Beranda Terhangat Pilkada Aceh 2022 atau 2024?

Pilkada Aceh 2022 atau 2024?

BERBAGI
Seminar Nasional Pilkada Aceh 2022 atau 2024?. (Teuku Ichlas Arifin [AM]/DETaK)

Teuku Ichlas Arifin [AM] | DETaK

Darussalam- Seminar nasional yang diselenggarakan oleh program studi Ilmu Politik FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Universitas Syiah Kuala bertemakan “Pilkada Aceh 2022 Atau 2024?” pada Kamis, 10 Desember 2020 membahas waktu yang tepat untuk melaksanakan Pilkada Aceh.

Adapun yang hadir dalam acara tersebut antara lain Muhammad Nasir Djamil – Politisi PKS (Partai Keadilan Sejahtera), Samsul Bahri – Ketua Komisioner KIP (Komisi Independen Pemilihan) Aceh, dan Azhar Abdurrahman – Anggota Komisi A DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh). Serta M. Syahbandir (Dekan FISIP Unsyiah) sebagai pembuka acara dan Nofriadi sebagai moderator acara.

Iklan Souvenir DETaK

Dalam sambutan pembuka, M. Syahbandir menuturkan bahwa di Aceh sendiri terdapat Undang-Undang khusus yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh, salah satunya terkait diaturnya Pemilukada Aceh dalam Undang-Undang tersebut, yaitu masa jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota adalah 5 tahun. Sehingga jika masa jabatan sudah habis maka harus diganti dengan yang baru.

“Mengacu pada UU No. 11 Tahun 2006, berarti kita sudah harus mengadakan Pemilukada pada 2022,” ujarnya.

Lalu, Muhammad Nasir Djamil dalam acara webinar juga menjelaskan bahwa sebelumnya sudah ada surat yang dilayangkan oleh Gubernur ke Kemendagri dan didalamnya juga terkait dengan pelaksanaan Pilkada tahun 2022 di Aceh.

“Dan jawaban dari Menteri Dalam Negeri dalam surat itu adalah pelaksanaan Pilkada tahun 2022 sangat tergantung dari keputusan politik pemerintah, Komisi II DPR-RI, dan penyelenggaraan pemilu dalam ini adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum). Oleh karena itu surat itu juga sebenarnya ingin menjawab bahwa tahun 2022 belum pasti dilaksanakan Pilkada Gubernur Aceh dan sejumlah kabupaten kota minus Aceh Selatan, Subulussalam, dan Pidie Jaya,” ujarnya.

Samsul Bahri juga menjelaskan bahwa Aceh sebagai provinsi yang memiliki kekhususan sebagaimana diakui oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pada Pasal 18B Ayat 1 yang menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

“Hal ini memerlukan pemikiran bagi kita semua, apalagi Undang-Undang Dasar sudah mengakui kekhususan dan keistimewaan, berarti di Aceh sudah mendapat dua, daerah khusus dan daerah istimewa,” ujar Samsul.

Di sisi lain, Azhar Abdurrahman juga memberikan pandangan dalam acara webinar sebagaimana bahwa Aceh dalam berlangsungnya Pilkada secara proses hukum dan nasional tentu secara asimetris, dan bahwa tidak bisa digeneralkan seperti Undang-Undang yang diharapkan secara serentak nantinya. Dan ia juga menjelaskan kalau terjadinya Pilkada pada tahun 2024, maka ada kemunduran 2 tahun penyelenggaraan pemerintahan Aceh yang ditunjuk oleh pemerintahan pusat. Sehingga disini akan kehilangan kesempatan untuk mengawasi atau menyelenggarakan beberapa tindak lanjut dari poin-poin MOU Helsinki, maka oleh karena itu kebutuhan penyelenggaraan Pilkada Aceh 2022-2027 adalah bagian dari penyelesaian konsenkuensi politik yang diatur dalam MOU Helsinki. []

Editor: Della Novia Sandra