Beranda Artikel Hidup Ini Perlu Investasi

Hidup Ini Perlu Investasi

BERBAGI
(Foto: Ist.)

DETaK | Opini

“Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai” agaknya pepatah nasehat di atas masih sangat relevan dalam dunia investasi. Pepatah tersebut bisa memberikan inspirasi dan pengetahuan yang sangat mendalam bagi kita karena dapat memberikan arah dalam mengelola uang yang kita hasilkan secara bijak dan optimal, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan di masa yang akan datang, seperti lewat investasi.

Investasi adalah komitmen seseorang untuk menunda konsumsi sekarang atau menyisihkan sebagian pendapatannya saat ini untuk ditanamkan pada aset yang memberikan nilai lebih di masa yang akan datang. Oleh karena itu, setiap orang yang ingin mencukupi kebutuhan hidupnya dimasa depan lebih nyaman dari segi finansial, maka perlu memikirkan bahwa  “hidup ini perlu investasi”, yaitu investasi perlu dilakukan sejak dini secara bijak dan disiplin serta dilandasai pengetahuan yang memadai agar kehidupan di masa mendatang lebih baik dan bermakna.

Iklan Souvenir DETaK

Di zaman yang susah dan tidak menentu ini serta penuh dengan ketidakpastian, terutama dengan perekonomian yang serba tak menentu dan inflasi yang terus terjadi, kita harus bisa hidup secara bijaksana dan penuh harapan untuk menyonsong kehidupan yang lebih baik, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan hidup yang semakin bervariasi. Tentunya kita semua berharap bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini dan hari esok akan terus ada untuk kita dan keluarga. Oleh sebab itu, kita pun harus melakukan pengelolaan keuangan (uang) sebaik-baiknya, dan yang tak kalah pentingnya adalah berivestasi dengan bijak.

Bagi seseorang, katakanlah investor, yaitu seseorang yang mengambil keputusan investasi dengan informasi yang lengkap, maka perlu memikirkan investasi karena investasi adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan dasar antara lain makanan, pakaian, rumah serta kenderaan. Rumah pun merupakan salah satu jenis investasi, meskipun agak sulit menjadikan rumah tempat tinggal sebagai investasi-kalau dijual mau tinggal dimana?

Jadi, jangan kita menganggap rumah tinggal sebagai investasi – kecuali kita punya dua rumah atau lebih, nah boleh-lah itu dianggap investasi. Kalau kita menjual rumah kedua, masih ada rumah pertama untuk tempat tinggal. Kondisi ini bisa jadi berbeda untuk mahasiswa atau pelajar yang ingin berinvestasi. Mereka tidak perlu memikirkan rumah karena sebagian besar masih tinggal bersama orang tua.

Bagi para mahasiswa dan pelajar, lebih baik untuk memulai berinvestasi dan mengatur keuangan sejak dini pula. Jika mereka tidak mengerti cara mengatur keuangan dan berinvestasi, dikwatirkan bahwa berapa pun uang yang mereka terima bisa habis percuma kalau tidak mengerti cara mengelola uang dengan baik, meskipun umumnya pendapatan mereka masih dari orang tuanya.

Investasi antara Kecerdasan dan Emosi

Menurut seorang investor terkenal, Benjamin Graham-The Intelligent Investor, mengatakan bahwa kepintaran berinvestasi tidak ada hubunganya dengan nilai IQ (Intelligence Quotient) seseorang—tingkat kecerdasan seseorang. Investor yang pintar semata-mata berhubungan dengan kesabaran disiplin dan antusias untuk belajar. Hal ini sangat relevan juga dengan paradigma ahli keuangan keperilakuan (behavioral finance) bahwa kombinasi pengetahuan dan pengelolaan emosi yang baik merupakan modal dasar yang sangat penting bagi seorang investor.

Terdapat bukti bahwa orang IQ dan pendidikan tinggi tidak cukup untuk membuat seorang investor menjadi pintar. Fisikawan terkenal, Sir Isac Newton misalnya, membeli saham perusahaan South Sea Company, saham yang paling terkenal di Inggris. Pada musim semi tahun 1720, begitu melihat gejala pasar yang tak tekendali, ia menggerutu bahwa dia “bisa menghitung gerakan benda-benda langit tetapi ia tidak bisa mengkalkulasi kegilaan orang”.

