Cut Siti Raihan | DETaK
Darussalam- Surat Edaran dengan Nomor B/6108/UN11/PK.00.03/2020 tentang Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Akademik 2020/2021 resmi diedarkan pada Senin, 28 Desember 2020. Di dalam surat edaran yang ditujukan untuk jenjang S1 hingga S2 tersebut berisikan bahwa yang akan mengikuti perkuliahan tatap muka pada 2021 hanya diperuntukkan bagi angkatan 2019 dan 2020.
Berdasarkan hal ini, mahasiswa selain angkatan 2019 dan 2020 menyampaikan argumennya, beberapa mahasiswa yang diwawancarai oleh detakusk.com via WhatsApp mengaku setuju dan lainnya mengaku keberatan dengan kebijakan ini.
“Menurut saya untuk surat yang dikeluarkan tersebut itu boleh aja ya, karena saya rasa untuk angkatan 2019 dan 2020 itu kan mereka masih tergolong mahasiswa baru ya, jadi wajar kalau mereka yang diperbolehkan untuk tatap muka. Sedangkan mahasiswa angkatan sebelumnya tidak, karena ini kita juga kan masih new normal dan beberapa kampus juga masih menerapkan kuliah daring atau online. Jadi sebelum pihak kampus memutuskan ini pasti mereka sudah memikirkan dahulu bagaimana dampak ke depannya,” tutur Zikrina Munawarah, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), angkatan 2016.
Senada dengan Zikrina, Silviana Anjeli yang merupakan mahasiswa angkatan 2017, mengatakan bahwa kebijakan ini mungkin menjadi wadah edukasi bagi mahasiswa angkatan 2019 dan 2020.
“Menurut aku sih wajar-wajar aja, karnakan teruntuk maba kan belum terlalu ngerti gimana sistem kuliah sama sekolah mungkin ada baiknya juga dibuat untuk semester depan maba diperbolehkan masuk kampus biar tau Unsyiah tu gimana, letak kampusnya gimana, dosen-dosennya yang mana dan tentunya biar kenal sama kawan-kawan seangkatannya,” ujar Silviana.
Sri Elmanita S, mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2018 mengatakan hal yang serupa, namun ia menyayangkan tentang kuliah praktek yang sedikit sulit jika dilakukan secara daring.
“Untuk menurunkan angka penyebaran Covid-19 saya setuju akan hal ini, membatasi jumlah mahasiswa yang dapat berkuliah offline. Saya masih bertanya-tanya kenapa yang diperbolehkan angkatan 2019 dan 2020 saja? Apa karena angkatan 2018 ke atas sudah tinggal sedikit MK yang diambil? Sebenarnya saya sendiri lebih suka offline, interaksi nya terasa lebih menyenangkan. Untuk pelaksanaan online ini sebenarnya saya sedih, semester 6 itu rata-rata mata kuliah praktek sudah bisa diambil. Praktek peradilan secara virtual itu gak dapat feelnya sama sekali. Terus untuk pelaksanaan perkuliahan dengan zoom lagi, saya rasa sistem kita masih belum efektif,” jelas Sri Elmanita.
Di sisi lain, ada beberapa mahasiswa yang mengaku keberatan terhadap kebijakan ini, ND, mahasiswa angkatan 2018 ini mengaku saat kuliah daring menemukan banyak kesulitan, sehingga ia berharap dapat kuliah tatap muka di semester depan.
“Pendapat saya mengenai surat edaran yang memperbolehkan angkatan 2019 dan 2020 saja untuk tatap muka hal itu justru memberatkan angkatan selain daripada angkatan 2020 dan 2019, karena saya pribadi menaruh harapan besar agar kuliah bisa dilaksanakan secara offline, karena banyak sekali keterbatasan selama menjalani kuliah secara online yang keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat diatasi jika kuliah bisa dilaksanakan secara offline,” katanya.
Hal serupa juga diutarakan oleh MAS, mahasiswa Fakultas Teknik angkatan 2017 ini sedikit tidak setuju terhadap kebijakan ini karena menurutnya di beberapa fakultas perlu banyak praktek lapangan, sehingga agak kesulitan jika dilaksankan secara daring.
“Kalau menurut aku, di beberapa fakultas kan ada laboratorium, yang mana kan baik itu laboratorium dalam kelas/ruangan maupun di luar ruangan. Ada laboratorium alam sama laboratorium di dalam kampus, jadi misalnya tatap muka hanya diperbolehkan bagi angkatan 2019 dan 2020 memang mereka bermanfaat kali kan, ada lapangan dan laboratorium. Tapi bagi senior-senior mereka yang angkatan 18, 17 sedikit terkendala, karena butuh lapangan untuk mempelajari ilmu kebumian, dan perlu analisis lagi. Dan emang yang begitu perlu tatap muka,” pungkasnya.[]
Editor: Sri Elmanita S