Opini | DETaK
Belum cukup pikir untuk menemukan solusi tuntas persoalan pencemaran lingkungan akibat aktivitas perusahaan. Bentuk protes pun beragam, mulai dari cara teguran halus, aksi damai hingga aksi keras pernah dilakukan oleh mahasiswa. Kali ini Ketua Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Aceh Yogyakarta (Himpasay) Nurul Ikhsan meminta agar Pemerintah Aceh lebih fokus terhadap kasus pencemaran lingkungan untuk menjaga keberlangsungan investasi di Aceh. (Antaranews.com, 11/03/2021).
Menurut Nurul Ikhsan, pencemaran lingkungan kerap dilakukan oleh perusahaan Tambang Batu Bara di Kabupaten Aceh Barat. Sehingga kehadiran pemerintah sangat diharapkan. Jika tidak, maka khawatir akan mengundang gejolak dari masyarakat lokal. Hal ini tentu akan mengganggu laju investasi. Apalagi saat ini Pemerintah Aceh sedang gencar menggiatkan investasi di Aceh. Maka kondisi sosial pasti menjadi pertimbangan para investor.
Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa mahasiswa belum mengarah pada upaya yang serius dalam mengatasi pencemaran lingkungan akibat aktivitas perusahaan. Hal ini tampak pada sikap irrelevan mahasiswa yang protes pada limbah batu bara yang mencemari lingkungan, namun di sisi lain mendukung adanya investasi dan hadirnya para investor asing. Menurut penulis, bukankah pencemaran tersebut terjadi akibat adanya investasi? Terlebih lagi investasi dalam sistem demokrasi kapitalis ini bergerak atas dasar kemanfaatan.
Mahasiswa Ideologis Menghadirkan Upaya Solutif
Istilah investasi tak asing lagi di pendengaran. Para pengusaha baik dalam negeri maupun luar negeri yang menanam modal pada perusahaan di sektor publik dan SDA milik umum, semakin menjamur di dalam sistem kapitalisme saat ini. Tujuannya, yang pasti ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa peduli hak dan keselamatan rakyat.
Dari segi hak, seharusnya masyarakat Aceh tak pantas dikatakan daerah nomor satu termiskin di Sumatra. Kenapa? Karena sumber daya alam di Aceh itu banyak.
Adapun kaitannya dengan kurangnya perlindungan terhadap keselamatan masyarakat. Lihatlah, berapa banyak perusahaan mulai dari tambang emas, batu bara, kelapa sawit dan lain sebagainya telah menyisakan bahaya ke tengah-tengah masyarakat.
Seperti pembakaran hutan untuk membuka lahan kelapa sawit yang menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) karena asapnya, atau banjir karena berkurangnya pohon-pohon di hutan. Penambangan yang membuat penduduk setempat kekeringan air akibat diserap oleh perusahaannya dan banyak kerugian lain bahkan ada yang sampai menelan nyawa penduduk akibat aktivitas perusahaan para investor.
Maka selayaknya suara mahasiswa yang ideologis menuntut agar sistem kapitalisme dicabut hingga ke akar-akarnya. Karena sistem inilah yang membolehkan SDA milik umum di privatisasi oleh segelintir pengusaha atau para investor.
Sistem ini pulalah yang menghilangkan peran pemerintah dalam mengurusi urusan rakyatnya secara langsung. Sebab dalam sistem demokrasi, penguasa yang terpilih tak terlepas dari bantuan para pengusaha dalam pendanaan menjelang Pemilu. Sehingga terjadilah politik transaksional yang menuntut saling memenuhi kepentingan masing-masing antara pihak penguasa dan pengusaha. Walhasil, kepentingan masyarakat terabaikan.
Cara Islam Mengatasi Kasus Pencemaran
Islam merupakan aturan yang sempurna. Yang tidak hanya mengatur masalah ibadah namun juga mu’amalah. Dalam penerapannya, Islam memberlakukan metode pencegahan (preventif) dan pengendalian (kuratif). Untuk menghindari terjadinya pencemaran pada lingkungan dan kerugian pada publik, maka Islam menegaskan beberapa hal.
Islam membagi hak kepemilikan ke dalam tiga bagian. Pertama kepemilikan individu, kedua kepemilikan umum, ketiga kepemilikan negara. Maka sumber daya alam merupakan kepemilikan umum yang haram untuk diprivatisasi oleh sekelompok orang atau individu.
Rasulullah Saw bersabda: “Manusia berserikat pada tiga hal, yaitu air, api dan padang rumput.” (HR. Abu Dawud)
Dari hadis tersebut, maka perusahaan batu bara termasuk dalam kategori api. Sehingga haram dimiliki oleh perusahaan swasta baik dalam negeri maupun luar negeri. Karena sejatinya investasi dalam sistem kapitalisme ini merupakan penguasaan terhadap hajat hidup mukmin.
Sebaliknya, sumber daya alam adalah tanggung jawab negara yang akan mengelolanya dan menyalurkan hasilnya untuk mengurusi kepentingan rakyat. Memenuhi segala kebutuhan rakyat baik pangan, papan, dan sandang. Atau kepentingan pembiayaan pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya karena penguasa dalam Islam adalah ra’in yakni pelayan bagi umatnya bukan sekadar regulator seperti saat ini dalam sistem kapitalisme.
Rasulullah Saw bersabda: ” Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Jika masih terdapat oknum atau sekelompok orang melakukan kerusakan pada lingkungan sehingga membuat kerugian pada masyarakat. Maka, pemimpin dalam Islam akan menerapkan sanksi pada pelaku dan mengatasi persoalan tersebut dengan sangat cepat dan tuntas. Maka seruan mahasiswa untuk menuntaskan persoalan pencemaran pada lingkungan yakni kembali pada sistem Islam yang akan menerapkan syariat secara keseluruhannya (kaffah). Wallahu a’lam bi ash shawwab.[]
Penulis bernama pena Zinnirah Abdillah, seorang aktivis Muslimah Peduli Negeri. Ia merupakan alumni UIN Ar-Raniry dan berdomisili di Banda Aceh.
Editor: Indah Latifa