Nurhamidah | DETaK

Darussalam – “Tolak ukur angka kemiskinan rakyat Indonesia menurut Badan Statistik Nasional, berbanding terbalik dengan hasil penelitian Bank Dunia”, ujar Hashim Djokohadikusumo dalam Kuliah Umum di Gedung AAC Dayan Dawood Unsyiah, Kamis, (3/10/13).
Pengusaha sawit yang sudah terjun selama 28 tahun ini menambahkan, Jika Badan Statistik Nasional menyebutkan hanya 12 persen saja Bangsa Indonesia hidup dibawah kemiskinan. Namun lain halnya Bank Dunia yang mendata lebih dari itu, yakni 50 persen.

Menurut Hashim, perbedaan ini bisa terjadi karena tolak ukurnya digeser-geser. Sisanya 38 persen lagi pemerintah menganggapanya tergolong hampir miskin. “Bayangkan saja, menurut Bank Dunia penghasilan yang layak perharinya adalah 2 USD atau lebih kurang Rp 22 ribu . Tapi, menurut Statistik Pemerintah Pusat hanya mematok Rp 7 ribu sebagai upah minimalnya, padahal dari 245 Juta rakyat Indonesia, sesungguhnya 120 jutanya tergolong miskin”, jelasnya.
Alumnus Claremont University, California ini, menjelaskan Provinsi DKI Jakarta sekarang sudah menaikkan Upah Minimum Regional (UMR) menjadi 2.150.000 ribu setiap bulannya. Sedangkan Aceh sendiri hanya sebesar 1.650.000 ribu tiap bulan. “Jika dibandingkan dengan data Bdan Statistik Nasional, sangat memprihatinkan, keadaan ini akan sangat mempengaruhi Usaha Kecil Menengah (UKM)”,tandasnya.[]