Beranda Artikel Mercusuar Willem Toren III, Jejak Sejarah Monumen Navigasi Warisan Belanda di...

[DETouR] Mercusuar Willem Toren III, Jejak Sejarah Monumen Navigasi Warisan Belanda di Pulo Aceh

BERBAGI
Mercusuar Willem Toren III. (Dok. Pribadi)

Teuku Ichlas Arifin | DETaK

Aceh yang sebagai salah satu daerah pertemuan antara dua laut, Selat Malaka dan Samudra Hindia, menyimpan begitu banyak potensi destinasi wisata alam yang begitu menakjubkan. Aceh tak hanya menyimpan estetika pada wisata alam, namun pula segi sejarahnya. Banyak bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang masih bertahan di wilayah Aceh, salah satunya berlokasi di Pulo Aceh, kecamatan kepulauan, Aceh Besar.

Di Pulo Aceh sendiri masih ada sebuah mercusuar yang berdiri nan kokoh di antara indahnya panorama alam yang menakjubkan. Di tengah tiupan angin dari arah pepohonan, bunyi gemuruh ombak pantai, tower mercusuar ini hadir layaknya penyeimbang.

Iklan Souvenir DETaK

Berada dibalik sisi hutan Gampong Meulingge, berdasarkan lokasi ini, wisatawan dapat melihat panorama yang terletak di ujung paling barat Indonesia. Pemandangan Samudra Hindia yang terhampar luas tentunya dengan rimbunan hutan di sekitar mercusuar ini sebagai sebuah panorama yang menarik ketika datang di puncak tempat ini.

Bangunan bersejarah serta kokoh ini bernama Mercusuar Willem Toren III yang berlokasi di ujung Pulo Breuh (Pulau Beras). Gaya arsitektur Belanda yang melekat di bangunan ini membuktikan, bahwa tower ini sudah hadir semenjak Belanda menginjak Bumi Serambi Mekkah.

Memang Willem Toren III adalah salah satu tower peninggalan Pemerintah Belanda yang dibangun pada tahun 1875. Mercusuar bundar ini mempunyai tinggi 45 meter dengan enam tingkat dan mempunyai 168 anak tangga ini kabarnya hanya terdapat tiga di dunia, selain di Aceh, tower ini juga terdapat di Belanda dan juga ada di Kepulauan Karibia. Namun tower yang di Belanda sekarang sudah diubah fungsi sebagai museum, sedangkan sisanya masih aktif.

Dikutip dari goodnewsfromindonesia.id, nama Mercusuar Willem Toren III diambil berdasarkan dari nama seseorang raja yang menguasai Luksemburg, yakni Willem Alexander Paul Frederik Lodewijk (1817-1890). Diceritakan, Willem kala memerintah begitu banyak berperan dalam membentuk ekonomi dan infrastruktur di daerah Hindia Belanda, terutama juga di Pulo Aceh.

Willem membentuk mercusuar ini menjadi sebuah bisnis menyiapkan Sabang menjadi salah satu pelabuhan transit di Selat Malaka. Pemerintah Belanda memang bercita-cita menciptakan pelabuhan transit Sabang yang diharapkan dapat meniru Singapura pada masa kini .

Hingga kini, mercusuar ini masih menjalankan tugasnyanya semenjak awal mula dibangun, yaitu membantu navigasi di jalur pelayaran Samudra Hindia.

Warga Pulo Aceh menyebut mercusuar ini “lampu”, dikarenakan pada malam hari lampu di pucuk menara tadi akan menyala mengirim cahaya sampai ke perairan internasional di Samudra Hindia, melakukan navigasi perairan yang tak jarang dilewati oleh kapal-kapal besar.

Proses pembangunan mercusuar ini melibatkan lima orang insinyur, menyertakan 489 pekerja yang dibawa dari Ambon dan para pribumi lain dari Pulo Aceh. Pembangunan ini tiada mengenal letih, dibawah kontrol angkatan laut Belanda, proses pembangunan ini terselesaikan pada tanggal 20 Juni 1875. Kini, mercusuar Willem Toren III berada di bawah Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut – Distrik Navigasi Kelas II Sabang. []

Referensi: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/11/21/mercusuar-willem-toren-iii-jejak-seabad-monumen-navigasi-warisan-belanda-di-aceh

Editor: Della Novia Sandra