M. Fajarli Iqbal | DETaK
Darussalam – Hari mulai sore, momentum peringatan pendidikan nasional yang jatuh pada 2 Mei hampir diganti dengan hari lain. Nyaris tidak ada peringatan yang mencolok di tahun 2016 ini. Namun, di sudut kampus beberapa mahasiswa terlihat sibuk dengan spaduk yang bertuliskan “Mimbar Bebas Peringatan Hari Pendidikan Nasional, Munggugat Kapitalisme Pendidkan”.
“Jadwalnya jam 2 tadi, tapi kita undur, sekarang pun masih menunggu massa yang ikut,” ucap koordinator lapangan aksi tersebut, Irhas Fernanda saat ditemui detakusk.com sesaat sebelum orasi dimulai.
Aksi tersebut ternyata adalah peringatan hari pendidikan nasional. Aksi yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FKIP Unsyiah tersebut akhirnya diundur dan baru dimulai setelah shalat ashar. Sedikit demi sedikit massa mulai berkumpul. Namun, secara tiba-tiba muncul satu unit mobil pick up hitam bertuliskan “Patroli Kampus” ke hadapan mereka. Dua orang turun. Salah seorang dari mereka menyuruh kepada massa yang hadir untuk bubar.
“Adek-adek sebaiknya bubar, ini tidak ada izin,” ucap salah seorang yang berasal dari mobil pick up tersebut.
“Ngak bisa Pak, kita udah sepakat di sini, dan ini mimbar bebas kita tidak berdemo di sini hanya seremonial untuk memperingati hari pendidikan nasional. Dan juga ini kampus kita sendiri untuk apa izin,” ucap salah seorang yang hadir dalam aksi tersebut.
“Ngak bisa, kalau tidak ada izin ngak boleh buat di sini. Kalau mau buat harus minta izin ke Wakil Rektor III,” lanjut pihak keamanan.
Peserta aksi yang rata-rata adalah mahasiswa aktif di Universitas Syiah Kuala itu tetap tidak bergerak dan akhirnya mulai membaca pernyataan sikap. Sampai akhirnya kedua orang yang sepertinya anggota keamanan kampus Unsyiah pergi meninggalkan mereka.
Amatan detakusk.com tidak ada satu pun butir pernyataan sikap tersebut yang menuding kampus Unsyiah secara langsung. Mereka hanya meminta agar ranah pendidikan secara nasional tidak dijadikan komoditi perdagangan.
Dalam aksi tersebut, mereka menuntut 4 hal dari pemerintah Republik Indonesia. Pertama, konsisten dalam meningkatkan pendidikan bangsa. Kedua, menghapus kapitalisme dalam pendidikan Indonesia. Ketiga, meningkatkan kualitas para tenaga pengajar. Keempat, mengoptimalkan biaya anggaran APBN untuk pendidikan. Kelima, memberikan pemerataan dalam pendidikan bagi anak bangsa.
“Kita buat mimbar bebas ini bukan untuk memojokkan Unsyiah tapi untuk memperingati hari pendidikan nasional secara umum,” ucap ketua HMI Komisariat FKIP Unsyiah kepada detakusk.com di sela-sela aksi.
Beberapa perwakilan dari HMI Komisariat FKIP Unsyiah tetap menghadap Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan, Alfiansyah Yulianur untuk menjelaskan keadaan. Namun, tetap saja aksi tersebut harus dibubarkan.
Tak mendengar larangan, mimbar bebas tetap berjalan. Mereka pun kembali berorasi dan menyampaikan pendapat. Orator secara bergantian menyampaikan orasi. Pengeras suara pun dipakai bergilir. Walau sempat terkendala dengan pengeras suara, aksi tetap berlanjut sampai kemudian seorang bertubuh gempal turun dari mobil SUV warna hitam dan kembali melarang aksi tersebut.
“Bubar… bubar,” ucapnya sembari menunjuk-nunjuk mahasiswa.
Sebuah suara rasa tak suka terhadap pembubaran tersebut muncul dari keramaian. Dengan nada gumaman dan terdengar cuap-cuap suara tersebut bernada tak suka dibubarkan begitu saja.
“Siapa-siapa yang ngomong tadi,” ucap pria bertubuh gempal yang belakangan diketahui bernama Agung. Ternyata kalimat cuap-cuap tadi tidak terlepas dari telinganya.
“Kamu, kamu yang yang ngomong tadi? Ngomong apa kamu tadi,” kata pria itu sembari memangang lengan seorang peserta aksi.
Akan tetapi aksi panas tersebut tak berlangsung lama. Massa yang berkumpul segera membubarkan diri dan mencari lokasi lain untuk memperingati hari pendidikan nasional itu. salah seorang berkata di tengah keramaian.
Mencoba untuk mengklarifikasi kejadian tersebut, detakusk.com mecoba menghampiri petugas yang membubarkan massa aksi. Namun, bukannya informasi yang didapat malah dampratan dan ancaman yang diterima.
“Darimana kamu? Jangan asal buat berita, saya dari KONI. Kalau mau minta keterangan sana jumpai rektor,” ucapnya.
Akhirnya, detakusk.com pun mengikuti rombongan massa untuk mencari tempat lain yang aman untuk bersuara. Ternyata tak boleh ribut di depan gedung rektorat Unsyiah karena alasan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kampus yang saat ini memang sudah mendapatkan akreditasi A.
“Kita dibungkam di kampus sendiri,” suara tersebut terdengar sayup-sayup dari massa yang meninggalkan lapangan tugu Unsyiah yang dijuluki Jantong Hatee Rakyat Aceh itu.[]
Editor: Riska Iwantoni