Artikel | DETaK
Laos sering dijuluki sebagai “negara yang terkurung di daratan” atau “landlocked country” di kawasan Asia Tenggara. Julukan ini bukan tanpa alasan. Secara geografis, Laos adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak memiliki garis pantai atau akses langsung ke laut. Hal ini menjadikan Laos sebagai negara yang unik dibandingkan dengan negara tetangganya seperti Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Myanmar, yang semuanya memiliki wilayah pesisir.
Letak Geografis dan Dampaknya

Laos terletak di jantung Asia Tenggara dan berbatasan langsung dengan lima negara, yaitu:
• Tiongkok di utara
• Vietnam di timur
• Kamboja di selatan
• Thailand di barat
• Myanmar di barat laut
Dengan posisi ini, Laos tidak memiliki pelabuhan laut. Ketergantungannya pada jalur darat dan sungai, terutama Sungai Mekong, membuat negara ini menghadapi tantangan tersendiri dalam hal transportasi dan perdagangan internasional. Sungai Mekong menjadi jalur transportasi vital, sekaligus menjadi salah satu sumber daya alam yang paling penting bagi Laos.
Sebagai negara yang terkurung di daratan, Laos menghadapi berbagai tantangan dalam pengembangan ekonominya. Biaya logistik untuk mengimpor dan mengekspor barang lebih tinggi dibanding negara yang memiliki pelabuhan laut. Barang-barang ekspor Laos seperti energi listrik, hasil pertanian, dan mineral harus melalui negara tetangga sebelum sampai ke pasar global. Hal ini membuat Laos sangat bergantung pada kerja sama dan hubungan diplomatik dengan negara-negara di sekitarnya.
Sejarah dan Perkembangan Ekonomi
Sejak kemerdekaannya dari Prancis pada tahun 1953, Laos mengalami berbagai pergolakan politik dan ekonomi. Sebagai negara komunis dengan sistem ekonomi yang relatif tertutup pada masa awal kemerdekaan, Laos mengalami pertumbuhan yang lambat. Namun, sejak tahun 1986, pemerintah Laos mulai membuka diri melalui kebijakan New Economic Mechanism, yang memfokuskan pada pasar bebas dan investasi asing.
Meskipun tidak memiliki laut, Laos berhasil memanfaatkan potensi sumber daya alamnya, khususnya tenaga air. Negara ini dijuluki sebagai “Baterai Asia Tenggara” karena banyaknya proyek pembangkit listrik tenaga air yang diekspor ke negara tetangga, terutama Thailand dan Vietnam.
Pariwisata juga menjadi sektor yang tumbuh pesat. Wisata budaya dan alam, seperti di Luang Prabang yang masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO, berhasil menarik wisatawan asing meskipun akses masuk ke Laos relatif lebih sulit dibanding negara tetangganya.
Tantangan dan Peluang
Menjadi negara yang terkurung di daratan memang memberikan tantangan tersendiri. Selain logistik, keterbatasan infrastruktur juga menjadi kendala besar. Namun, dengan kerja sama regional seperti ASEAN dan proyek-proyek besar seperti Jalur Kereta Cepat Laos-Tiongkok yang selesai dibangun pada tahun 2021, Laos mulai membuka jalan untuk meningkatkan konektivitas dan mengurangi isolasi geografisnya.
Kereta cepat tersebut menghubungkan ibu kota Vientiane dengan kota Kunming di Tiongkok, memberikan peluang besar bagi Laos untuk menjadi penghubung darat antara Tiongkok dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Proyek ini juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi, dan pariwisata.
Julukan Laos sebagai “negara yang terkurung di Asia” mencerminkan realitas geografis yang memengaruhi sejarah, ekonomi, dan perkembangan negara ini. Namun, Laos menunjukkan bahwa keterbatasan geografis tidak selalu menjadi penghalang untuk maju. Melalui pemanfaatan sumber daya alam, kerja sama regional, dan pembangunan infrastruktur, Laos berupaya membuka diri ke dunia dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Negara kecil ini menjadi contoh bagaimana tantangan geografis dapat diatasi dengan kebijakan yang adaptif dan strategi pembangunan yang inklusif.
Penulis bernama Askia Nailah, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.
Editor : Fathimah Az Zahra