Cut Siti Raihan | DETaK
Banda Aceh- Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang mengikuti aksi demonstrasi terkait pencabutan Omnibus Law RUU Cipta Kerja meninggalkan lokasi aksi lebih cepat. Hal ini terjadi karena setelah poin tuntutan dari pihak Aliansi Koetaradja Memanggil disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), terdapat perbedaan pendapat antara pihak Unsyiah dan mahasiswa lain yang ikut aksi.
Menurut Wakil BEM Unsyiah, Muhammad Dzaky Naufal, terdapat perbedaan pemahaman mulai dari konsep dan arah aksi.
“Tidak ikut lagi itu bukan berarti tidak turun lagi. Kita lihat saja nanti bagaimana progresnya. Kalau memang ada komunikasi yang baik, satu persepsi, satu konsep arah daripada pencapaian, maka kenapa tidak kita bergabung lagi,” ujarnya.
Dzaky menjelaskan bahwa saat di lapangan ada perbedaan persepsi dari yang sudah dibicarakan saat rapat konsolidasi pada Rabu, 07 Oktober 2020.
“Kita kan inginnya konsepnya matang. Upaya pencabutan Omnimbus Law dan upaya penggagalan UU Ciptaker. Letak miskomunikasi mungkin di konsep dan realita di lapangan. Rencana awalnya kita bersepakat untuk meminta pertanggungjawaban atas sikap mereka yang kita mintai untuk melayangkan secepatnya pada DPR RI untuk ke Presiden langsung,” lanjutnya.
Sedangkan menurutnya, yang ditemui oleh massa tadi tidak seperti yang diharapkan.
“Saya tadi menemukan hal-hal bahwa yang kita temui tadi bukanlah DPRA, tetapi scapegoat. Mohon maaf ni saya katakan, istilahnya yang kita temui ‘ban serap’ pada DPRA. Mungkin taulah maksudnya gimana. Kita di sini gak mau membicarakan oknum-oknum politik yang ada di DPRA, makanya kita meminta langsung legitimasinya itu di pimpinan, bukannya fraksi, gitu,” terangnya.
Di sisi lain, Maryono selaku Ketua BEM FKIP Unsyiah yang juga mengikuti aksi Koetaradja Memanggil mengatakan bahwa ada sedikit miskonsepsi antara pihak Unsyiah dan teman-teman lain yang ikut aksi.
“Saya sedikit memberikan klarifikasi bahwa sebenarnya kami bukan menarik diri, tapi akan membicarakan lagi bagaimana konsepnya dengan teman-teman,” jelasnya. []
Editor: Indah Latifa