Beranda Artikel Mengenang Tragedi G30S/PKI: Sejarah yang Tidak Bisa Dilupakan

Mengenang Tragedi G30S/PKI: Sejarah yang Tidak Bisa Dilupakan

BERBAGI
Ilustrasi. (Iqmal Pasha/DETaK)

Artikel | DETaK

Gerakan 30 September tahun 1965 atau yang lebih dikenal dengan G30S/PKI merupakan salah satu tragedi kelam dalam sejarah Indonesia. Kejadian mengerikan ini terjadi pada 30 September malam hingga dini hari 1 Oktober 1965. Enam Jendral TNI AD bersama sejumlah perwira lainnya diculik dan dibunuh dengan mengerikan. Jasad-jasadnya ditemukan di Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur.

Korban dari tragedi ini adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Letjen S. Parman, Letjen M. T. Hayono, Mayjen D. I. Panjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, Brigjen Katamso, Kapten Pierre Tandean, A. I. P.II. K. S. Tubun, Kolonel Sugiyono, Ade Irma Suryani Dan A.H. Nasution (korban selamat dalam pemberontakan G30S/PKI) (Kasim, 2023). Peristiwa ini tidak hanya menandai adanya kekerasan politik yang brutal, tetapi menjadi timbal balik perubahan arah pemerintahan Indonesia dari Orde Lama dibawah pimpinan Soekarno menuju Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto (Ghani & Tajuddin, 2017).

Iklan Souvenir DETaK

Sejarah ini telah yang dikontruksi pada masa Orde Baru yang menggambarkan bahwa peristiwa ini sebagai bentuk penghianatan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang kemudian diceritakan ulang melalui buku, film dan cerita sejarah. Tragedi ini jelas meninggalkan luka mendalam dan trauma serta perecahan hingga saat ini. Dikutip dari buku sejarah Indonesia dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009 milik Kardiyat Wiharyanto, pada tragedi tersebut puncak penyelewangan terjadi ketika berbagai kelompok memiliki kepentingan saling berusaha mencari simpati Presiden melalui fitnah. Situasi ini kemudia memicu terbunuhnya sejumlah Jenderal yang akhirnya menjadi latar belakang lahirnya peristiwa G30SPKI (Wiharyanto, 2011).

Partai Komunis Indonesia mengajak rakyat untuk berusaha mengganti dasar negara dari Pancasila menjadi Komunisme. Hal ini bermulai ketika semua sepakat Pancasila sebagai dasar negara dan menjadi wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada masa Demokrasi Terpimpin, kegiatan politik didominasi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam periode tersebut, Republik Indonesia mengalami penyimpangan ideologi pada penyamaan konsep politik Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) dengan Pancasila. Sedangkan penyimpangan konsitusional tercermin dengan melaui pengangkatan Presiden seumur hidup. 

Tragedi ini terjadi ketika Presiden Soekarno dikabarkan sedang sakit. Tragedi G30S/PKI ini dipimpin Letnol Untung, komandan Cakrawibawa yang merupakan pasukan pengawal presiden, Suherman, Wisnuraji, Mulyono, Usman dan lainnya. Aksi ini dinilai sebagai bentuk penghianatan terhadap perjuangan bangsa dan nilai-nilai Pancasila. Mayor Jenderal Soeharto beserta pemimpinan sementara TNI AD lainnya menggerakkan pasukan Kostrad (kini Kopasus) yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhie Wibowo berhasil melakukan penumpasan dan berhasil ditangkap di Jawa Tengah dan Yogyakarta hingga ke pulau Sumatera dan lainnya yang kemudiam diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) (Arsika, 2024). 

Dikutip dari Info Hukum UMSU dampak peristiwa G30S/PKI ini menimbulkan banyak kerugian diantaranya adalah:

  1. Krisis Politik dan Ekonomi. Krisis ini sangat serius bagi Indonesia karena tindakan pembunuhan Jenderal tersebut meruntuhkan stabilitas keamanan nasional dan memicu ketidakpastian politik yang berkepanjangan.
  2. Represi terhadap PKI dan kelompok kiri. Setelah peristiwa tersebut, negara melakukan represi besar-besaran terhadap PKI beserta kelompok kiri lainnya. Ribuan orang yang dicurigai terlibat ditangkap, dipenjarakan bahkan dieksekusi tanpa melalui proses hukum yang sah.
  3. Kekosongan kepemimpian. Akibat kepemimpinan para perwira yang kosong karna gugur. Sehingga semakin memperkuat kedudukan dalam panggng politik nasional. Sejak saat itu, militer memperoleh peran dominan dalam proses pengambilan kebijakan negara dan arah pemerintahan.
  4. Perubahan ideologi dan politik. Peristiwa G30S/PKI ini membawa perubahan signifikan dalam arah politik Indonesia. Dukungan terhadap konsep Nasakom maupun ideologi kiri mengalami pelemahan, sementara paham anti komunis dan anti kiri semakin berkembang. 
  5. Dampak terhadap hubungan internasional. Perisitiwa ini mempengaruhi hubungan Indonesia dengan negara-negara barat. Yang menyebabkan Indonesia memasuki fase isolasi dalam hubungan internasional (InfoHukum, 2025).

Dampak-dampak peristiwa ini tidak hanya meninggalkan luka yang mendalam tetapi juga mengubah arah politik, struktur sosial hingga hubungan internasinal selama bertahun-tahun. Dari peristiwa kelam ini ada beberapa nilai yang dapat dipetik, diantaranya memberikan pemahaman mengenai arti penting stabilitas politik dalam pembangunan bangsa. Ketidakstabilan politik terbukti dapat menimbulkan kerugian besar dalam berbagai aspek mulai dari kehidupan masyarakat, keamanan, ekonomi hingga sosial.

Kemudian peristiwa ini juga mengajarkan perlunya sikap kritis terhadap ideologi ekstrim dalam politik. Ideologi yang berlebihan akan memunculkan perpecahan. Peristiwa kelam ini juga mengingatkan mengenai pentingnya demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) karena melibatkan penangkapan dan pembunuhan individu tanpa proses hukum yang adil. Sehingga mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan kekerasan. Yang terakhir adalah peristiwa ini telah menjadi sejarah yang tidak boleh dilupakan agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali dimasa mendatang (Safitri, 2023). 

Penulis bernama Siska Astria, Mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.

Editor: Nasywa Nayyara Tsany