Beranda Artikel Mengenal Pornografi, Dampak, dan Solusinya

Mengenal Pornografi, Dampak, dan Solusinya

BERBAGI
(Sumber: Ist)

Artikel | DETaK

Pornografi adalah perbuatan, perkataan, objek visual, dan nonvisual yang bersifat merangsang serta membangkitkan gairah seksual baik secara eksplisit (tindakan nyata) ataupun implisit (soft porn). Ponografi menjadi salah satu masalah mental dan psikologi bagi generasi pada sebagian besar negara di dunia.

Seberapa dekat pornografi dengan kita?

Iklan Souvenir DETaK

Kemajuan teknologi memberikan dua sisi yang saling berbenturan, satu sisi memberikan kemudahan, sedangkan satu sisi lainnya justru menjadi bumerang di balik kemudahan tersebut. Kemajuan tersebut membuat akses menuju pornografi semakin mudah dijangkau. Hasil Statistics by Family Safe menyatakan bahwa terdapat 4,2 juta situs intenet porno, dimana setiap harinya terdapat 68 juta permintaan mencari materi pornografi melalui mesin pencari (search engine) internet dan setiap harinya pengguna internet menerima dan mengirimkan 4,5 e-mail porno. Survei yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati di Jabodetabek (2005) dengan 1.705 reponden remaja memperoleh hasil bahwa lebih dari 80% anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi melalui situs-situs internet (BKKBN, 2004).

Selain melalui internet, media cetak lain juga menjadi distributor materi pornografi. Hasil penelitian dari Resnayati (2000) pada remaja di salah satu SMU Negeri di Jakarta juga menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai pengalaman membaca buku porno sebanyak 92,7%, menonton film porno sebanyak 86,2%, melalui video porno 89,1%, dan melalui internet 87,1%. Dari survei-survei diatas dapat menunjukkan bahwa materi pornografi sudah tidak asing dikuping masyarakat, dan dapat dilihat melalui candaan ringan (soft porn), konten TV, hingga nyanyian sehari-hari.

Apa dampak dari pornografi?

Dampak awal pornografi adalah adanya perubahan mental dan psikologis. Pornografi pada anak diawali dengan perilaku kebohongan pada anak. Hal ini masuk akal, karena keinginan anak untuk menutupi diri bahwa ia ingin menonton atau melihat pornografi secara sembunyi-sembunyi dari orang tua mereka. Ketika mereka terbiasa berbohong, mereka akan memandang rendah kepercayaan dari orang tua mereka. Akibatnya terjadi misskomunikasi dan hubungan antar orang tua semakin jauh. Survei yang dilakukan oleh Nesi Novita (2006), mengatakan adanya korelasi terbalik antara frekuensi paparan pornografi dengan komunikasi remaja-orang tua. Jika hal tersebut membuat anak-anak apatis terhadap orang tua mereka, hal yang sama juga berlaku dengan masyarakat mereka.

Selain dampak secara mental, dampak yang lebih jauh dari pornografi adalah menjadi pintu bagi bentuk kejahatan lainnnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cline (1986), yang mengatakan bahwa 4 tahapan efek paparan pornografi terhadap seseorang meliputi adiksi, eskalasi, desensititasi, dan act out.

Adiksi adalah adanya efek ketagihan. Efek ini menimbulkan rasa ingin lagi dan lagi. Sehingga jika hal tersebut tidak didapatkannya akan ada rasa hilang, kurang, tidak enak, yang terjadi dalam diri pecandu pornografi. Eskalasi adalah terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap materi seks yang lebih berat, lebih liar, dan agresif. Efek ini bekerja seperti stimulus unutk mendapatkan lebih banyak rangsangan. Sehingga tak ayal dalam tahap ini seorang pecandu pornografi akan sering melihat adegan pemerkosaan, pembunuhan, dan penganiayaan yang berbau pornografi. Desentisasi adalah tahap di mana materi seks tadi yang dianggap tabu, rendah dan hina menjadi biasa dan wajar saja. Dan bahkan bisa jika dijadikan bahan candaan, hingga berujung menganggap enteng masalah kekerasan seksual.

Tahapan selanjutanya adalah act out, pada tahapan ini pecandu pornografi tidak hanya akan sekedar melihat saja, terbiasa mendapatkan fake stimulant (rangsangan sintetis) membuat mereka ingin dengan nyata melakukan adegan tersebut. Rangsangan untuk ingin mendapatkan hal yang sama membuat mereka termotivasi untuk menirukan adegan pornografi. Hal ini tidak hanya terjadi pada anak-anak, orang dewasa pun menjadi agen yang melakukan hal tersebut. Adegan pornografi yang berbaur kekerasan seksual dan pemerkosaan menjadi motivasi bagi mereka untuk melakukan hal yang sama. Yang tentu pada prakteknya akan mendatangkan lebih banyak kejahatan seperti penculikan, pemerkosaan, penganiayaan, hingga pembunuhan.

Theodore robert bundy, penculik, pemerkosa puluhan wanita, dan pembunuh berantai Amerika Serikat dalam wawancara terakhirnya sebelum dihukum mati pada 24 Januari 1989 mengatakan, “Aku bukanlah monster yang terlahir sejak awal, aku seperti halnya anak-anak lain dan orang biasa lainnya, aku terlahir dalam keluarga yang penuh kasih sayang dan taat beragama, tapi pornografi telah merenggutku sejak 23 tahun terakhir dan dalam keinginanku merasakan hal yang sama pada adegan pornografi itu, telah tidak sadar melakukan semua ini. Aku belum melakukan survei tentang ini, tapi percayalah, hampir seluruh kriminal di negara ini memiliki hobi yang sama, yaitu gemar pornografi dan tidak asing dengan itu,” ungkapnya.

Belum lagi risiko masalah kesehatan yang kerap membayangi pecandu pornografi seperti HIV, dan penyakit menular seksual (PMS) lainnya. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS). Secara global, 40% dari semua kasus terjadi pada kaum muda dan setiap harinya ada 7000 remaja terinfeksi HIV (UNAIDS, 1997 dalam PATH, 1998).

Apa solusinya?
– Perketat hukum mengenai pornografi, beri sanksi tegas bagi setiap distributor, content creator, promotor dan seluruh oknum porn di Indonesia.
– Lakukan penyaringan ketat terhadap tayangan yang diakses ke publik.
– Laporkan website dan media tentang porn ke legalitas setempat.
– Blok seluruh website dan media porn.
– Memasukkan materi ajar tentang kesehatan reproduksi dan cara mengenal reproduksi yang baik kepada anak sesuai dengan usia mereka.
– Kenali perubahan pada anak dengan baik, lakukan hubungan yang baik antara keluarga dan anak.

Penulis bernama Badriatul Istiqamah, salah satu anggota aktif di UKM Pers DETaK Universitas Syiah Kuala.

Editor: Sahida Purnama