “gitu aja kok repot.”

Salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang sudah menerapkan perubahan kewajiban tugas akhir, skripsi, dan lain-lain adalah Universitas Negeri Surabaya. Melalui Surat Edaran Rektor Unesa, tertanggal 1 April 2020, Unesa mengambil alternatif dalam bentuk artikel ilmiah sebagai pengganti tugas akhir, skripsi, dll. Lebih dari 49 ribu mahasiswa di seluruh Indonesia juga menyepakati petisi tentang Pembebasan Biaya Kuliah & Tugas Akhir Mahasiswa Semester Akhir (http://chng.it/NV7JxCQs) yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Tak hanya itu, melihat proses masa studi mahasiswa yang hanya menjalani perkuliahan di lingkungan kampus tak lebih dari 2 bulan, kampus seharusnya menggratiskan biaya pendidikan atau memberi potongan 50% biaya pendidkan semester depan sebagai bentuk sinergisitas Perguruan Tinggi Negeri dengan masyarakat dalam upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi korona.

Sebagai mahasiswa yang dipercaya menjadi Dewan perwakilan Mahasiswa (DPM) Unsyiah, kami juga meminta Bapak Rektor untuk segera membuat Surat Keputusan atau merevisi Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) dalam rangka menfasilitasi mahasiswa untuk fokus belajar di rumah. kami juga meminta kepada Bapak Rektor untuk menyegerakan pemberian bantuan pulsa kepada mahasiswa untuk mendukung keefektifan perkuliahan secara daring.

Semoga tulisan ini dapat menjadi pertimbangan Bapak Rektor dalam rangka menentukan kebijakan yang aspiratif untuk menciptakan stabilitas penyelenggaraan program pendidikan secara efektif dan efisien di tengah mewabahnya pandemi COVID-19.

Shiddiq Mubarak, Ketua DPM Unsyiah 2020.

Editor: Missanur Refasesa