Rizky Filiyanda Lhokitasari | DETaK
Darussalam – Berdasarkan artikel yang dikeluarkan oleh Tim Riset dan Data UKM Pers DETaK, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) memiliki jumlah kuota Bidikmisi yang terbilang banyak. Pada tahun 2019, kouta penerima bidikmisi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) berjumlah 1.063 orang.
Tidak hanya itu, Unsyiah juga beberapa kali membuka kouta tambahan penerima beasiswa bidikmisi dengan tujuan agar dana bantuan ini mencakup lebih banyak mahasiswa yang membutuhkan atau tidak mampu secara ekonomi. Menurut penuturan Hairul, Kepala Sub Bagian Pelayanan Kesejahteraan Mahasiswa yang menangani beasiswa mahasiswa, kuota tersebut diberikan langsung oleh pemerintah pusat.
“Pemberian kuota itu langsung dari pusat, tidak tahu juga bagaimana indikatornya. Mungkin pusat melihat bagaimana kita mengelola dana bantuan ini. Apakah pusat melihat kita mengelolanya dengan baik sehingga diberikan kuota lebih. Nah, kita kan selalu berusaha memenuhi kuota ini, jika nanti ternyata sudah tidak mungkin diisi lagi, itu kita kembalikan ke pusat,” ujar Hairul.
Pertanyaannya, dengan jumlah sebanyak itu apakah Unsyiah mampu memastikan bahwa si calon penerima memang layak mendapatkan dana bantuan tersebut. Untuk menjawab pertanyaan itu, tim www.detakusk.com menjumpai Kepala Biro Kemahasiswaan dan Alumni Unsyiah, Mustafa Sabri untuk meminta keterangan lebih lanjut.
Menurut Mustafa, memang tidak mungkin dilakukannya verifikasi lapangan secara keseluruhan, tapi tidak berarti Unsyiah secara serta-merta menerima calon mahasiswa dengan tidak adil.
“Itu karena pesertanya ada banyak, sehingga biaya untuk verifikasi itu dirasa lebih besar dan sangat memakan waktu. Nah, yang lulus ini kan hasil diskusi dengan wakil-wakil dekan dan kasubbag kemahasiswaan, untuk memverifikasi data peserta kita kemudian dilanjutkan ke wawancara. Nah, dari wawancara itulah kita melihat gelagat peserta. Dari hasil wawancara itulah didiskusikan lagi dengan pihak-pihak terkait, apakah dibutuhkan verifikasi lapangan tertentu atau tidak,” kata Mustafa.
Senada dengan Mustafa, Hairul mengatakan verifikasi data Bidikmisi di Unsyiah sudah melalui proses dan prosedur yang sesuai. Jika terbukti melakukan pemalsuan data maka akan mendapatkan sanksi tegas dari Rektor.
“Kebijakan Pak Rektor tegas, jika dokumen yang diberikan itu terbukti palsu, maka sanksi paling berat yaitu dipecat sebagai mahasiswa Unsyiah. Atau dicabut Bidikmisinya dan harus mengembalikan dana yang sudah diterima,” tambahnya.
Mustafa juga berharap agar mahasiswa ikut membantu meminimalisir kecurangan tersebut dengan melaporkan mahasiswa Bidikmisi yang diduga tidak layak menerima bantuan tersebut.
“Jadi kalian ini perpanjangan tangan kami. Kalau didapatkan ada yang tidak layak, laporkan. Setelah kami menerima laporan kalian, selanjutnya akan kami selidiki. Apakah terbukti atau hanya dugaan saja. Laporkan saja ke sistem, semua itu sudah ada prosedurnya,” kata Mustafa.
Agar mahasiswa tidak sembarangan dalam melakukan pelaporan, Hairul menegaskan bahwa ada standar yang harus dipenuhi.
“Jadi, kategori penerima beasiswa itu kan ada beberapa, dan bisa dilihat sendiri di web Bidikmisi, yang gaji kedua orangtuanya jika dibagi dengan jumlah tanggungannya itu di bawah Rp700.000, yang Rp700.000 ke atas itu tidak wajib menerima Bidikmisi. Kemudian yatim piatu, itu sudah pasti ya dan lain-lainnya. Jadi, mahasiswa jangan sembarangan saja melaporkan. Karena nanti setelah dilaporkan akan kami selidiki,” ujarnya.
Mustafa mengatakan sudah pernah ada yang melaporkan dan ada juga kasus yang mengundurkan diri. Bahkan, yang sudah mengundurkan diri pun akan diusut oleh pihak biro untuk mengetahui alasannya memalsukan data atau alasan mengundurkan diri. Menurut Mustafa, sejauh ini Unsyiah sudah melakukan usaha agar tepat sasaran dalam memberikan beasiswa Bidikmisi. Tentu saja harapan setiap mahasiswa adalah beasiswa tersebut tersalurkan kepada mahasiswa yang benar-benar membutuhkan. []
Editor: Missanur Refasesa