Newton melepas saham South Sea-nya dan mengantongi 100%  keuntungan. Namun, hanya beberapa bulan kemudian, terbawa arus antusiasme pasar yang luar biasa, Newton terjun kembali ke pasar modal ketika harga sudah jauh lebih tinggi dan dia rugi sebesar 20.000 poundsterling karena dampak dari kerugian tersebut yang disebabkan tidak bisa mengontrol emosi-nya dengan baik dalam investasi.

Sampai akhir hidupnya, Newton melarang siapapun menyebut kata “South Sea Company” di dekatnya karena telah membuat dia rugi yang menyakitkan. Inilah salah satu contoh bahwa orang pintar pun belum  tentu bisa melakukan investasi yang baik bilamana tidak bisa mengontrol emosinya dengan bijaksana. Dengan demikian, jika sejauh ini seseorang masih gagal dalam berinvestasi, itu bukan karena seseorang tersebut bodoh, itu karena seperti Newton tadi, seseorang tersebut belum mengembangkan disiplin emosi yang dibutuhkan agar investasinya berhasil.

Ada berbagai kasus tragis dalam mengelola kekayaan yang bisa kita lihat, toh pada akhirnya malah menjadi melarat dan jatuh miskin juga. Ada orang menang lotere senilai jutaan bahkan miliaran rupiah, atau kalau di Aceh dulu istilah menang “buntut” yaitu  sejenis undian judi bagi orang awam dengan menebak nomor atau angka tertentu, sehingga bagi dia kalau tebakannya tepat. Besoknya dia dapat hasil berkali-kali lipat dari modal yang disetorkan tersebut pada agen buntut tertentu di kampung-kampung yang dulunya sudah menjalar pada sebagian masyarakat kelas bahwa di Aceh.

Undian judi ini secara samar-samar saat itu di legalkan pemerintah dalam bentuk Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Sayangnya, betapa banyak masyarakat kita yang terjerumus ke undian judi tersebut pada waktu itu, akan tetapi tidak ada seorang pun dari mereka yang kaya dan sejahtera setelah menang judi “buntut” tersebut, malah harta pusaka dari orang tua bisa habis untuk memenuhi harapan akan kaya mendadak.

Contoh lain, ada selebritis dengan gaji miliaran rupiah bahkan triliunan rupiah, tapi ujung-ujungnya jatuh bangkrut. Mike Tyson, petinju terkenal dengan gaji ratusan juta dolar, namun akhirnya dikabarkan pailit. Ada juga seorang anak yang menerima warisan amat besar dari orang tuanya, namun karena tidak bisa mengurus, akhirnya hartanya habis. Namun, ada juga orang yang memulai usaha pelan-pelan dan mengumpulkan sedikit demi sedikit, dan bisa tetap kaya raya hingga akhir hidupnya.

Sedikit-Sedikit Lama-Lama Jadi Bukit

Saya teringat, kata Liembono-seorang praktisi investasi Indonesia, bahwa sebelum berinvestasi perlu dicermati dua hal penting.

Pertama, orang kaya berivestasi dulu baru belanja, orang miskin belanja dulu baru berinvestasi. Bagi yang ingin kaya, maka bentuklah karakter orang kaya dalam diri kita.

Kedua, berinvestasi berarti menahan diri dari kenikmatan masa kini untuk kenikmatan yang lebih besar di masa depan. Fenomena yang umum terlihat bahwa orang miskin menghabiskan uangnya, kemudian menabung sisanya, sementara orang kaya menabung dulu baru kemudian menghabiskan pendapatannya. Keadaan ini sering terjadi ditengah-tengah masyarakat kita.

Masalah yang terjadi sekarang adalah prioritas. Si kaya lebih memprioritaskan menabung atau berinvestasi daripada belanja, sementara kebanyakan orang begitu dapat gaji, langsung dibelanjakan. Jika kita habiskan gajinya katakanlah 70% hanya dalam waktu seminggu, maka tiga minggu berikutnya kita lalui hanya dengan 30% gaji dan hampir pasti sulit untuk ditabung. Jadi kerja kita hanya dapat capek saja.

