Cut Siti Raihan | DETaK
“Kampung ini dulunya adalah tempat kumuh dan tidak ada perawatan.”
Begitu ungkap Dedi Suhadi, kepala kampung Kerinci sekaligus pencetus kampung warna-warni. Lelaki berusia 40 tahunan itu dengan sigap menceritakan kisah kampung Kerinci yang mulai berubah ke arah lebih baik.
Rumah-rumah penduduk itu beratapkan loteng dan seng yang digambar dan diwarnai sedemikian rupa. Fondasi rumah beralaskan semen yang telah terplester. Setiap sudut rumah memiliki lukisan mural dan grafiti tersendiri. Ada pula yang berbentuk abstrak. Juga lukisan inspiratif, berupa ajakan untuk membuang sampah pada tempatnya, anjuran untuk menjaga dan melestarikan lingkungan, dan banyak lainnya.
Jejeran rumah-rumah penduduk terlihat rapi sejauh mata memandang. Dari kejauhan, kampung ini memang tampak biasa saja, tak ada yang menarik. Tetapi, ketika ditelusuri lebih dalam, perumahan penduduk ini menyimpan beragam keelokan dan keunikan dibandingkan dengan kampung pada umumnya.
Kerinci, begitulah nama kampung tersebut. Kampung ini terletak di Seutui, Banda Aceh. Lokasinya memang sedikit sulit untuk ditemukan, lebar jalan hanya dua meter, dan berjarak 20 meter dari jalan raya. Tidak ada gapura dan petunjuk khusus yang dapat menuntun pelancong untuk mencapai tempat ini.
Kampung warna-warni ini merupakan program ‘Kotaku’ yaitu Kota Tanpa Kumuh. Program ini hanya dikhusukan untuk kampung-kampung yang digolongkan sebagai wilayah kumuh oleh pemerintah setempat. Tujuannya adalah untuk mengentaskan wilayah kumuh.
“Yang menganisiasi program Kotaku di kampung Kerinci ini adalah Ibu Diah, yang merupakan istri Plt. Gubernur Aceh, kebetulan beliau adalah dosen bidang perairan. Selain itu, kami juga dibantu oleh adik-adik mahasiswa dari ISBI dan Fakultas Teknik jurusan Arsitektur Unsyiah,” lanjut Dedi.
Program ‘Kotaku’ ini sudah dimulai sejak tanggal 25 Desember 2018. Saat itu pula warga mulai bergotong royong untuk menciptakan kampung yang bersih dan jauh dari kata kumuh. Kesadaran masyarakat yang tinggi akan betapa pentingnya tempat tinggal yang sehat memberikan dampak positif bagi terciptanya kampung warna-warni ini.
Pembuatan pagar, paving block, lukisan mural di rumah-rumah warga mulai digalakkan dari tahun 2018 lalu. Kreativitas dan kegigihan warga dalam menciptakan kampung inspiratif tercuat dengan sendirinya. Berkat bantuan mahasiswa dan pemerintah kota setempat, kampung warna-warni ini mulai menunjukkan perubahannya, untuk tidak disebut lagi sebagai wilayah ‘kumuh’.
Menyusuri kampung warna-warni melalui jalan setapak yang sudah disulap penuh warna. Payung yang juga warna-warni tergantung di atas langit-langit melalui tali yang disambungkan ke atap salah satu rumah warga. Tetapi, ada beberapa titik di kampung warna-warni yang belum tersentuh hiasan apapun.
“Kampung ini sudah ada ancangan untuk dijadikan sebagai kampung wisata, tetapi karena masalah dana, tidak semua rumah warga dapat dicat atau dilukis sebagaimana mestinya. Tetapi, kami dari pihak warga punya keinginan untuk memaksimalkan kampung warna-warni ini agar lebih indah kedepannya,” jelas Dedi.
Mata pencaharian warga kampung Kerinci sehari-hari adalah berjualan. Ada yang berjualan bakso, jamu, es krim dan lainnya. Para warga tidak berjualan di daerah kampung, tetapi mengitari sekitar wilayah Banda Aceh, seperti Lampaseh, Lambaro, hingga ke Blang Bintang. Warga pun berasal dari berbagai ras yang berbeda atau multiras. Mereka hidup berdampingan secara tenteram dan damai. Jumlah keseluruhan warga kampung sebanyak 150 penduduk.
Sepanjang perjalanan menyusuri kampung, banyak anak-anak kecil yang bermain dengan riangnya. Orang tua mereka hanya mengawasi sambil mengerjakan pekerjaan, salah satu ibu nampak sedang sibuk adee boh mee (menjemur asam jawa). Ternyata asam jawa yang sudah kering, akan diolah menjadi salah satu bahan untuk membuat jamu yang dijual keliling.
“Asam jawa ini akan kita proses menjadi jamu, jamu ini sangat bagus untuk mengobati penyakit hipertitis atau liver. Nanti selebihnya, asam jawa ini nanti akan kita bawa ke pasar untuk dijual di sana,” ungkap seorang ibu yang akrab disapa Epi.
Menurut Nurul, salah satu warga di kampung Kerinci, ia merasa bersyukur dengan adanya program ‘Kotaku’ ini, karena warga dapat saling bergotong royong, bahu membahu untuk menghias dan melukis kampung ini sehingga menjadi kampung yang dapat menjadi contoh dan panutan bagi kampung lainnya.
Pagar yang dicat dengan warna pelangi, atap rumah yang bergambar burung disertai awan dan langit biru, fondasi rumah yang menampakkan citra seni, lukisan ikan hiu, payung dan air hujan yang jatuh, dan lukisan kreatif lainnya, merupakan hasil kreativitas dari warga kampung Kerinci. Hingga akhirnya, kampung warna-warni ini diresmikan pada tanggal 7 Januari 2019. Peresmian ini merupakan awal bagi kampung ini untuk terus mengembangkan kampungnya, dan mencapai cita-cita untuk menjadi salah satu tempat wisata.
Tetapi sayang, Di ujung kampung masih terlihat sungai mengalir yang kurang akan perawatan, airnya hijau kotor, dipenuhi sampah tak bertuan, ikan-ikan masih asyik bermain tak menggubris tempat tinggalnya yang tercemar.[]