Beranda Feature ALSA LC USK Raih Juara 2 NMCC Piala Mahkamah Agung, Intip Prosesnya

ALSA LC USK Raih Juara 2 NMCC Piala Mahkamah Agung, Intip Prosesnya

BERBAGI
Peserta Lomba NMCC tahun 2023 (Dok. Panitia)

Rani Mauizzah, Rossdita Amallya, Aisya Syahira | DETaK

Darussalam – Jejak prestasi kembali ditorehkan oleh 17 mahasiswa terpilih sebagai Delegasi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) dari Asian Law Students’ Association Local Chapter (ALSA LC) USK. Mereka berhasil meraih juara 2 dalam National Moot Court Competition (NMCC) yang merupakan peradilan semu pidana tingkat nasional yang diselenggarakan oleh ALSA Indonesia bertuan rumah di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Tengah tahun ini. 3 dari 17 anggota delegasi FH (Fakultas Hukum) USK berbagi cerita tentang proses panjang yang mereka lalui hingga mampu meraih prestasi berharga tersebut.

Tiga anggota tersebut adalah Muharam Fauzul Arsy, Raihan Rahmatillah, dan Nurul Isnina Dharma. Muharam Fauzul Arsy yang biasa disapa Aram merupakan salah satu member dari ALSA LC USK. Raihan Rahmatillah juga merupakan member dari ALSA LC USK dan Nurul Isnina Dharma merupakan anggota kepengurusan bagian Moot Court. Tidak ada peraturan tertulis, namun anggota kepengurusan Moot Court wajib ikut dalam kompetisi NMCC ini.

Iklan Souvenir DETaK

NMCC yang dikenal sebagai lomba peradilan semu itu diumpamakan sebagai sidang yang bersifat semu. Para peserta membuat sebuah drama dengan tujuan akhirnya mampu menyelesaikan suatu kasus. Kasus yang diselesaikan merupaka kasus yang ditentukan oleh tuan rumah. Biasanya mereka memberikan kasus berkaitan dengan isu-isu yang tengah hangat di masyarakat.

Nurul mengatakan bahwa kompetisi ini mereka lalui sebanyak dua babak, yaitu :  penyisihan dan final. Kedua babak ini mereka lewati dengan dua kasus yang berbeda.

“Ada dua babak, babak penyisihannya itu beda kasusnya sama babak final. Jadi, kita harus ngulik kasusnya itu dua kali gitu. Nah, kalau yang kemarin yang pertama kita kebetulan dapatnya HKI, hak kekayaan intelektual. Jadi, penentuan kasus-kasus ini itu tergantung sama tuan rumah terus mereka tuh ada konsultasi lagi sama praktisi sekitar, kira-kira nih isu hangat apa yang bisa diangkat, yang bisa dikulik gitu lah untuk NMCC ini sama isu yang jarang terkupas gitu,” jelas Nurul.

Sebelum mengikuti kompetisi mereka sudah diberikan proposal yang berisi tata tertib, tanggal – tanggal penting, dan teknis perekaman seperti posisi kamera, serta kasus yang akan mereka tangani. Proposal itu dikirim beberapa bulan sebelum perekaan dimulai.

Aram mengatakan bahwa mereka membutuhkan  waktu 7 bulan lamanya untuk menyelesaikan kompetisi  ini. 3 bulan pertama mereka gunakan untuk memecahkan kasus, 3 bulan latihan sidang, dan 1 bulan proses perekaman.

“Jadi dikirim proposalnya tuh beberapa bulan sebelum perekaman dimulai. Jadi, kami menyelesaikan kasus itu ada lah sekitar tiga bulan, latihan sidang 3 bulan, sama perekaman ada sekitar 7 bulanan,” ucap Aram.

Untuk persiapan, mereka melakukan kaderisasi yang sering dilakukan oleh kepengurusan Nurul, yaitu kepengurusan Moot Court. Mereka biasanya membuat suatu kegiatan semacam NMCC kecil-kecilan yang diharapkan dapat digunakan untuk mengenalkan NMCC kepada member-member ALSA LC USK.

Selain memperkenalkan NMCC, mereka juga menjelaskan bagaimana cara membedah kasus dan juga berakting sebagai hakim, jaksa, pengacara, dan peran lainnya dalam sidang.

Dalam pemilihan peran, mereka memiliki sebuah official team yang merupakan pelatih yang mengikuti proses dari pemberkasan hingga persidangan. Peran mereka bisa saja berubah bahkan h-1 bulan sebelum perekaman jika mereka dinilai tidak cocok atau lebih cocok di peran lain.

Di kompetisi NMCC , Aram berperan sebagai saksi di babak penyisihan dan hakim di babak final, sementara Nurul berperan sebagai pengacara 1 di kedua babak tersebut.

Kendala yang mereka hadapi cukup banyak. Salah satunya mengingat kompetisi ini pernah dihentikan sementara, akibat maraknya Virus Covid-19 3 tahun silam. Sehingga berdampak pada regenerasinya yang kurang. Mereka kesulitan dalam mencari orang yang sudah berpengalaman dalam kompetisi ini karena peserta sebelumnya sudah lulus.

Nurul juga menjelaskan kasus pada kompetisi ini menjadi sebuah tantangan bagi mereka, karena kasus yang mereka hadapi mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) . Biasanya mereka mendapatkan kasus perdata, namun kali ini mereka harus bermain peran menjadi kasus pidana. Kasus ini sangat jarang terjadi di Aceh, sehingga mereka kesulitan dalam melakukan riset.

“Dari kasusnya sebenarnya udah challenge banget juga. Karena kan dari perdata harus dibawa ke pidana itu harus muter otak, dan kebetulan kita di Aceh ini jarang ada kasus itu, jadi mau cari riset dari KEMENKUMHAM langsung datanya nggak ada di mereka,” jelas Nurul.

Semua hal yang mereka lalui hingga mampu meraih prestasi  menaruh kesan tersendiri bagi mereka. Banyak waktu yang mereka habiskan bersama  untuk latihan, pagi hingga malam dan sudah seperti keluarga.

Menurut Raihan hal paling berkesan baginya adalah semua masalah yang mereka hadapi selama mereka bersama.

“Kalau bagi aku yang berkesan itu karena ada masalahnya. Namanya juga kami tuh udah tim dan bareng-bareng kurang lebih 8 bulan itu pasti ada maslaah-masalah internal dan semacamnya. Nah, masalah-masalah itu yang kayak bikin kalau kami duduk lagi sekarang ini bicarain masalah pasti ketawa. Nah, hal-hal kayak gitu yang berkesan,” ucap Raihan.

Berbagai proses yang mereka lalui hingga saat ini membuahkan hasil memuaskan serta menjadi suatu kebanggan yang membangun nama baik USK dan FH USK di mata masyarakat.[]

Editor : Zafira Miska