Opini | DETaK
Kata ”Sampah” di Indonesia bukanlah suatu hal asing yang baru terdengar, namun semakin lama masalah sampah di Indonesia menjadi persoalan serius yang perlu diperhatikan. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan lebih dari 69 juta ton sampah setiap tahunnya dengan sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan lebih parahnya sampai mencemari lingkungan. Tanpa disadari sampah yang berserakan di berbagai tempat seperti sungai, pantai, hingga gunung dapat mencerminkan betapa buruknya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. Tetapi sayangnya kepedulian masyarakat terhadap isu ini masih sangat rendah dan menganggap ini merupakan hal yang ”sepele”.
Sebuah komunitas relawan kebersihan yang bernama ”Pandawara Group” adalah salah satu contoh nyata dari sekelompok anak muda yang peduli terhadap kebersihan lingkungan. Dengan antusias mereka membersihkan tempat-tempat yang dipenuhi sampah dan mengajak masyarakat untuk ikut serta menjaga kebersihan. Ironisnya, upaya yang mereka lakukan tidak selalu diterima dengan baik oleh masyarakat.

Seperti kejadian baru-baru ini dimana Pandawara Group menyoroti perihal sampah di Gunung Rinjani dan mengingatkan para pendaki untuk tidak membuang sampah sembarangan di kawasan gunung tersebut, malah mereka yang mendapatkan hujatan di sosial media. Bukannya mendapat dukungan dari masyarakat, Pandawara Group justru dipenuhi oleh komentar negatif dan menyindir mereka seperti ”Kalau enggak ada sampah, kalian mau kerja apa?” dan ”Itu memang tugas kalian kan?”.
Kejadian seperti ini mencerminkan mentalitas sebagian masyarakat Indonesia yang masih enggan menerima kritik. Ada kecenderungan untuk membela diri dan merasa tersinggung, padahal kritik bertujuan baik untuk perbaikan bersama dan dilakukan agar masyarakat lebih peka terhadap lingkungan. Bukannya merasa malu karena lingkungan kotor, banyak orang justru marah ketika ada orang yang menunjukkan kenyataan tersebut. Kejadian ini menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat Indonesia akan kebersihan masih jauh dari kata ideal.
Salah satu penyebab utama dari banyaknya komen negatif terhadap Pandawara Group adalah rendahnya kesadaran lingkungan masyarakat. Banyak orang masih menganggap sampah sebagai masalah pemerintah atau petugas kebersihan semata. Sikap ini membuat mereka cenderung mengabaikan kebersihan di sekitar dengan alasan bahwa akan selalu ada orang lain yang bertugas untuk membersihkannya.
Penyebab lain yang semakin memperburuk keadaan adalah mentalitas “Asal bukan urusan saya” atau dengan kata lain mengabaikan. Banyak orang hanya peduli pada kebersihan di rumah mereka sendiri,tetapi tidak peduli jika lingkungan umum kotor dan merasa tidak memiliki tanggung jawab terhadap kebersihan tempat-tempat umum. Ditambah dengan pengaruh media sosial yang memercikkan ”kobaran api” sering kali memicu perdebatan tanpa arah, niat baik yang dilakukan Pandawara Group justru disalahpahami dan dijadikan bahan kritik yang tidak berdasar.
Padahal dukungan terhadap gerakan positif seperti Pandawara Group sangatlah diperlukan. Masyarakat harus mulai berhenti menyalahkan pihak lain dan mulai mengambil peran dalam menjaga kebersihan. Jika melihat sampah di tempat umum, alih-alih mengeluh atau menyalahkan pemerintah seharusnya kita memiliki inisiatif untuk membuangnya ke tempat yang benar. Kritik juga harus diterima dengan sikap terbuka bukan dengan sikap tutup mata dan telinga. Jika ada yang menyoroti kebersihan suatu tempat, hal yang perlu dilakukan bukan marah tetapi mencari solusi agar masalah tersebut bisa diperbaiki. Jika tidak bisa ikut serta dalam aksi bersih-bersih, setidaknya jangan menjadi penghalang bagi mereka yang berusaha membuat perubahan.
Akhirnya persoalan sampah ini bukan sekadar masalah lingkungan namun mencerminkan karakter dan pola pikir masyarakat. Jika kita hanya bisa acuh tak acuh dan mengkritik perilaku positif tanpa adanya tindakan nyata, maka masalah ini tidak akan pernah selesai. Pandawara Group sudah menunjukkan bahwa perubahan lingkungan di Indonesia itu mungkin dilakukan, namun perubahan mewujudkan lingkungan yang bersih bukan hanya tugas segelintir orang tetapi masyarakat memegang kendali dalam mendukung dalam mewujudkan suatu perubahan. Jika perubahan ini bukan dimulai dari masyarakat sendiri lalu siapa lagi?.
Penulis bernama Amirah Nurlija Zabrina, mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.
Editor: Khalisha Munabirah