Bagi kita yang saat ini masih pelajar, mahasiswa atau pegawai kantoran yang bergaji pas—pasan, cobalah untuk menabung walau sedikit. Di sini tujuannya bukanlah uangnya, malainkan kebiasaan yang harus dipupuk sejak dini. Mulailah menabung paling sedikit 10% dari gaji yang ada setiap bulan, setelah itu sisanya baru digunakan. Pelan-pelan dulu, kalau bisa nanti boleh lebih, mungkin bisa nabung sampai 25% dari gaji dan sisanya digunakan. Kalau kita belum bisa menabung 10% gaji, ya coba mulailah dengan 5% dulu dari gaji yang ada. Sedikit-sedikit, usahakan dinaikan persentasenya gaji yang ditabung itu. Hal ini adalah penting sekali untuk memupuk kebiasaan hidup yang beriorientasi jangka panjang.

Kita bisa mulai melihat di sisi mana pengeluran kita selama ini yang terlalu besar atau apakah ada pengeluaran yang tidak begitu dibutuhkan dan bisa dikurangi. Misalnya, pengeluran untuk jalan-jalan yang awalnya mencapai 500 ribu rupiah sebulan, dikurangi menjadi hanya 300 ribu rupiah sebulan. Pengeluaran untuk pulsa telepon dari 200 ribu rupiah sebulan dihemat menjadi hanya 150 ribu rupiah sebulan dan pengeluran lainnya yang diperlukan kurang mendesak, misalnya sumbangan sosial dan iuran parkir yang perlu dicermati.

Meskipun awalnya tidak terasa karena hanya ribuan rupiah tapi kalau rutin membengkak juga. Hasil dari berbagai item penghematan tersebut  itulah, kita bisa mulai menabung pelan-pelan. Walau sedikit, lama-lama menjadi bukit, dan ini akan membentuk kebiasaan kita untuk hidup disiplin dalam keuangan yang bijak.

Bila suatu saat, siapa tahu-kita dapat uang banyak apakah itu dari warisan, tunjangan hari raya, angpao atau dari sumber lain yang tidak kita duga seperti hadiah, maka jika kita tidak terbiasa bijak dengan uang, maka uang banyak yang kita dapatkan itu pun akan amblas atau habis dalam sekejap. Sebaliknya, jika kebiasaan menabung atau investasi itu sudah terpatri dalam kebiasaan sehari-hari, maka kita akan bisa berperlaku lebih bijak dalam menggunakan uang yang kita terima. Ingatlah-hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai, dan sedikit-sedikit maka lama-lama jadi bukit.

Banyak pilihan investasi yang tersedia dewasa ini baik aset berwujud (riil assets) maupuan aset yang tidak berwujud (financial assets). Investasi yang berwujud seperti beli rumah, tanah, emas dan barang-barang berharga lainnya, sedangkan investasi yang tidak berwujud bisa berupa menabung di bank, deposito, saham, obligasi reksa dana, mata uang asing, kontrak opsi dan berbagai investasi keuangan lainnya.

Bagi kita yang belum memahami betul jenis-jenis investasi tersebut maka perlu belajar mengenai jenis investasi yang mau kita masuki, karena investasi itu ibarat perang bahwa siapa menguasai medan dialah yang menang. Kemenangan investasi akan dinikmati di masa depan karena dapat mengatasi biaya hidup yang terus membengkak, biaya sekolah anak yang terus meningkat, biaya kesehatan yang sulit diprediksi, dan biaya-biaya lainya yang tak terduga tapi harus kita keluarkan demi keluarga tercinta.

Masa depan kita-lah yang menentukan.  Pepatah mengatakan bahwa if you fail to plan, you plan to fail”, yang bermakna bahwa jika anda tidak memiliki rencana, anda sedang berencana untuk gagal. Oleh karena itu, sebuah rencana pengelolaan keuangan yang bijak akan membantu kita untuk menentukan tujuan hidup kita di masa depan yang lebih baik.[]

Penulis bernama A.Sakir Jalil. Ia merupakan dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Aceh.

Editor: Mohammad Adzannie Bessania