Beranda Artikel Mahasiswa Berjualan di Bulan Ramadhan, Peluang atau Tantangan?

Mahasiswa Berjualan di Bulan Ramadhan, Peluang atau Tantangan?

BERBAGI
Ilustrasi. (Askia Nailah/DETaK)

Artikel | DETaK

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selain menjadi momen untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan, Ramadhan juga membuka peluang ekonomi yang signifikan, terutama bagi mahasiswa. Banyak dari mereka yang tiba-tiba berjualan, baik itu makanan atau takjil berbuka puasa, minuman segar, hingga hasil dari kreatifitas mereka seperti aksesoris gelang, cincin, bahkan pakaian muslim.

Fenomena ini bukan hanya sekadar tren musiman, tetapi juga bentuk kreativitas dan semangat wirausaha mahasiswa dalam memanfaatkan peluang ekonomi yang meningkat selama bulan Ramadhan. Motivasi mahasiswa untuk berjualan di bulan puasa pun beragam. Sebagian dari mereka ingin menambah uang saku, sementara yang lain menganggapnya sebagai kesempatan untuk belajar bisnis secara langsung dan menambah pengalaman.

Iklan Souvenir DETaK

Namun, menjalankan bisnis di bulan Ramadhan juga memiliki tantangan tersendiri. Salah-satunya adalah manajemen waktu. Mahasiswa harus pandai membagi waktu antara kuliah, tugas akademik, dan usaha yang mereka jalankan, agar segalanya dapat berjalan dengan baik dan tidak mengganggu perkuliahan mereka. Belum lagi faktor kelelahan akibat puasa, yang bisa berdampak pada produktivitas mereka. Menyiapkan barang dagangan, mengelola pesanan, dan melayani pelanggan dalam kondisi lapar dan haus tentu membutuhkan energi ekstra.

Selain faktor akademik dan fisik, tantangan lain yang dihadapi mahasiswa adalah persaingan bisnis yang cukup ketat. Banyak pedagang musiman yang bermunculan selama bulan Ramadhan, sehingga mahasiswa harus memiliki strategi pemasaran yang kreatif agar produk mereka bisa menarik perhatian konsumen. Jika hanya mengandalkan produk yang sudah umum dijual tanpa ada diferensiasi yang jelas, usaha mereka dapat berisiko tenggelam di tengah banyaknya kompetitor. Oleh karena itu, mahasiswa harus menciptakan inovasi dalam produk yang mereka jual dan mengatur strategi pemasaran yang tepat agar dapat memenangkan persaingan.

Di era digital saat ini, mahasiswa yang berjualan dapat memanfaatkan media sosial sebagai alat promosi utama. Platform seperti Instagram, TikTok, dan WhatsApp digunakan untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dengan biaya yang minim. Mahasiswa bisa menciptakan Konten yang menarik, seperti foto produk yang menggugah selera atau video review singkat, dan mengupload di media sosial. Hal ini dapat menjadi strategi yang efektif dalam menarik perhatian pembeli. 

Selain mengejar keuntungan finansial, pengalaman berjualan di bulan Ramadhan juga memberikan banyak pelajaran berharga bagi mahasiswa. Selama berjualan, mereka belajar tentang bagaimana cara memanajemen keuangan, melayani pelanggan, hingga menghadapi tantangan bisnis di dunia nyata. Mahasiswa yang sudah merasakan pengalaman berdagang bisa melihat ini sebagai pijakan awal untuk berani mengambil langkah lebih besar dalam dunia bisnis di masa depan.

Oleh karena itu, maraknya mahasiswa yang berjualan takjil di bulan Ramadhan adalah sesuatu yang patut diapresiasi. Ini merupakan cerminan dari semangat kemandirian, inovasi, dan keberanian dalam memanfaatkan peluang ekonomi. Di bulan yang penuh berkah ini, mahasiswa tidak hanya menjadi konsumen yang pasif, tetapi juga aktif berkontribusi dalam perputaran ekonomi lokal. Ramadhan bukan hanya soal ibadah, tetapi juga tentang bagaimana kita memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk kehidupan yang lebih baik. Ini bukan sekadar fenomena musiman, tetapi juga menjadi laboratorium bisnis mini bagi mahasiswa untuk mengasah keterampilan yang akan berguna di masa depan.

Penulis bernama Cahya Refiana, mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala

Editor : Rimaya Romaito Br Siagian